#05 - Nenek Eksis

2.2K 270 22
                                    

Seperti biasa, setiap masuk ke rumah ibunya, Jeonghan di sambut oleh kalimat yang khas.

"Oke, sampai disini dulu, jangan lupa untuk like dan subscribe, annyeonggg!" Jeonghan memutar bola mata dan mendengus lelah. Nenek satu itu kelewat eksis.

Sungmin, si ibu mematikan siaran langsungnya. Lalu ia menoleh pada Jeonghan yang bersender di bingkai pintu kamar sambil bersidekap. Sungmin tersenyum manis.

"Oh, kau sudah datang?" sambutnya sambil mematikan komputer kemudian beranjak dari duduknya. Jeonghan menatapnya sinis.

"Kapan ibu berhenti bermain youtube?" tanya Jeonghan. Sungmin langsung tertawa dengan tangan menutup mulut. Ia menepuk lengan putrinya dengan jenaka.

"Ahahaha kau ini bicara apa."

"Aku serius eomma, kapan kau akan berhenti bermain youtube?"

"Hey, semua orang menyukaiku, kenapa aku harus berhenti?" ucap Sungmin menggiring putrinya menuju dapur. Sinar matahari dipadu sinar lampu memantul di kulit Sungmin yang berkilauan. Jeonghan heran kemana Sungmin menyembunyikan semua kerutannya. Nenek lima puluh tahun itu sama sekali tidak terlihat seperti nenek lima puluh tahun.

Lihat penampilannya, nenek lima puluh tahun mana yang di rumah memakai gaun lucu, menguncir setengah rambutnya dan memoles wajahnya dengan make up merona. Kalau datang sialnya, orang-orang mengira dia adik Jeonghan.

"Bertingkahlah sesuai usia, eomma." tekan Jeonghan menarik kursi dan duduk. Sungmin memasang celemek bermotif kelincinya. Tangan-tangan lentiknya dengan lincah memotong bahan masakan.

Ia menarik napas kemudian menghelanya dengan senyuman sedih. "Aku kehilangan masa mudaku karena melahirkan oppamu, di saat aku punya banyak waktu seperti ini, bolehkah aku sedikit bersenang-senang?" Jeonghan terdiam menatap ibunya lekat. Tatapan berkaca-kaca itu adalah senjata andalan Sungmin. Tidak ada yang tahan melihatnya. Semua orang di rumah ini termasuk.

Apalagi kalau dia sudah mengungkit-ngungkit kesalahan yang sebenarnya ia buat sendiri. Melahirkan anak saat berumur tujuh belas, menikah, kehilangan masa muda karena membesarkan dua anak yang tidak tahu terima kasih. Ia mengucapkan semua itu dengan nada paling sedih dan tatapan paling tersakiti yang membuat orang langsung merasa tidak berguna juga sedih di saat yang bersamaan.

"Hah, baiklah terserah eomma." kata Jeonghan pasrah. Sungmin kembali tersenyum manis.

"Sekarang aku balik pertanyaanmu, kapan kau akan berhenti menyakiti dirimu sendiri?" tanya Sungmin sesekali melirik putrinya di sela-sela ia mengaduk masakannya. Jeonghan menunduk menatap meja makan. Ia mengerti sekali apa yang dimaksud ibunya dengan menyakiti diri sendiri. Maksudnya, bertahan atas rumah tangganya yang diambang kehancuran.

"Entah."

"Kau masih mencintainya, ya?"

Jeonghan menopang dagunya lalu memandang ibunya kosong.

"Cinta itu hanya omong kosong anak-anak remaja," sahutnya. Sungmin selesai dengan masakan singkatnya. Ia membawa sepiring japchae kesukaan Jeonghan ke meja. Kemudian ia duduk di hadapan wanita yang mewarisi hampir keseluruhan wajahnya. Mata, hidung, bibir, Sungmin merasa dirinya seperti sedang berkaca kalau melihat Jeonghan.

"Cinta itu sebenarnya bukan omong kosong remaja," kata Sungmin. "Cinta itu pengorbanan, kesucian, seperti yang kau miliki tapi suamimu yang bajingan itu sudah merusak kesuciannya dan kau masih dengan pengorbanan."

Jeonghan mengaduk-aduk piringnya. Sungmin menuangkannya air minum. "Harusnya tidak seperti itu, cinta itu dua arah, tidak bisa kalau hanya sebelah pihak yang berkorban. Itu tidak adil." tambah Sungmin. Jeonghan mengangguk setuju.  Kemudian hening. Sungmin hanya memandangi putrinya dengan pandangan iba. Sebagai ibu tentu ia tidak ingin putrinya tersakiti. Tetapi Jeonghan sudah dewasa, dia punya rumah tangganya sendiri, dan Sungmin tidak berhak ikut campur lebih jauh. Keputusan ada pada tangan Jeonghan sendiri.

Eomma, Fighting!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang