3 Tahun kemudian..
Adinda menyelesaikan karya terbarunya dan pindah ke sebuah rumah besar di kota. Dia mengajak Kakek dan Nenek juga kesana. Kehidupan mereka berjalan dengan normal.
Bahkan Galih sudah bisa bermain sendiri dan berbicara dengan sangat lancar. Dia sudah besar.
Kirana melanjutkan pendidikan ke sebuah universitas negeri di pusat kota. "Bu, Kirana berangkat dulu, ya. Oh iya, Galih sudah makan. Aku menyuapinya tadi. Nenek dan Kakek juga sudah sarapan."
"Kirana sekarang sudah besar ya, sudah dewasa dan bisa menjaga keluarga. Ibu bangga sekali mempunyai putri sepertimu, Nak. Doa ibu akan selalu ada bersamamu di setiap hari kamu berangkat ke kampus. Yang semangat, dan tetap berbakti kepada keluarga. Terutama ibu."
"Akan Kirana ingat selalu, Bu. Ibu berjuang menyelamatkan Kirana pada saat itu. Kirana akan belajar banyak dari situasi tersebut."
Kirana mencium tangan Adinda. Kemudian menghampiri Kakek dan Nenek untuk berpamitan.
Sesampainya di kampus, dia menyempatkan untuk menulis catatan di buku tipisnya yang selalu dia bawa sejak Dimas tidak ada.
"Aku belajar banyak hal dari kejadian-kejadian di dalam hidupku. Bahwa segala sesuatu yang dikerjakan manusia akan membawa dampak yang sama dengan perbuatan yang mereka lakukan tersebut. Dan setan tidak pernah setia kepada siapapun. Sekalipun makhluk itu masih belum benar-benar diusir, dan dikembalikan di tempatnya, tapi keimanan akan mendekatkan diri kita kepada Allah dan menjauhkan kita dari perilaku keji setan. Ibu adalah seorang penulis yang hebat bagiku. Apalagi setelah Bapak tidak ada. Beliau semakin rajin membuat naskah dan menciptakan karya-karya barunya. Sekarang, aku bisa kuliah disini, adalah hasil kerja keras ibu dalam kepenulisannya. Serta usahanya dagang kecil-kecilan dirumah yang membantu mencukupi kebutuhan kita sekeluarga. Terimakasih Ya Allah. Kau berikan nikmat yang banyak kepadaku sekeluarga." Tulis Kirana.
Kelas dimulai. Kirana menjalani semua dengan lancar. Hingga tiba saatnya pulang kerumah, ia mengajak temannya menginap disana.
"Bu, Ratna biar menginap disini ya, malam ini?"
"Boleh. Dengan senang hati ibu menerima Ratna untuk menginap disini."
"Terimakasih banyak, Tante." Kata Ratna.
Di kamarnya, Kirana dan Ratna berbincang-bincang tentang masa kecil mereka masing-masing. Kirana juga bercerita tentang rumahnya di desa Warujati.
"Oh ya? Rumah itu laku dijual ?! Dan bagaimana dengan makhluk yang kau ceritakan itu? Apa dia sudah diusir?"
"Belum. Jujur saja, Aku kadang juga merasa cemas kepada pemilik baru rumah itu. Aku hanya mengkhawatirkan mereka saja. Tapi aku berharap mereka baik-baik saja dan bahagia tinggal disana."
"Sudah, jangan ceritakan itu lagi ah. Aku mau ke dapur dulu ya, aku gak lama-lama, kok. Cuma ambil air putih aja." Pamit Ratna.
"Mau ke dapur aja pakai pamit segala."
"Lah, nanti kamu takut kalau lama-lama dikamar sendirian. Kan lebih enak aja lagipula kalau aku ijin dulu sama kamu."
"Iya-iya. Aku tunggu nih. Jangan dilama-lamain ya. Soalnya, habis ini aku mau ajakin kamu nonton film di tv."
"Film apa Na? Wahh.. jadi mau cepet-cepet deh. Yaudah aku langsung ke dapur aja. Filmnya jangan dimulai dulu sebelum aku datang. Nanti ketinggalan alur ceritanya." Kata Ratna.
"Udah sana."
Setelah mengambil air putih di dapur, Ratna segera kembali lagi ke kamar Kirana. Mereka menonton film bersama-sama. Hingga sekitar jam 12 malam mereka baru tertidur.
Kehidupan Kirana baik-baik saja semenjak pergi dari rumah itu. Dan semua orang terdekatnya bahagia bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRING PETHUK (TAMAT)
TerrorSebuah keluarga mendapati keanehan ketika tiba di sebuah rumah yang baru saja mereka tinggali. Desas-desus pembicaraan warga desa mengenai benda yang bernama PRING PETHUK membuat mereka heran. mereka bersikeras untuk tidak mempercayai apa yang dikat...