"Iya, aku pasti akan berhati-hati. Kau juga...tenang, Xavier aku akan baik-baik saja di sini...ok, have a safe flight and see you in a week. Bye, love you." Sambil melangkah memasuki bus, dia meletakkan ponselnya ke dalam saku.
Dia baru saja mendapat telfon dari Xavier kalau pagi ini dia harus berangkat ke Dubai untuk perjalanan bisnis selama seminggu. Sebenarnya dia sangat ingin mengantar pria itu sampai bandara, tapi sayangnya hari ini dia ada kuis dikelas pertamanya yang tidak bisa ditinggalkan.
Sedang duduk termenung sambil menatap keluar jendela, tiba-tiba ada seorang pria yang menghampirinya. "Iris Bellvania Nicholson?" Ucap pria itu sambil memastikan kalau wanita yang dipanggilnya memang yang memiliki nama itu.
Menoleh, Iris tampak mengernyit sesaat menatap pria itu. Tapi kemudian senyuman mulai mengembang ketika dia mengenali wajah pria itu. "Ansel James Harrison?"
"Ya, itu adalah namaku." Balas Ansel, membuat Iris terkekeh sambil menggeleng tidak percaya kalau dia akan bertemu teman semasa SMA nya di sini.
"Duduklah." Dan Iris mulai menggeser tubuhnya. "Apa yang kau lakukan di sini? Di New York? Aku dengar dari yang lain kau memilih untuk menetap di Manchester."
Ansel pun tampak sedikit terkekeh ketika mendengar setiap kalimat Iris. "Ya, aku memang menetap di Inggris. Dan aku ke sini karena ada urusan pekerjaan selama beberapa minggu ke depan."
"Jadi kau sudah mulai bekerja?" Tanya Iris yang merasa cukup terkejut.
"Ya, bekerja sambil kuliah. Aku memilih kuliah online jadi aku masih ada waktu untuk mencari uang." Jawabnya, membuat Iris menepuk bahu pria itu beberapa kali.
"Benar-benar, jiwa pekerja kerasmu tidak pernah hilang sejak dulu." Ucap Iris dan Ansel hanya tampak tersenyum.
"Dan kau, kenapa kau justru naik bus? Bukannya kau akan selalu diantar jemput dengan mobil oleh supir pribadimu?" Ucap Ansel, membuat Iris teringat akan masa SMA nya yang memang persis seperti yang dikatakan olehnya.
"Itu dulu, sekarang tidak lagi."
"Ohya, bagaimana dengan Anais? Apa dia masih terus menempel denganmu?" Tanya nya, membuat Iris terkekeh sambil mengangguk.
"Ya, dia masih terus bersama denganku. Kita satu kampus dan juga bekerja di tempat yang sama."
Lalu Ansel tampak menggeleng tidak percaya. "Wanita itu memang benar-benar. Kau tau, dia itu layaknya anak bebek yang selalu mengikuti induknya kemana-mana." Dan lagi-lagi perkataan Ansel itu membuat Iris terkekeh geli.
Kemudian ketika Iris mulai sadar kalau dia hampir sampai, dia pun mulai bersiap untuk turun. "Oh, aku hampir sampai. Kalau begitu sampai jumpa lagi, Ansel."
"Ya. Sampai jumpa, Iris." Ucap pria itu seraya mulai bangkit dari duduknya agar Iris bisa melangkah pergi. "Ohya, apa nomor ponselmu masih sama?" Tanya nya sebelum Iris melangkah semakin jauh.
"Ya, masih nomor yang sama."
"Ya sudah kalau begitu, bye." Ucapnya yang di balas senyuman oleh Iris. Setelah itu bus mulai berhenti di depan sebuah halte dan Iris pun melangkah turun.
Dari dalam bus yang perlahan kembali melaju, Ansel tampak masih memperhatikan wanita itu yang mulai berjalan dari halte dengan berbelok ke kanan. Walaupun bus semakin menjauh dia masih saja menoleh ke arah sana. Dan tanpa terasa senyuman sedikit mengembang di wajahnya.
**
Setelah pulang kuliah tepat pukul setengah tiga siang, Iris dan Anais segera bergegas pergi menuju restoran. Dan sesampainya mereka di sana ketika pukul 14.50 dengan segera mereka pergi menuju loker khusus karyawan wanita untuk mengganti pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault (Hendall)
RomanceBagi Xavier mencintai sosok Iris adalah suatu kesalahan terbesar dalam hidupnya. Tapi di sisi lain hal itu juga merupakan suatu hal yang paling membahagiakan baginya karena berkat wanita itulah dirinya bisa merasa seperti dihidupkan kembali. Karena...