#08 - Lima Belas Hari

2K 267 33
                                    

Sejak pulang kerja yang mampu dikerjakan Seungcheol hanyalah melamun. Bukan sekedar melamun tetapi ia tidak bisa berhenti memikirkan sikapnya tadi pagi yang langsung melumat bibir Jeonghan. Ada dorongan dari dalam dirinya yang mengatakan bahwa ia harus mengecap bibir ranum Jeonghan.

"Eishhh!" sebalnya mengacak-acak rambut. Harusnya tidak seperti ini. Ia tidak mungkin jatuh cinta lagi dengan Jeonghan. Perasaannya pada Jeonghan sudah mati dan itu bagus, artinya ia bisa bebas tanpa harus memikirkan kecerewetan Jeonghan. Tapi perasaan berdebar dan otak yang tidak sinkron dengan hati ini justru menghambat tujuan Seungcheol.

"Kau bukan jatuh cinta lagi, tapi masih cinta." ujar Jihoon saat jam makan siang. Jihoon satu-satunya teman wanita Jeonghan yang berhubungan baik dengan Seungcheol. Sebab ia adalah sahabat Seungcheol sejak jaman sekolah. Setiap Seungcheol dilanda masalah, Jihoon adalah tempat yang baik untuk menumpahkan segalanya. Meskipun ia harus mendengar cacian dari wanita mungil itu.

"Bagaimana bisa? Aku sudah tidak ada rasa lagi!" Jihoon menggelengkan kepala.

"Tidak Choi bodoh, kau bukan kehilangan rasa, kalian hanya sedang berada di fase 'bosan' yang membuat kalian mengambil jarak ditambah kebrengsekanmu yang tidak tertolong itu membuatmu seolah berpikir bahwa kau tidak memiliki perasaan apa-apa lagi pada Jeonghan Eonni." ucap Jihoon menyesap birnya.

Seungcheol mencibir, "Kau memanggilnya Eonni tapi kau menolak memanggilku Oppa, sekolah tidak sih?"

"Karena aku sekolah aku tahu cara berperilaku kepada yang baik dan kepada yang brengsek." sahut Jihoon santai. Seungcheol lagi-lagi hanya bisa mendengus sebal seperti kerbau.

Seungcheol menepuk wajahnya. Ia tidak bisa terus-terus memikirkan Jeonghan ataupun perkataan Jihoon. Di hadapannya kini hanya ada power point yang terbengkalai, hamburan jurnal penelitian, dan kertas kosong yang harusnya ia isi dengan ide bisnis. Besok sudah waktunya presentasi di hadapan dewan direksi dan petinggi Neoplay. Kepusingan Seungcheol pun jadi bertambah.

"Kau mau kopi?"

"AHH!" Seungcheol malah terperanjat oleh bayangan Jeonghan yang berdiri di hadapannya. "Kenapa kau tidak mengetuk pintu?!" semburnya dengan kemarahan. Jeonghan mengernyit, sambil menunjuk pintu ia berkata,

"Aku mengetuk berkali-kali, tapi kau hanya diam sambil menghela napas," jelas Jeonghan membuat wajah Seungcheol memerah. Seungcheol pun berdeham. Ia memasang wajah angkuhnya untuk menutupi rasa malu. Jeonghan memutar bola mata malas. "Jadi kau mau kopi tidak?" tanyanya tidak sabar.

"Sepertinya aku butuh," jawab Seungcheol tanpa menatap. Jeonghan pun berbalik tanpa pamit. Tak lama kemudian Jeonghan kembali dengan dua cangkir kopi di tangannya. Satu cangkir bergambar sapi di taruhnya di meja Seungcheol. Seungcheol melirik gambar sapi itu dan merasa sedikit tersinggung. Tapi sebelum sempat protes, Jeonghan berbalik membawa cangkir bergambar kelinci bulan ke sofa yang ada di ruang kerja itu.

Jeonghan menaruh kopinya di atas meja tamu, kemudian ia memangku laptop yang entah sejak kapan ada di sana. Seungcheol pura-pura menyibukkan diri dengan pekerjaannya, padahal ia terus-terusan mencuri pandang memperhatikan Jeonghan yang hanya beberapa meter di depannya. Setiap Jeonghan melirik (karena merasa diperhatikan) Seungcheol langsung bertingkah seolah sejak tadi ia fokus mengerjakan pekerjaannya.

Detik berganti menit berganti jam. Tidak terasa malam sudah larut, Jeonghan tertidur di sofa dengan buku catatan di tangannya. Laptopnya masih menyala menampilkan layar word yang berisikan artikel buatannya. Seungcheol sendiri telah selesai membuat presentasinya. Ia merenggangkan tubuh sambil berjalan mendekati Jeonghan.

Ia berdiri di samping sofa sambil memperhatikan istrinya. Istri, kata itu menggelitik Seungcheol. Beberapa tahun terakhir ia bertingkah seolah-olah dirinya bujangan, maka kata itu sangat asing ditelinganya. Padahal ia sendiri yang meminta wanita ini menjadi istrinya. Mengikatnya pada janji setia sehidup semati. Ironi, sepuluh tahun berlalu justru Seungcheol sendiri yang ingin lepas dari belenggu ikatan janji setia sehidup semati.

Eomma, Fighting!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang