#02 - Empat Kali

3.3K 356 56
                                    

Derap langkah kaki beradu suara dengan denting dari pengeras suara yang mengumumkan informasi keberangkatan. Bandara ini memang selalu sibuk. Hampir tidak pernah berhenti orang berlalu lalang di sini. Terminal kedatangan pun saat ini sedang dipadati oleh ribuan orang. Sebab di depannya ada sekelompok grup band yang baru menyelesaikan tour konser mereka di luar negeri. Para penggemar menyambut kepulangan mereka dengan antusias. Selain itu juga ada beberapa mahasiswa yang akhirnya bisa pulang ke kampung halaman mereka setelah bertahun-tahun memperjuangkan pendidikan mereka di negeri asing. Kepulangan mereka disambut hangat oleh keluarga. Berbagai macam jenis penyambutan di sini. Kepulangan memang sebuah momen yang ditunggu-tunggu oleh orang yang telah bepergian dan terpisah cukup lama dengan orang yang disayanginya.

Jisoo mengulum senyum. Seandainya saja ada yang menyambut kepulangannya. Memang ada satu orang Jisoo harapkan. Sayangnya harapan hanyalah angan-angan. Namanya angan-angan pastinya hanya khayalan yang tidak akan pernah terwujud.

Setidaknya masih ada orang-orang setia yang menyambutnya. Walaupun hanya sebatas kewajiban mereka. "Selamat datang daepyo-nim." Sambut seorang laki-laki yang mungkin usianya sekitar empat puluhan. Terlihat dari kerutan-kerutan yang jelas juga beberapa helai rambutnya ada yang memutih. Ia mengenakan setelan hitam juga dalaman kemeja putih. Laki-laki itu membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Jisoo.

"Terima kasih, bisakah kau bawakan barang-barang ini menggunakan mobil yang lain?" Kata Jisoo menunjuk koper dan tas jinjingnya. Pria yang biasa dipanggil Jisoo dengan sebutan Pak Kim itu memandangnya bingung.

"Maksud tuan?" Ulangnya. Jisoo tersenyum misterius.

"Aku sudah lama tidak pulang ke korea, jadi aku ingin berkendara sendiri," kata Jisoo kemudian. "Juga, aku harus menemui seseorang dulu." Tambah Jisoo. Pak Kim tersenyum lebar. Ia mengangguk mengerti.

"Baiklah, ini kuncinya tuan." Katanya mengulurkan kunci mobil sedan berwarna silver itu. Jisoo menukar kunci tersebut dengan barang bawaannya.

"Terima kasih, Pak Kim." Kata Jisoo dengan semangat masuk ke dalam mobilnya. Jisoo memandang lurus jalanan. Sebelum ia menghidupkan mesin, ia memeriksa ponselnya dulu. Lima tahun terakhir ia memang sudah berkali-kali berganti ponsel. Namun, gambar yang digunakannya untuk wallpaper selalu sama. Gambar seorang wanita dengan rambut sepunggung yang sedang berdiri di antara keramaian. Wanita itu menoleh ketika gambarnya diambil dari belakang. Dan, tampaknya ia tidak sadar kalau dirinya sedang di foto. Ia begitu cantik. Paling cerah di antara suramnya kesibukan kota Seoul. Hari itu ia sedang berbahagia. Sebab lelaki pujaannya akan mempersuntingnya. Kabar buruknya, laki-laki itu bukan Jisoo.

Jisoo dulu memotret menggunakan kamera DSLR lamanya. Foto itu diambil pada tahun 2009. Tepat 10 tahun yang lalu. Seminggu sebelum Jisoo meninggal kan negara ini. Hari itu, adalah hari bahagia wanita tersebut. Jisoo sengaja. Meski bibirnya berkata ikhlas, hatinya tidak benar-benar ikhlas. Daripada ia harus menyaksikan wanitanya tersenyum dan mengikat janji dengan pria lain, Jisoo lebih baik pergi.

Tapi kini Jisoo kembali. Selain urusan bisnis, ia tahu bahwa kembalinya ke negara ini juga untuk melepas rindu. Pada sahabat, yang dulu adalah wanitanya.

. . .

"Harusnya kau ceraikan saja!" seru Seungkwan menggebrak meja ketua redaksinya sendiri. Jeonghan mendeliknya tajam. Untung kaca ruangannya sudah ia buat gelap. Apa kata karyawan lain kalau melihat teman sekantornya berani berteriak dan menggebrak meja ketua redaksi. Seungkwan mendengus kemudian duduk lagi di kursi yang ada di seberang meja Jeonghan.

Jeonghan memijit pangkal hidungnya. Seungkwan bersidekap. "Ini demi anak-anak, coba kau pikirkan kalau kau ada di posisiku? Kau juga seorang ibu kan?" ucap Jeonghan. Seungkwan menghela napas.

Eomma, Fighting!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang