"Iris, ayo." Ajak Anais yang saat ini sedang berdiri di ambang pintu kelas di mana Iris baru saja menyelesaikan mata kuliahnya.
"Ok, tunggu sebentar." Balas Iris sambil memasukan binder dan juga pulpen ke dalam tasnya. Setelah itu dengan segera dia melangkah menghampiri Anais.
Ketika mereka berdua sedang berdiri menunggu lift, tiba-tiba ada seorang mahasiswa pria datang menghampiri. "Iris?" Panggil pria itu, membuat Iris dengan segera menoleh.
"Oh hey, Dalton. Ada apa?"
"Mr. Alexander memintamu untuk menemuinya di kantornya."
"Ada urusan apa?"
Dalton pun mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Tadi aku baru saja dari kantornya untuk mengumpulkan tugas, lalu tiba-tiba dia langsung memintaku untuk memanggilmu."
"Ya sudah. Terima kasih Dalton." Balas Iris, dan kemudian Dalton pun beranjak pergi dari hadapan mereka berdua. "Jadi, kau mau tetap berangkat ke restoran bersamaku atau kau mau duluan saja?" Tanya Iris kemudian kepada Anais.
Anais tampak berpikir sesaat. "Hmm...aku akan menunggumu saja. Lagipula, kita masih punya banyak waktu."
Iris mengangguk. "Kalau begitu kita lewat tangga saja. Kita hanya perlu turun satu lantai." Dengan begitu mereka berdua melangkah pergi menuju anak tangga.
Sampai di lantai tiga, Iris dengan segera melangkah menuju ruangan Mr. Alexander. Sedangkan Anais memilih untuk menunggu di bench yang tidak jauh dari tangga.
Mengetuk pintu beberapa kali, setelah mendengar suara dari dalam yang mempersilahkannya masuk, Iris dengan segera membuka pintu itu.
"Sir, anda memanggil saya." Ucapnya, masih berdiri di ambang pintu. Lalu dia terdiam sesaat ketika melihat ada seseorang yang duduk di salah satu bangku di depan meja Mr. Alexander.
"Oh iya, Iris, silahkan masuk." Dan Iris pun melangkah masuk.
Ketika Iris mulai melangkah masuk dan sedang menuntup pintu, tiba-tiba pria itu berbicara yang mana cukup membuat Iris tertegun ketika mendengar suara yang cukup dia kenal.
"Kalau begitu Anton, aku pergi dulu."
"Oh baiklah. Dan Xavier, ingat hari Sabtu ini." Benar dugaanku.
"Iya, akan aku usahakan." Balas Xavier yang kemudian mulai beranjak menuju pintu.
Iris yang masih berada di dekat pintu entah kenapa masih belum berani membalik tubuhnya. Dia seperti ini karena secara tiba-tiba dia merasa gugup jika harus berhadapan dengan Xavier. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menyapanya?
"Ehemm..." Xavier pun berdehem yang kontan membuat Iris membalik tubuhnya. "Permisi. Bisa aku lewat?" Tanya nya datar.
Iris mengernyit sesaat ketika dia tidak melihat senyuman yang biasanya Xavier berikan kepadanya. "Oh, i-iya tentu saja. Maaf." Dengan begitu Iris menyingkir lalu melangkah menuju Mr. Alexander. Kenapa sikapnya tidak seperti biasa? Iris mulai bertanya-tanya di dalam hatinya.
Xavier yang sudah membuka pintu dan sudah melangkah keluar tampak terdiam sesaat sambil menatap sosok Iris yang sedang duduk memunggunginya. Lupakan dia, Xavier. Dengan menghela nafasnya panjang akhirnya dia menutup pintu itu dan melangkah pergi.
**
Di dalam bus, dalam perjalanan menuju restoran, Iris masih saja memikirkan kenapa sikap Xavier berbeda dari beberapa hari yang lalu. Sikap Xavier yang seakan tidak pernah mengenalinya membuat Iris merasa khawatir tanpa sebab yang jelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault (Hendall)
RomanceBagi Xavier mencintai sosok Iris adalah suatu kesalahan terbesar dalam hidupnya. Tapi di sisi lain hal itu juga merupakan suatu hal yang paling membahagiakan baginya karena berkat wanita itulah dirinya bisa merasa seperti dihidupkan kembali. Karena...