Hari minggu, Seungcheol menguatkan diri untuk tidak ambil lembur demi menjadi suami dan ayah yang baik di hari ke 5 nya. Tapi justru Jeonghan yang memilih lembur.
"Jam 11 Seunghan ada les piano dan jam 2 nanti Jeongmi pergi latihan balet, jangan lupa suguhkan kopi tanpa gula untuk guru les Seunghan, terus kau tidak perlu cucian hari ini, bawa saja semuanya ke binatu, oke? Oh iya dan jangan berharap macam-macam, guru les Seunghan itu sudah menikah, kalau sampai kau macam-macam, terutama di hadapan Seunghan maka siap-siap saja kehilangan 'milik'mu." Dan kotak suara pun berakhir. Jeonghan sudah pergi pagi-pagi sekali bahkan sebelum Seungcheol membuka mata. Katanya ia harus mengejar liputan eksklusif bersama selebriti ternama yang baru saja dikabarkan sedang menjalin hubungan dengan selebriti lainnya. Kepala Seungcheol seketika berdenyut.
"Appaaaa!!" suara Jeongmi dari luar kamar. Sekarang sudah jam 9 pagi, itu pasti panggilan untuknya agar segera membuatkan mereka sarapan. Seungcheol menggerang turun dari kasurnya. Dengan setengah mengantuk ia masuk ke dapur, dimana kedua anaknay duduk di meja makan dengan wajah sebal.
"Kenapa appa baru bangun?" Tanya Seunghan.
"Kita lapar!" Sahut Jeongmi melipat tangannya di depan dada.
"Maaf, oke, sekarang kalian mau makan apa?" Tanya Seungcheol sambil membuka kulkas. Hawa dingin kulkas membuat matanya semakin kering, Seungcheol jadi tidak bisa melihat dengan jelas. Ia menatap banyak kotak penyimpanan bahan segar di sana. Kebanyakan adalah sayuran-sayuran.
"Bagaimana kalau... Kimbab?" Tanya Seungcheol. Seunghan mengacungkan jari,
"Pakai telur gulung?" Tanyanya. Seungcheol mengangguk ragu. Ia tidak yakin apakah ia bisa berhasil membuat telur gulung.
"Akan appa coba." Ucap Seungcheol mulai mencuci sayur mayur itu, merebusnya sebentar, lalu memotongnya memanjang. Nasi sisa semalam ia panaskan sebentar dan kemudian ia tata di atas lembaran lebar nori yang sudah dilapisi oleh tikar penggulung. Anak-anak memperhatikannya dengan seksama. Berkali-kali mereka mengernyit ketika Seungcheol hampir memotong jarinya sendiri.
Atau sekedar berkomentar, "Eomma tidak melakukannya seperti itu." Dan "Kalau Eomma dia pasti sudah melakukan ini dulu." Daritadi ia hanya mendengar bagaimana anak-anaknya membandingkan dirinya dan Jeonghan.
"Ini bukan telur gulung," Seunghan menatap nanar telur gulung -coret- orak arik—karena terlalu tipis telurnya jadi hancur.
"Ini telur hancur." Sambung Jeongmi malah menatap jijik. Seungcheol mendengus kesal. Ia belum menyesap kopi pagi ini, mood nya agak berantakan.
"Yang penting bisa dimakan, kalian ini cerewet sekali." Ketus Seungcheol menyeduh kopi. Anak-anaknyaa semakin cemberut. Tapi karena mereka sudah sangat lapar, akhirnya kimbap yang wortelnya terlalu tebal dan telur orak arik itu mereka makan juga. Seunghan beberapa kali mengernyit karena tidak sengaja menggigit gumpalan garam dalam telur orak-arik itu.
Denyutan di kepala Seungcheol sedikit berkurang setelah meneguk setengah gelas kopi. Kemudian ia menatap anak-anaknya. Jelas ini bagian dari rencana Jeonghan. Beberapa bulan terakhir, di hari minggu biasanya Seungcheol tetap bekerja karena ia akan dipromosikan menjadi direktur bagian pemasaran. Jeonghan dan anak-anak menikmati akhir minggu mereka dengan berbagai macam acara. Pergi les, ke taman bermain, atau ke rumah orang tua Jeonghan. Berada di rumah setiap akhir pekan hanya mengundang kesedihan. Di saat semua orang berkumpul bersama ayah dan suami mereka untuk menikmati waktu keluarga bersama, Seungcheol justru lebih sering berada di luar.
Oleh sebab itu, Seungcheol tidak terlalu mengerti soal rumah tangga. Dan meskipun ia berkata menyayangi anak-anaknya, Seungcheol tidak terlalu mengenal mereka. Maksud Seungcheol, dirinya tidak tahu menahu apa kesukaan mereka, apa makanan yang tidak bisa mereka makan, Seungcheol sendiri ragu apakah dirinya ingat kapan ulang tahun mereka berdua. Seungcheol menghela napas. Seburuk itukah dirinya? Pikir Seungcheol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eomma, Fighting!
Fanfiction[Complete] Seventeen Fanfiction //// Jeonghan tidak tahan lagi menghadapi suaminya yang genit itu. Sayangnya dia harus bertahan demi kedua anak mereka. Demi keutuhan keluarga mereka. Ketika surat itu melayang di hadapannya, disodorkan oleh Seungcheo...