Bagian 8

13.2K 658 16
                                    

Lusa itu tiba. Sekar Mirah akhirnya dibawa ke rumah sakit khusus kejiwaan. Anaknya membawanya menuju ke sana menggunakan sebuah mobil sedan berwarna hitam.

Sebenarnya Nabila ingin mengajak Kirana untuk ikut bersama anak Sekar Mirah ke rumah sakit itu. Namun keadaan sepertinya kurang mendukung. Terkesan tidak sopan jika mengajak Kirana saat itu juga.

Di sisi lain, Dimas bertemu dengan seorang pengusaha tekstil di kota. "Kalau me mang bapak menyetujui kerjasama ini, kita bisa mendiskusikan kembali tentang keuntungannya nanti."

"Saya pikirkan dahulu. Jujur, ini semua terlalu mendadak untuk saya. Apalagi, toko tekstil Bapak Dimas, kan masih baru. Jadi, bagi perusahaan sebesar kami, hal itu sedikit beresiko." Kata Pak Dharmo. Pemilik perusahaan besar tersebut.

"Saya sangat paham dengan posisi Bapak. Namun, bilamana Bapak setuju, silahkan hubungi nomor saya." Ucap Dimas sambil memberikan selembar kertas putih yang berisi nomor hp nya.

"Ibu berada dimana?" Tanya Sekar Mirah kepada anaknya setelah tiba di rumah sakit jiwa. Anaknya tiba-tiba menangis. Tak kuasa menahan air mata. Ia tidak pernah sangka-sangka, ibunya yang membesarkan dia selama ini, harus  dibawanya ke tempat itu.

"Ini demi kebaikan ibu. Aku berjanji, ibu tidak akan lama-lama disini."

Sekar Mirah terlihat sangat bingung. Dengan kondisi sekitar. Dia sedikit ketakutan melihat perilaku pasien lain. Karena memang pada faktanya, Sekar Mirah masih waras. Hanya terlalu banyak beban di pikirannya yang membuat kesan gila pada dirinya.  Orang-orang desa Warujati banyak yang tidak menyukai nya.

"Tenang saja pak, saya juga mempunyai modal yang cukup besar atas toko tekstil baru itu. Saya juga merencanakan bahwa akan diadakan obral besar-besaran untuk pembukaan toko selama satu Minggu. Obral ini akan memakai sisa modal toko yang lebih." Kata Dimas menerangkan kepada Pak Dharmo.

Pak Dharmo terdiam sejenak. Dia memainkan bolpoint yang dia bawa. Sesekali kepalanya mengangguk dan berdehem.

"Kita akan coba kerja sama ini pak."

Dimas tersontak kaget bercampur bahagia. Akhirnya dia bisa berkerja sama dengan seorang pemilik perusahaan tekstil besar yang sukses dan profesional.

"Terimakasih pak. Besok saya kabari kesiapannya. Saya juga sudah memiliki beberapa pekerja walaupun tidak banyak. Saya yakin mereka akan senang atas kabar gembira ini. "

Pak Dharmo mengangguk. Dia tersenyum. Dan beberapa saat kemudian akhirnya Dimas menyudahi pertemuan itu. Mereka berjabat tangan. Tanda kerja sama memang benar benar berlaku.

Sekar Mirah pun dibawa masuk ke dalam rumah sakit itu. Namun, tiba-tiba saja dia memberontak. Mungkin dia takut melihat keadaan sekitar nya yang terlalu ramai dengan suara pasien lain.

Bahkan, anaknya sampai menelepon orang dari desa. Maka Nabila lah yang ditelepon. Dia satu-satunya orang yang peduli dengan masalah Sekar Mirah. Alhasil, Kirana ikut bersamanya.

Setelah sampai, Nabila mencoba memegang tangan Sekar Mirah dan menenangkannya. Nabila menuntunnya ke sebuah bangku.

"Tidak apa-apa. Anda tidak akan lama disini. Kita hanya periksa saja. Setelah ini kita ke desa. Dan bersama lagi. Semua akan baik-baik saja. Tenanglah." Kata Nabila.

Kirana hanya mengigit jarinya. Ia ketakutan. Beberapa saat setelah itu, seorang pasien lewat di depannya bersama seorang dokter. "Ada monster hitam di belakangmu! Dia sangat tinggi. Tubuhnya seperti pohon bambu!" Kata pasien itu. Yang adalah seorang penderita kejiwaan. Orang gila.

Tentu saja Kirana mengabaikan. Toh juga hanya perkataan orang gila. Namun sebenarnya, makhluk itu memang benar benar ada di dekat Kirana.

"Ibu ini hanya perlu obat pak." Kata dokter kepada anaknya Sekar Mirah.

Dia mengelus dada. Bersyukur, gangguan kejiwaan yang dialami ibunya tidak perlu tindakan yang berlebihan.




PRING PETHUK (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang