Di tengah-tengah tidur lelapnya, Jeonghan merasa kepalanya bergetar. Padahal asal getaran itu tidak berasal dari kepalanya melainkan ponsel yang ada di bawah bantalnya. Dengan mata yang masih terpejam Jeonghan meraih ponselnya untuk mematikan alarm. Tubuhnya terlalu lelah untuk bangkit. Mulai dari pundak sampai pinggangnya kaku akibat semalam tertidur di sofa sambil mengerjakan pekerjaannya.
Tunggu.
Jeonghan tidak salah kok. Dia ingat sekali semalam ia bertekad menyelesaikan pekerjaannya karena esok harinya semua artikel akan diserahkan ke percetakan. Kemudian ia jatuh tertidur di sofa dengan laptop di pangkuan. Tetapi kenyataannya pagi ini ia terbangun di atas ranjang. Laptopnya tersimpan rapi di atas meja rias.
Jeonghan pun berpikir, apakah mungkin Seungcheol yang mengangkatnya? Pastinya, tidak mungkin Seunghan. Memangnya ada pria dewasa lainnya yang sanggup mengangkat tubuh Jeonghan saat ini? Beratnya sudah bertambah tiga kali lipat daripada sepuluh tahun yang lalu. Jeonghan mendengus mengingat hal itu, ia jadi teringat bagaimana Seungcheol pernah menatap jijik ke arah tubuhnya setelah melahirkan Jeongmi.
Jeonghan segera mengusap wajahnya untuk melupakan kenangan masa lalu yang menyakitkan itu. Dilihatnya jam dari layar kunci ponsel. Mata Jeonghan langsung terbelalak melihat jam yang tertera di sana.
08.30 am
"Sial," gumamnya bergegas menjauhkan selimut dan berlari keluar kamar. Suasana rumah sepi. Ketika menengok kamar anak-anak, semuanya terlihat rapi. Bahkan ruang tengah yang semalam kertas-kertas nya beserakan di lantai terlihat sangat bersih dan tersusun rapi di atas meja. Ketika menengok dapur dan ruang makan, tampak piring-piring sisa sarapan masih basah karena baru saja di cuci. Di atas meja makan tertempel catatan kecil di atas tudung saji.
Maaf aku mengganti alarmmu,
aku hanya merasa kau butuh istirahat,
Segera sarapan setelah bangun, jangan khawatirkan kami
P.s : setelan kerjamu juga sudah aku setrika, selamat bekerja, hati-hati di jalan
Jeonghan pun membuka tudung saji. Di dalamnya ada beberapa lauk yang sebenarnya sisa masakan Jeonghan semalam. Namun Seungcheol menambahkan pancake kentang sayur kesukaan Jeonghan. Ketika mengunyah sarapannya, Jeonghan meringis. Kemudian ia terkikik geli, Seungcheol rupanya masih belum bisa mengira-ngira untuk memasukan garam.
. . .
Sesuai dengan janji, Doyoon dan Seungcheol kembali bertemu untuk makan siang bersama. Mereka memulai dengan perbincangan bisnis. Dimana Doyoon saat ini telah menjadi konsultan bisnis internasional. Itu sebabnya ia sering kali bepergian. Doyoon telah mencapai impiannya dan Seungcheol merasa bangga akan hal itu.
"Kau benar-benar mewujudkan impianmu, selamat." kata Seungcheol sambil menyuap makanan nya. Doyoon tersenyum malu-malu. Ia lalu menopang dagu dan menatap Seungcheol dengan senyuman misterius di wajah.
"Benar, tapi sebenarnya impianku tidak hanya itu," Ucapnya membuat Seungcheol mengerutkan kening. Doyoon menatapnya dalam. "Waktu itu aku mengatakannya karena aku mengira kau pasti paham, kita selalu mengerti satu sama lain tanpa harus bicara, tapi ternyata aku salah."
"Apa maksudmu?" tanya Seungcheol, Doyoon menghela napas. Ia menatap sendu Seungcheol,
"Impianku adalah berkeliling dunia bersamamu, aku ingin kau juga melihat dunia seperti aku melihat dunia, satu impian ini masih belum terwujud." kata Doyoon pelan. Seungcheol memelankan kunyahannya. Ia menatap Doyoon dengan tatapan serba salah.
"Dan, pada dasarnya tujuanku ke Seoul tidak hanya soal bisnis, waktu aku mendengar kau dan istrimu akan berpisah, aku langsung datang kemari untuk memastikan," Ia mendekatkan wajahnya pada Seungcheol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eomma, Fighting!
Fanfiction[Complete] Seventeen Fanfiction //// Jeonghan tidak tahan lagi menghadapi suaminya yang genit itu. Sayangnya dia harus bertahan demi kedua anak mereka. Demi keutuhan keluarga mereka. Ketika surat itu melayang di hadapannya, disodorkan oleh Seungcheo...