E05

450 61 2
                                    

Dahyun tetap ngotot untuk pergi kuliah, walaupun dirinya masih sakit, tapi ia ingin pergi kuliah dan hal itu membuat sang ibu membiarkan Dahyun pergi yang awalnya sudah melarangnya. Anak gadisnya ini keras kepala sekali.

Dahyun sampai di kampus. Pandangan semua orang yang ada di sana tampak prihatin kepada Dahyun. Tidak ada lagi cacian yang sering ia dengar setiap harinya. Bahkan saat ini ada seorang mahasiswi yang mendekatinya.

"Kau tidak apa-apa?"

"Aku sudah baikan." Balasnya sambil tersenyum.

Membuat mahasiswi tersebut ikut tersenyum lega mendengar jawaban Dahyun. Sedikit ngilu memang saat mendengar Dahyun di tusuk oleh Seulgi, beruntung gadis itu sudah di keluarkan dari kampus karena adegan kejam tersebut.

"Hati-hati, kami prihatin kepadamu dan maaf kami sering mencacimu."

"Terima kasih, tidak usah mempermasalahkannya, aku sudah memaafkan kalian."

Akhirnya, Dahyun bisa tersenyum lagi. Mereka sudah tidak memperlakukannya dengan buruk lagi setiap pagi lewat cacian dan rasa benci. Benar kata ibunya, jika kita membiarkan saja mereka akan tenang sendiri.

"Dahyun!"

Langkah Dahyun terhenti kala seseorang memanggilnya. Kemudian menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya.

DEG!

Astaga, kenapa tiba-tiba jantungnya berdetak kencang? Ada apa ini?

"Kenapa kau masuk kampus, bukannya harus istirahat?"

"Aku bosan di rumah, tidak mengerjakan apapun, lebih baik kuliah."

"Tapi, kau harus istirahat."

"Jim!"

Ya, dia adalah Jimin. Sahabat dekat Dahyun yang selalu mengkhawatirkannya. Jimin tampak menghela napas. Ia tampak meraih buka yang di pegang Dahyun.

"Kau jangan membawa yang berat dulu, biar aku yang bawa."

"Tapi..."

"Sssttt, menurutlah."

"Baiklah."

Jimin menggandeng tangan Dahyun dengan tangan yang bebas dari buku yang ia pegang. Membuat Dahyun kembali merasakan jantungnya berdebar kencang. Ada apa ini? 

Mereka sampai di kelas. Membantu Dahyun duduk karena operasinya masih belum kering. Jimin sampai rela pindah tempat untuk membantu Dahyun.

"Ck, kau ini sudah di bilang untuk istirahat, nurut."

"Aku sudah bilang kalau aku bosan di rumah."

"Kalau terjadi apa-apa denganmu, siapa yang repot!"

"Maaf, aku hanya tidak ingin ketinggalan jam kuliah."

Jimin kembali menghela napas. Tidak tega juga melihat Dahyun seperti ini karena kemarahannya. Walaupun tidak sepenuhnya marah. Ia jadi gemas sendiri melihat wajah Dahyun yang cemberut.

"Maaf, aku memarahimu, aku hanya khawatir."

"Tidak, seharusnya aku. Aku tidak menurut."

"Sudah, tidak usah di pikirkan." Ucap Jimin sambil mengelus kepala Dahyun.

Dahyun hanya mengangguk walau jantungnya kembali berpacu. Sebenarnya, ada apa dengan dirinya, kenapa jantungnya selalu berdebar jika berdekatan dengan Jimin? Dan ini adalah perdana bagi Dahyun.

Apakah ia mulai menerima perasaan Jimin? Entahlah.

*

*

I Want to You✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang