Teror!

11.4K 597 9
                                    

"Aaaarrgh!"

Suara teriakan Kirana akhirnya didengar oleh keluarganya. Adinda keluar dari kamar dan menghampiri putrinya. Dia terkejut ketika melihat Kirana dalam kondisi tidak sadarkan diri. Dan parahnya, mulut Kirana menganga dan berwarna biru. Darah yang keluar perlahan dari mulut Kirana, membuat Adinxda histeris dan semakin panik.

Suara tulang Kirana tiba-tiba berbunyi. Kirana menutup mulutnya. Adinda menghembuskan nafas lega. "Kamu kenapa, Nak?," Tanyanya.

"Sakit Bu."

"Apa yang terjadi kepadamu?"

"Entahlah. Aku rasa aku butuh istirahat. Untuk saat ini benar-benar sulit bagiku menjelaskan apa yang terjadi, Bu."

Adinda meninggalkan Kirana sendiri. Tak lama kemudian Dimas datang.

"Apa yang dilakukannya, Kirana? Kamu baik-baik saja kan?"

"Kenapa Bapak bertanya seperti itu? Bagaimana Bapak tahu kalau aku diserang sesuatu? Aku tidak pernah bercerita semenjak ibu menolong ku tadi. Apalagi kepada Bapak," Kata Kirana sedikit keheranan dengan pertanyaan Dimas.

"Sebenarnya Bapak melihat sesuatu itu tadi. Kamu harus berhati-hati. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa memang ada yang tidak beres di rumah ini. Harusnya, Bapak mengetahuinya dari dulu. Kalau terus dibiarkan bisa mencelakai lebih banyak orang."

"Aku tahu makhluk apa itu. Dia adalah Wong Pring. Begitulah warga desa Warujati menyebutnya. Wujudnya seperti bambu. Bambu panjang tapi membentuk tubuh manusia. Punya tangan punya mata, hidung. Layaknya manusia. Tubuhnya hitam. Semua orang takut dengan makhluk itu. Biasanya kalau malam, ada beberapa yang bercerita kalau Wong Pring suka duduk di teras rumah seseorang."

"Entahlah. Bapak tidak mau mendalami pengetahuan tentang hal-hal seperti itu. Selain tidak bermanfaat, justru akan menimbulkan ketakutan di diri Bapak."

Kirana menggeleng. "Tapi dia sudah berani menyentuhku, pak. Dia melukaiku. Aku khawatir kalau sampai dia mencelakai ku. Aalagi mencari tumbal. Dampaknya akan berpengaruh tidak hanya kepada beberapa orang, Namun warga desa Warujati. Lama-lama aku jadi berpikir alangkah baiknya kita meninggalkan desa ini," Sahut Kirana.

"Tidak baik berpikir sejauh itu hanya karena dugaan. Kamu harus memperbanyak beribadah. Makhluk seperti itu tidak suka kalau ada orang yang rajin beribadah. Dia akan terhalangi dan kamu otomatis aman. Berpikir yang tidak-tidak hanya akan membuat pikiran tidak nyaman, Nak. Kamu tidak bisa membiarkan itu ada dipikiran kamu terlalu lama."

"Aku tetap akan mencari solusi untuk ini, Pak!"

"Kamu istirahat saja. Bapak buatkan teh hangat ya. Tunggu disini. Jangan takut. Bapak segera kembali lagi."

Disisi lain, Nabila berada di kamar mandi. Hendak cuci muka. Tepat di saat dia mencuci mukanya, di depan cermin, terlihat sebuah siluet manusia tinggi kurus.  Siluet itu berada di belakang Nabila. Berpikir positif, Nabila memutuskan untuk mengabaikan hal tersebut.

Namun beberapa waktu kemudian, Siluet itu kian membesar. Ada sesuatu menggerayapi tubuh Nabila. Dia sungguh ketakutan. Tubuhnya gemetaran. Nafasnya tercekat.

"Pyar!" Bunyi cermin pecah. Serpihan kaca-kaca dari cermin tersebut melukai mata Nabila. Matanya berdarah-darah. Dia mengerang kesakitan. Tulang tangannya seperti dipatahkan.

Wajah Nabila membiru, sementara sekujur tubuhnya berlumuran darah. Tak lama setelah itu, Wong Pring datang secara nyata diatas tubuh Nabila. Duduk di perut nya, dan menekan perut Nabila.

Dia yang tidak berdaya, yang menghembuskan nafas dengan sangat sulit, mencoba untuk bersuara. Alhasil, hanya sayup-sayup suara kesakitan yang bisa didengar.

Suara sesak nafasnya, menghirup dan menghembuskan udara dengan pelan, perlahan hilang. Denyut jantungnya berhenti. Kini, Nabila benar-benar tidak hidup lagi.

Kematian Nabila belum diketahui siapapun semenjak terjadi.

Tepatnya disebuah kamar mandi.

PRING PETHUK (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang