Aib

811 18 1
                                    

Masih di warung itu, duduk di pojokan, Ara tersenyum beberapa kali menatap wajah Rean, rambut rambut halus mulai tumbuh di atas bibirnya. Tanpa sadar tangan Ara bergerak sendiri, mengelus elus bagian rahang Rean, sudah sangat lama rasanya dia tak melakukan ini. Rean mengerjap kaget dengan perlakuan Ara barusan, fokusnya pada hp beralih pada Ara yang memandangnya. Rean membalas sentuhan tangan Ara di pipinya. Rean meletakkan kedua tangannya di pipi Ara.

"Aw!" Pekik Ara menahan perihnya cubitan yang diberikan Rean.

Ara memandang Rean sinis, bibirnya maju beberapa senti, pipinya dia kembungkan. Mencoba menahan marah. Sebenarnya Ara sudah sangat ingin meninju perut rata cowo itu.

Rean cengengesan tak jelas, menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal sama sekali. Rean merasa kecewa, Ara tak melakukan hal biasanya dia lakukan saat dia marah. Ah sudahlah mungkin Ara masih canggung!

"Aw..." Pekik Ara kedua kali. Rean lagi lagi mencubit pipinya.

"Rean!"

"Gak bisa diem apa tangannya!"

"Pipi Ara merah nih!"

"Nanti berbekas giman..."

Ara mematung kaku, seluruh darahnya serasa berhenti mengalir. Matanya terbelalak saat gumpalan daging lembut menyentuh pipi mulusnya. Rean mencium Ara!

"Ini obatnya, biar Lo ga sakit lagi." Ucap Rean diiringi senyuman.

Tak ada respon dari Ara, gadis itu masih mematung. Rean tersenyum geli, lalu..

Cup

" Ini biar lo sadar." Sambung Rean saat bibirnya lepas dari pipi Ara. Dia terkekeh geli.

" Sebenarnya ada satu lagi ciuman."

"Tapi lo kayaknya masih ga sadar."

"Nanti engga menikmati momen 'itu' "

Ara menatap Rean tajam, tangannya terkepal keras.

"DASAR MESUM!" Kesal Ara dengan nada yang cukup keras.

Cup...
Satu detik, dua detik, tiga detik. Ini cukup lama dibanding yang dua tadi. Ara menutup matanya, berusaha merasakan cinta yang Rean berikan lewat ciuman itu.

Akhirnya Rean melepaskan bibirnya dari dahi Ara, jarak antar muka mereka sangat dekat, nafas masing masing sangat terasa.

"Ara pegang omongan Rean."

"Kalo Rean bakalan jemput Ara sebagai putri mahkota."

"Jangan buat Ara kecewa."

"Ara cuma mau hati Ara berlabuh di hati Rean." Ucap Ara Pelan.

Rean tersenyum manis. Dia mengeluarkan kotak berwarna navy.

"Lo pegang ini."

"Ini jaminan gue."

"Bukti kalo gue bakalan jemput lo."
Tangan Rean mengeluarkan perhiasan berupa kalung dengan bandul bulan, kecil namun sangat elegan.

"Bulan melambangkan bahwa barang ini milik keluarga gue."

"Sekarang gue mau kasih ini ke elo Ra." Jelas Rean, tangannya dia kalung kan dileher Ara, dia memasang kalung itu.

"Kalo lo gak kuat nunggu gue. Balikin."

"Ini kalung turun temurun. Hanya untuk cewek yang setia sama gue."

"Dan gue gak berharap lo balikin ini." Pinta Rean.

"Karena gue percaya lo cewek itu Ra."

Ara mengangguk, matanya memandang kalung yang telah terpasang sempurna di lehernya.

"Gue udah ngira ini bakalan cantik  kalo lo yang make." Ujar Rean.

Ara lagi lagi bersemu merah dengan ucapan Rean.

***

Malam yang kelam bagi gadis berambut ikal. Anne duduk di balkon kamarnya sembari beberapa kali keluar kalimat umpatan dari bibirnya yang mungil. Terkadang rambutnya pun ikut menjadi korban atas kekesalan Anne tempo hari. Saat dimana Niko mengancam Anne.

" Ara Ara Ara!"

"Apasih istimewanya lacur itu!" Cecar Anne.

Lacur, kata yang sempat menempel pada diri Ara, kata nya menjadi ciri khas Ara di masa lalu.
Dimasa Ara menginjak remaja, dimasa dia baru saja mengenal apa itu cinta. SMP kelas 8, tahun sekolah yang sangat sangat berat bagi Ara, sangat lama dan mencekam. Setahun penuh hanya tatapan kebencian, meremehkan, jijik yang ia terima tak ada satupun dari ratusan siswa-siswi disana yang mau menemaninya.

Vero, lelaki yang sempat singgah di hati Ara sebelum Rean, lelaki pertama bagi Ara, lelaki pertama pula yang membuat dia hancur berantakan. Mereka tak sempat mengikat janji untuk menjalin hubungan, Vero selalu enggan untuk menjalankan itu, kenapa? Wanita Vero sangat banyak, terlebih lagi dia kakak kelas hits. Pada saat itu wanita mana yang menolak di dekati oleh Vero, termasuk Ara yang baru saja mengenal cinta.

Ara sempat terbuai oleh tampang Vero yang begitu sempurna, terlebih lagi sikapnya yang dia berikan pertama kali adalah lelaki sopan. Sangat sempurna. Ara yang bodoh tertipu dengan itu semua. Diluar dugaan Vero ternyata hanyalah lelaki buruk, sangat buruk. Dia hanya menginginkan badan Ara!

Anne tersenyum sinis ketika mengingat kejadian itu. Kejadian dimana Ara sangat terluka. Kasusnya begitu menyebar di setiap sekolah.

"Kalo gue ungkit ni kasus gimana ya?" Gerutu Anne. Bibirnya tertarik keatas. Senyum yang sangat penuh arti.

***

Pagi ini Rean tengah bersiap memanaskan motor besarnya yang siap untuk menjemput Ara. Rean bersenandung kecil sembari tangannya kini mengelap elap bodi motor menggunakan lap.

"Yan sarapan dulu." Perintah wanita cantik di ambang pintu.
Rean menoleh, senyumnya terukir.

"Iya mi."

Rean segera meninggalkan aktivitasnya saat ini, dia berjalan ke arah meja makan, dan langsung menyantap sarapan sederhana buatan Maminya.

"Rean berangkat mi." Ujar Rean sembari menyalami Maminya.

Dahlia mengangkat kedua alisnya, tak biasanya Rean berangkat sepagi ini, apalagi semenjak putus dengan Ara.

"Masih pagi yan. Ini baru pukul 6 loh." Ujar Dahlia.

"Rean mau jemput Ara Mi."

Dahlia menganggut paham, dia mengijinkan anaknya berangkat.

Rean segera menjalankan motornya dan melesat pergi.

***

Gadis itu berdiri dibawah pohon mangga depan rumahnya, menunggu jemputan cinta datang. Ara  mengecek beberapa kali jam yang melingkar ditangannya. Kebiasaan Rean. Terlambat.
Mungkin kali ini Ara akan memakluminya lagi, jalanan pagi di ibu kota sangat sangat ramai oleh kendaraan bermotor.

Ara menoleh ke arah kanan setelah suara motor besar Rean terdengar , dia melambaikan tangannya.

"Lama banget sih." Keluh Ara, dia memajukan bibirnya.

"Baru sampe udah di protes." Keluh Rean balik.

"Ayo, dijalan macet." Ajak Rean, tangannya mengambil helm yang tergantung di stang motor.

Dengan sigap Ara langsung mengambilnya, dan menaiki motor itu.

Diperjalanan mereka tak buka suara, bukan karena lagi ada acara ngambek ngambekan. Rean lebih fokus menatap jalan, sementara Ara fokus pada perjalanan ini.

MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang