Seperti biasanya, ibukota selalu dipadati berbagai kendaraan terlebih lagi saat jam masuk kerja dan jam pulang. Asap kendaraan bermotor berhasil mengusir sejuknya udara pagi dan mulai memenuhi atmosfer bumi.
Motor Rean masih stak ditempat, tak bergerak satu senti pun dari tempat awal, pasalnya Ara tak mau Rean mengambil jalan sempit ditambah ada operasi zebra di depan. Sial, mungkin ini hari paling sial bagi Rean, di usianya yang kini 18 tahun belum memiliki surat ijin mengemudi. Mulutnya tak berhenti komat Kamit, mengucapkan berbagai macam mantra agar terbebas dari jeratan petugas kepolisian.
"Kamu lagi ngapain sih?" Tanya Ara yang mulai sadar akan tingkah Rean.
Tak ada jawaban dari Rean, lelaki itu masih sibuk dengan mantranya. Ara yang melihatnya melalui spion pun menggelengkan kepalanya heran.
Kemudian Ara mengangkat tangannya berusaha memeriksa arloji yang melingkar di tangannya, sudah pukul 6.55, lima menit lagi menuju jam masuk sekolah."REAN!" Panggil Ara dengan nada suara yang cukup kencang, sehingga menarik perhatian pengendara disisi kanan dan kirinya.
Rean menolehkan kepalanya, hanya sebagian wajah yang terlihat dari sudut pandang Ara.
Ara memajukan bibirnya, kemudian mengangkat tangannya dan menunjukan jarum jam yang kini semakin mendekati angka 7.
"Terus kenapa?" Tanya Rean, dia kembali menatap lurus dan mulai membacakan mantranya lagi.
"Iiiiishhhh." Geram Ara.
"Awww!" Pekik Rean saat cubitan kecil mendarat di perutnya. Kini matanya menatap sinis kearah Dea.
"Rean salah apa sih?" Ketusnya.
Dea membuang muka saat Rean kembali menatapnya.
"Sayangku kenapa?" Tanya Rean lagi.
"Kamu mau ada ujian?" Tanya Ara.
Rean menggeleng, pasalnya tak ada ujian hari ini.
"Emang kenapa?"
"Kok kamu komat Kamit kayak lagi ngapalin materi." Ketus Ara.
Rean tersenyum, tangannya mengelus elus helm yang dipakai Ara.
Tit.. tit..tit...
"Dek ayo maju jangan pacaran terus!" Protes salah satu pengendara yang geram akan tingkah remaja masa kini.
***
Seperti dugaan, mantra yang Rean bacakan sedari tadi tak berfungsi, tidak berkhasiat! Mantra yang diberikan Edo ternyata hanyalah kata kata biasa. Rean harus memintanya pada mbah dukun yang lebih jago!
Ara kini berdiri disamping motor Rean saat motor yang mereka tumpangi diberhentikan secara paksa oleh polisi. Rean mendengus kesal saat dia telah bernegosiasi dengan polisi.
"Kenapa?" Tanya Ara memastikan.
Tangannya merapikan rambut Rean yang kini kusut gara gara perlakuan Rean barusan.
Rean mengangkat bahunya dengan bibir yang melekuk ke bawah.
"Kena tilang?" Tebak Ara.
Rean mengangguk malas, kemudian lelaki itu kembali menghampiri polisi yang sedang menulis surat tilang.
"Pak please pak..."
"Saya kan mau sekolah nih, terus ini udah kesiangan."
"Kasian pacar saya pak." Melas Rean.
"Hukum tetap hukum, kalau adek melanggar peraturan wajib menanggung akibatnya." Jelas polisi tersebut.
Rean mendengus kesal, kembali menuju arah Ara yang cengengesan.
"Jangan diberantakin lagi ish!" Protes Ara saat Rean kembali mengacak acak rambutnya.
"Udah si kalo kena tilang, kan salah kamu ini." Jelas Ara.
"Tapi kan nanti proses kedepannya ribet." Keluh Rean.
"Nanti Ara anter ngurus ngurusnya ya." Ujar Ara dengan senyum terukir diwajahnya.
Rean tersenyum, tangannya mengacak acak rambut Ara.
"Hobi baru kamu ya?" Tanya Ara dengan nada suara kesal.
Rean menekuk kedua alisnya.
"Hobi ngacak ngacak rambut orang!" Ketus Ara .
"Kan orangnya spesial." Timpal Rean dengan nada usil.
Ara kembali mencubit perut Rean.
"Hobi baru kamu ya?" Tanya Rean yang kini menahan perihnya cubitan Ara.
"Apa?"
"Hobi nyubit perut orang." Ujar Rean diiringi cengengesan.
Ara menekuk alisnya tajam, membuat sorot mata menyeramkan, bagaikan angry bird.
"IIISSSH, NGIKUTIN AJA OMONGAN DEA!!" teriak Dea geram.
Rean cengengesan melihat wajah Dea yang kini memerah, banyak orang yang memperhatikan dua insan ini, termasuk bapak polisi yang sedang menulis surat tilang pun ikut geleng geleng melihat mereka.
***
Pukul setengah 8, Edo celingak-celinguk di daun pintu kelas, menunggu Rean yang belum menampakkan batang hidungnya, tak biasanya lelaki itu sampai telat begitu lama.
Edo kini memilih berjalan menuju ruang satpam, melihat siapa saja pelaku kesiangan yang kini berderet di depan tiang bendera depan.
Jalannya terhenti saat suara gadis memanggil namanya."DO!!" Teriak gadis tomboi.
Edo membalikan badannya, menghadap sang pelaku suara. Matanya menangkap Siska yang kini berlari kearahnya.
"Re.." ucap siska dengan nafas tersengal, dia kini menarik nafas panjang untuk kembali menstabilkan kecepatan nafasnya.
"Rean udah dateng?" Tanya Siska.
Edo menggeleng, dia kembali melanjutkan jalannya.
"Doo!"
"Lo mau kemana?" Tanya Siska.
"Pos satpam." Jawab Edo singkat.
Siska menundukan kepalnya, Edo berubah 180 derajat gara gara masalah semalam. Edo yang dulunya sangat ramah pada Siska kini berubah menjadi lelaki cuek.
"Gue ikut ya!" Pinta Siska yang kini berlari mengejar Edo, berusaha untuk mensejajarkan posisinya tepat di samping Edo.
Setibanya mereka di pos satpam, mata Edo membulat saat melihat penampakan yang sangat jarang terlihat. Rean kini tengan berdiri di depan tiang bendera dengan tangan menghormat, tak lupa dengan gadis mungil disampingnya, Ara.
"Si Rean tumben telat ya do." Ujar Siska kembali membuka komunikasi.
Edo mengangguk mengiyakan.
"Gue pamit, gue cuma mau liat si Rean udah sampe atau belum." Pamit Edo yang kini meninggalkan Siska berdiri sendiri disana.
Siska kembali menundukan kepalnya, merasakan rasa kecewa yang kini menghantam dadanya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN
Romance"Kalo masih sayang kenapa ninggalin, kan sayang sekarang udah jadi mantan" ~ Andrean. . . . . . . . . . . . . . . . . . Tinggalkan jejak yaa,karena kalian semangat neng buat lanjutin si 'Mantan' ini ^^