Pelangi

767 21 0
                                    

"Araa. Lo sinting!"

"Gila! Gila! Gila!"

"Ngapain sih lo nangisin tuh cowok brengsek!" Cecar Ara pada dirinya sendiri.

Ara yang tengah berbaring sambil mendendangkan kakinya ke udara terus terusan menghela berat. Dia masih mengingat kejadian tadi sore di rumah mantannya. Dia menangis seolah olah tak ingin kehilangan Rean.
Ara terus terusan bergidik saat dia mengingat Rean melihat dia menangis, tapi senyum Ara terukir saat dia mengingat Rean memeluknya.

Babeh yang sedari tadi mengajak makan malam pun tak Ara gubris, dia tak merasa lapar sekarang, yang ada dipikirannya hanyalah Rean Rean dan Rean.

**

Cuaca yang cukup buruk untuk menyambut pagi ini. Hujan yang begitu deras turun di kota Jakarta, begitu gelap karena mentari enggan untuk menyapa.

Pukul 5.30 tapi sosok yang masih tertidur itu nampaknya enggan untuk melaksanakan aktivitas, bagaimana tidak dikala hujan turun yang paling enak iyalah tidur berselimut, hangat.
Rean tak bergerak dari posisinya,  menyamping memeluk bantal guling gambar salah satu club' bola dunia. Dahlia yang sedari tadi mengetok pintu kamar nya pun tak digubris sama sekali oleh Rean.

Rean babii, sayang nya Araaa... Angkat gblk!!!

Sosok  yang bersembunyi dibalik selimut itu langsung terkaget mendengar nada dering yang selama ini  dia tunggu, Rean mengangkat telfonnya yang berdering, tertulis nama 'bae💔'.

"Yan." Sapa seorang perempuan dibalik telfon, Rean yang mendengarnya tersenyum merekah.

"Ya?" Tanyanya singkat.

"Gue minta, lo lupain yang kemaren."

"Jangan bahas masalah itu." Pinta seorang di sana, Andara Hussein.

"Bakal gue sebar!" Celetuk Rean.

"Gila lo, mau gue sebar juga kalo lo banci! Sama tarantula aja takut, cih!"

"Mau lo apa sih, jangan ngancem gue kaga takut!"

"Ngajak berantem lo?" Sewot Ara dibalik telfon. Rean tertawa renyah mendengar nya, Ara tak pernah berubah, dia tetaplah Ara, belahan jiwa Rean.

"Mau gue Lo jalan sama gue!" Ujar Rean.
Tak ada jawaban dari ujung sana, mungkin Ara sedang mematung kaku mendengar apa yang Rean ingin kan.

"Gue mau jalan sama lo. Dan Lo harus mau!" Jelas Rean sekali lagi.

"Lo.. lo"

"Lo gila, gue udah punya Niko. Dan lo punya si cabe!"

"Dasar Playboy cap kutil badak!" Cecar Ara.

"Yaudah, gue sebar ya. Masalah tarantula anak anak emang udah tau." Tutup Rean memutuskan panggilan itu, melemparkan handphone ke arah pojokan kamar, tepat di kursi, bukan karena baper dengan tolakan Ara barusan, tapi itu adalah salah satu trik agar Ara kembali ke pelukannya.

Dia melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya,pukul 5.40. dia beranjak dari kasurnya, menuju kamar mandi, meninggalkan suara panggilan handphone nya berdering.

**

Gadis itu kini tengah berlari lari di rintik hujan yang kini mulai mereda. Pakaian abu abunya mulai basah sedikit demi sedikit. Nafasnya terengah-engah dia berlari cukup jauh, karena kang angkot nya enggan mengantarkan.

"Sialan, tukang angkot punya dendam sama apa sih sama gue!" Cecarnya.
Sepatu putihnya kini mulai kotor terkena cipratan air yang menggenang, rambut yang tadinya terkucir rapi, kini angkurawut.

MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang