Bagian 7

13.9K 693 4
                                    

"Dia tidak gila. Hanya mengalami semacam stress berat yang membuat dia bertingkah sedikit aneh. Anaknya akan membawanya ke dokter kejiwaan besok lusa. " Kata Nabila.

"Kamu tahu darimana?"

"Dari Anaknya langsung. Aku bertanya kepada anaknya. Dia memintaku untuk mendoakan Sekar Mirah setelah itu. Mungkin karena orang-orang disini sudah terlalu banyak yang tidak suka kepada Sekar Mirah, Anaknya memintaku untuk mendoakan dia."

Kirana terdiam. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Jadi intinya, sekarang mereka orang baik-baik dong."

"Kalau Anaknya memang dari dulu baik-baik. Dia bercerita kepadaku bahwa dia pernah mencoba membuang bambu itu. Namun ketahuan oleh Sekar Mirah. Dia bahkan sudah beberapa kali memperingatkan Sekar Mirah bahwa kepercayaan itu akan menyesatkannya. "

Kirana mendengarkan Nabila. Tidak lama kemudian, datang seorang laki-laki di hadapan mereka. "Kalian ngapain disini? Udah waktunya masuk ke kelas. Bu Maya sudah menunggu."

"Mampus kita, Ki!"

Kirana dan Nabila pun bergegas menuju ke kelas. Sebelum Bu Maya semakin lama menunggu. Biasanya Bu Maya akan mengajukan banyak pertanyaan jika murid-murid nya terlambat. Dalam hal apapun. Dan jenis terlambat seperti apa saja.

Bu Maya adalah seorang guru ekonomi. Dia cukup disiplin. Diantara guru ekonomi yang lain, Bu Maya adalah guru tertua yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan.

Kirana dan Nabila tiba-tiba saja berhenti di depan pintu kelas. Mereka takut untuk masuk. Di belakang mereka, Laki laki itu menyusul. Dan bertanya kepada Kirana. "Kok berhenti? Takut dihukum?" Tanya Andri. Teman sekelasnya. Ya, Laki-laki yang menghampiri Kirana dan Nabila tadi.

"Kamu aja dulu yang masuk ke kelas. Nanti aku nyusul di belakang kamu. Nabila sih, gak mau disuruh masuk duluan."

"Kok aku?"

Kirana mengkedip-kedipkan matanya. Memberi isyarat kepada Nabila untuk tidak memulai perdebatan. Sementara Andri menggeleng-gelengkan kepalanya dan masuk ke kelas mendahului Kirana dan Nabila yang masih saling menatap satu sama lain.

"Nanti kalau kita disuruh maju ke depan, jangan salahin aku ya? Kan kamu yang banyak tanya tadi. Makanya kita terlambat masuk kelas."

"Iya, tenang aja, hukumannya gak akan lebih buruk dari terlambat datang ke sekolah kok. Kita cuma kelamaan istirahat aja."

Nabila meringis. "Ya udah yuk, masuk. Tapi bareng."

Dan konyolnya, mereka melangkah kan kaki mereka secara bersamaan. Murid lainnya pun menertawakan mereka. Bu Maya menghampiri mereka, dan menatap tajam ke arah wajah Kirana dan Nabila.

Kirana dan Nabila menelan ludah. Mereka sangat ketakutan. Kondisinya begitu menegangkan bagi mereka berdua. Berdiri di depan kelas dan bersiap-siap untuk dihukum bukan sesuatu yang lucu.

Tatapan Bu Maya yang melihat mereka berdua dari atas sampai ke bawah membuat mereka menjadi kaku. Seluruh kelas menyaksikan hal itu. "kamu kalau istirahat biasanya ngapain aja?"

"Siapa Bu?" Tanya Kirana.

"Ya,Kamu! Masa si Andri." Bentak Bu Maya.

"Cuma makan kok bu. Habis itu ngobrol sebentar sama Nabila. Tapi tadi kami tidak sengaja terlambat masuk Bu. Kami terlalu sibuk mengobrol. Memang kami bersalah."

"Ibu sangat tidak suka dengan orang yang sering terlambat. Walaupun ini pertama kalinya untuk kalian. Sekarang, kalian sapu kelas ini, sampai bersih. Setelah itu, bersihkan papan tulisnya."

Didalam hati Kirana merasa lega. Untung saja Bu Maya tidak memberi Skors kepadanya.

Nabila mengambil sapu dan mulai melaksanakan perintah Bu Maya. Begitu juga dengan Kirana. Akhirnya, pelajaran pun dimulai. Para murid mengeluarkan buku pelajaran mereka masing-masing.

Hari itu, tepat setelah Kirana dan Nabila dihukum oleh guru ekonomi nya, tibalah masanya pelaksanaan ulangan harian. Dan Kirana belum belajar sama sekali. Dia benar-benar tidak tahu tentang hal ini.

"Bismillahirrahmanirrahim. Pasti bisa."

Seluruh murid mengerjakan ulangan harian tersebut dengan tenang. Suasana begitu sunyi dan disiplin. Tidak ada murid yang berbicara dengan temannya.

Bu Maya duduk di mejanya dan mengawasi para murid.

Sekian lama kemudian, ulangan harian itu pun selesai. Kirana mengusap wajahnya dan menghela nafas. Sebenarnya dia meragukan hasil ulangan itu.

PRING PETHUK (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang