17

146 18 1
                                    

Jam menunjukkan pukul sebelas siang dan Iris sudah selesai dengan kuliahnya hari ini. Tanpa menunggu Anais ataupun Xavier—yang memang Anais masih ada kelas sampai jam satu siang nanti, sementara Xavier yang biasanya juga akan meminta Iris untuk menghubunginya setelah selesai kelas, saat ini tidak bisa menjemputnya karena sedang ada pertemuan penting—dia segera bergegas melangkah menuju halte. Baru saja mendudukkan dirinya di bangku halte, ponsel yang ada di saku celananya bergetar. Mengambil benda itu dari dalam sana, ketika melihat nama Ansel tertera pada layar, Iris langsung menggeser tombol hijau lalu mengarahkan benda itu ke telinga.

"Halo, Iris apa kau punya waktu luang hari ini?" Tanya Ansel dari sebrang sana.

"Ya, kebetulan aku pulang cepat hari ini. Ada apa?" Balas Iris sambil balik bertanya.

"Bisa temui aku di Washington Square Park? Aku hanya ingin mengobrol sebentar sebelum kembali ke Inggris."

"Oh, iya iya. Aku akan segera ke sana." Balas Iris seraya bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya menjauhi halte.

"Baiklah, aku tunggu di sekitar Washington Square Arch."

"Ok." Dan setelah itu perbincangan mereka di telfon pun berakhir.

Iris dengan segera melangkah menuju Washington Square Park yang kebetulan tidak terlalu jauh dari kampusnya. Hanya butuh berjalan kaki selama lima menit, dan Iris pun sudah sampai di sana. Melangkah menuju sebuah monumen yang menjadi tujuan utama para turis maupun warga setempat jika sedang berkunjung ke taman ini, Iris mengedarkan pandangannya mencari-cari keberadaan Ansel ditengah cukup banyaknya pengunjung yang ada di sana. Ansel yang sedang mendudukkan dirinya di dekat air mancur melihat keberadaan Iris, lalu dia memilih untuk menghubungi wanita itu.

"Halo Ansel, aku sudah sampai. Kau ada di mana?" Tanya Iris sambil masih terus mengedarkan pandangannya.

"Aku ada di dekat air mancur. Aku bisa melihatmu dari sini. Kau bisa melihatku?" Ucapnya dengan ponsel yang dia tempelkan ke telinga sambil sebelah tangannya melambai-lambai ke arah Iris.

Iris yang mulai melihat itu kontan tersenyum miring dan bergegas melangkah menghampirinya. Sampai di hadapan Ansel, dia mulai mendudukkan dirinya di ruang kosong yang memang Ansel sediakan untuk dirinya.

"Maaf membuatmu sedikit kesulitan tadi." Ucap Ansel.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu minta maaf." Balas Iris sambil tersenyum. "Jadi kau mau kembali lagi ke Inggris hari ini?" Tanya Iris kemudian, dan Ansel pun mengangguk.

"Ya, malam ini aku berangkat."

Iris menghembuskan nafasnya sesaat. "Sayang sekali, padahal kita belum banyak menghabiskan waktu bersama. Begitupun dengan Anais. Asal kau tau, dia itu sangat ingin menghabiskan waktunya bersama denganmu." Kata Iris, membuat Ansel sedikit terkekeh.

"Lalu, di mana dia sekarang? Kenapa dia tidak menempel denganmu?"

"Dia masih ada kelas, jadi tidak bisa ikut." Balasnya, dan Ansel tampak mengangguk-anggukkan kepalanya.

Lalu terdapat jeda di antara mereka. Saling terdiam, mereka berdua hanya menatap lurus ke arah monumen yang berada beberapa puluh meter di depan mereka.

Mengalihkan pandangannya, Ansel mulai kembali menatap wajah Iris dari samping, memindai setiap inci wajah wanita itu dari mulai kening, mata, hidung, pipi, yang kemudian berhenti di bibirnya.

Iris yang mulai menyadari kalau Ansel sedang memandanginya, dengan begitu menoleh ke arah pria itu. "Ansel...? Ada apa?" Tanya nya, dengan nada bingung. Yang ditanya hanya terdiam dengan pandanganya yang terus saja menatap antara mata Iris dan bibir ranum wanita itu. "Ansel?" Panggil Iris sekali lagi. Dan didetik berikutnya tanpa diduga Ansel langsung menanamkan ciuman pada bibir Iris. Dan hal itu sukses membuat Iris membulatkan kedua matanya, serta entah kenapa tubuhnya jadi tidak bisa bereaksi apapun. Dia tidak ingin membalas tapi juga tidak ingin menyingkirkannya.

The Fault (Hendall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang