Keesokan paginya, ketika angin berhembus pelan, dan matahari bersinar terik menembus celah-celah ventilasi rumah, Kirana baru terbangun dari tidurnya.
Tidur yang penuh dengan kegelisahan. Dia masih keheranan dengan sikap Dimas kemarin. Kirana merasa ada sesuatu hal tidak baik terjadi kepada keluarganya. Walaupun memang masalahnya sedikit sepele, Namun tidak biasanya Dimas bersikap seperti itu menurut sepengetahuannya.
Kemudian dia pergi untuk mandi, dan berangkat ke sekolah, sebelum tepat pukul setengah tujuh pagi. kebetulan Kirana masih sempat untuk bertemu ibunya dan bersalaman walaupun hampir saja lupa. Dia mencium tangan Adinda sambil berpamitan.
"Ibu, pulang sekolah nanti aku akan bicara kepada ibu. Aku pergi dulu ya, Bu."
Sampailah Kirana di sekolahnya. Satu hal tiba-tiba muncul di kepalanya. Dia teringat sesuatu. Pertemuan dengan Sekar Mirah saat baru pertama kali tinggal di desa Warujati membuat dia memikirkan banyak pertanyaan.
Pertanyaan yang muncul dengan sendirinya bagaikan semut mengerubungi gula. Yaitu rambut Sekar Mirah yang terlihat seperti habis dipotong menggunakan pisau. Pertemuan itu sebenarnya bukan yang pertama kalinya sejak ia berada di Warujati. Namun, Kirana ingat betul bahwa Sekar Mirah saat itu tampak bagai perempuan yang habis disakiti.
"Satu-satunya orang yang pantas dicurigai adalah Renaldhi. Jangan-jangan dia yang memotong rambut ibunya menggunakan pisau. Ritual perjanjian dengan Wong Pring itu, pasti ada hubungannya dengan potongan rambut Sekar Mirah. Aku yakin, dengan aku menyekap Renaldhi malam ini, aku akan tahu semuanya."
Pintu kelas terbuka, seorang guru masuk. Sepertinya dia guru baru. Dia menggunakan sebuah jas hitam, berkacamata, cantik, dan terlihat berkharisma.
"Baiklah anak-anak, khusus hari ini kita akan mempelajari tentang ilmu kesastra'an. Kita mulai dari sekarang sampai dua jam kedepan. Ibu harap kalian bisa memperhatikan penjelasan ibu dan tidak mengobrol dengan teman sebangku kalian. Kasian murid lain yang mau mendengarkan. Jangan sampai kalian mengganggu kegiatan KBM," Kata Bu Suci, Guru kesastra'an baru di sekolah itu.
"Tidak mau memperkenalkan diri dulu, Bu?" Tanya Alan. Murid laki-laki yang duduk di bangku paling ujung.
"Maaf, ibu tidak bisa mendengarmu. Bisa lebih keras bicaranya?"
"Apa ibu tidak mau memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada kita?"
"Oh iya. Ibu lupa. Nama ibu Suciella Indriyani Maryato, Ibu tinggal di desa Warujati. Pasti banyak dari kalian yang berasal dari sana, kan? Ngomong-ngomong ibu baru saja pindah kesana."
Pada hari itu, Kirana terus murung. Pikirannya kacau tidak karuan. Bahkan ia mendapat hukuman dari guru karena tidak mendengarkan penjelasan guru. Kirana melamun sepanjang pelajaran.
Di sisi lain, Seseorang melakukan ritual dirumah Kirana. Orang itu berjaket hitam dan bertopeng. Dia meletakkan Pring pethuk dihadapannya sambil merapal mantra. Bunga mawar merah dan mawar putih yang terletak di mangkuk kecilnya terlihat masih segar.
Beberapa saat kemudian, Wong Pring datang. Makhluk itu seperti menyedot sesuatu yang tidak terlihat.
Sore pun tiba. Kirana akhirnya pulang kembali ke rumah. Dia membuka pintu. Tapi tiba-tiba dia mencium bau dupa yang tidak terlalu menyengat.
Kirana mencari asal bau itu. Dia memasuki satu persatu ruangan tapi tidak ketemu juga. Hingga ia bertemu dengan sebuah gudang kecil di ujung rumah yang tertutup semak-semak belukar.
Karena rasa penasaran yang besar, Kirana bersikeras untuk tetap menghampiri bau itu. Dan ya. Baunya memang srmakin menyengat ketika Kirana sampai disana. Sekarang Kirana bisa merasakan bau amis darah dari luar gudang itu.
Dengan perasaan yang berdebar-debar, Kirana membuka pintu gudang sambil berdoa. Ia ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRING PETHUK (TAMAT)
HorrorSebuah keluarga mendapati keanehan ketika tiba di sebuah rumah yang baru saja mereka tinggali. Desas-desus pembicaraan warga desa mengenai benda yang bernama PRING PETHUK membuat mereka heran. mereka bersikeras untuk tidak mempercayai apa yang dikat...