Di pagi yang cerah ini semua orang menebar senyuman semangat pagi. Kecuali satu orang, alis tebalnya menyatu, tangannya terkepal.
"Hyung, mau kopi?" tawar Soonyoung. Seungcheol tidak menjawab, ia melewati Seungcheol begitu saja. Soonyoung lagi-lagi dibuat heran. Ia pun mengikuti Seungcheol ke ruangannya.
Seungcheol dengan kesal menjatuhkan dirinya di kursi. Tangannya memijat kening sambil bibirnya tidak berhenti mengucapkan sumpah serapah yang sudah seperti mantra santet. Soonyoung merinding sendiri.
"Apa gerangan yang membuatmu seperti si tua penggerutu di pagi yang cerah ini saudaraku?" ujar Soonyoung dengan gaya dramatis. Seungcheol menatapnya tajam. Soonyoung kembali bungkam. Seungcheol kemudian mendengus lelah.
"Ini semua karena acara makan malam itu," ucap Seungcheol memulai ceritanya tentang acara makan malam semalam. Seungcheol benar-benar tidak tahu apa yang membuat keluarga istrinya tiba-tiba mengadakan makan malam padahal tidak ada perayaan istimewa. Bodohnya, Seungcheol tidak curiga sama sekali. Sampai di sana barulah Seungcheol tahu apa yang membuat si 'Nenek Loli'—begitu ia menyebut ibu mertuanya— mengadakan pesta makan malam.
Jisoo yang menurutnya bukan siapa-siapa itu duduk diantara keluarga. Menebar senyuman kesana dan kemari. Ia menjadi bintangnya. Ia alasan mengapa Nenek Loli mengadakan makan malam. Jisoo si 'Menantu-gagal-Kesayangan' nya.
Tidak cukup kehadirannya membuat suasana hati Seungcheol buruk. Sikapnya yang manis membuat keluarga Jeonghan memandang Seungcheol orang paling bajingan di muka bumi ini. Mereka tidak menganggap Seungcheol ada malam itu. Mereka terus berbicara tentang pekerjaan Jisoo, kehidupan Jisoo, bahkan peliharaan Jisoo lebih menarik daripada mereka harus mendengarkan perkembangan pangsa pasar telekomunikasi dari Seungcheol.
"Aku benar-benar menyesal datang ke acara itu." desis Seungcheol. Soonyoung menuangkannya teh hijau yang baru diantarkan oleh sekretarisnya.
"Tapikan kau punya noona di sisimu, dia pasti membelamu kan?" ucap Soonyoung menyodorkan teh hijau dengan daun mint di atasnya. Ia juga selalu menyuguhkan ini untuk istrinya kalau Jihoon sudah mulai keluar setan jahat dalam tubuhnya. Aroma teh yang bercampur daun mint dipercaya bisa meredakan emosi seseorang.
"Cih, ia hanya diam, bahkan dia juga mengabaikan tatapanku, semakin hari dia semakin menyebalkan." ujar Seungcheol meminum tehnya dengan tidak sabar. Akibatnya, teh yang masih panas itu membakar lidahnya.
"Pelan-pelan, hirup dulu aromanya." ujar Soonyoung menikmati tehnya sendiri. Seungcheol mendengus kesal. Diliriknya foto keluarga di atas mejanya. Semakin ia melihat foto itu semakin ia ingin perjanjian itu cepat berakhir.
"Dua puluh hari lagi, apa menurutmu aku bisa bertahan?" tanya Seungcheol pada Soonyoung. Soonyoung mengedikkan bahu. Seungcheol memandang sekali lagi foto keluarganya lalu menutup dan menyimpannya ke dalam laci sebelum ia melemparkannya ke dinding atau lantai.
. . .
Jeonghan menegak habis kopinya setelah ia selesai menceritakan apa yang terjadi semalam di acara makan malam keluarganya. Seungkwan dan Wonwoo yang mendengarkan sejak tadi masih tertawa terbahak-bahak.
"Ini, gila. Nyonya Lee memang panutanku." ujar Wonwoo menyanjung Sungmin karena telah mempermalukan Seungcheol secara frontal.
"Hahaha, ah tapi bukankah itu sedikit keterlaluan? Kurasa itu malah membuat tuan Choi semakin ingin cerai denganmu." sahut Seungkwan. Jeonghan menangkup wajahnya. Ia menarik napas lalu mendengus lelah.
"Itulah yang aku takutkan, hah, kenapa aku membiarkannya datang, aku bodoh sekali." ujar Jeonghan mengusap wajahnya dan mengerang. Wonwoo menyeruput es kopinya dengan nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eomma, Fighting!
Fanfiction[Complete] Seventeen Fanfiction //// Jeonghan tidak tahan lagi menghadapi suaminya yang genit itu. Sayangnya dia harus bertahan demi kedua anak mereka. Demi keutuhan keluarga mereka. Ketika surat itu melayang di hadapannya, disodorkan oleh Seungcheo...