9. Perfect Couple (Revisi)

7.2K 526 6
                                    

Kania Farzana

Semenjak kedatanganku dirumah ini dari kemaren shubuh, nyaris aku terjaga selama 24 jam. Mendekam di kamar Ashila buat nenangin dia dan ga bisa kemana mana. Aku inget, saat pertama kali aku menginjakkan kaki dirumah ini buat melayat dan memberikan penghormatan terakhir buat paman Shahid, Tomi tiba-tiba manggil manggil aku dengan suara kenceng dan ekspresi yang panik karena butuh bantuan. Ashila si bungsu, udah pingsan diatas ranjang karena shock. Aku berhasil bangunin Ashila setengah jam kemudian.
Berharap biar dia bisa tenang, aku ngeluarin berbagai macam bujukan yang bisa kuucapin. Tapi nyatanya, usahaku ga berpengaruh banyak. Ashila cuma terduduk di ranjang, menangis, dan ga berbuat apa apa. Terus pingsan lagi. Gitu terus. Bahkan saat jenazah paman Shahid mau dikubur pun, Ashila pingsan lagi disamping pusara. Dan sampai saat ini belum sadar, berjam jam lamanya.

"Ashila... ayo bangun yuuk. Kakak mohon. Please". Aku menepuk nepuk pipinya dengan pelan. Aku mencoba memancing dengan bau minyak yang menyengat pun, Ashila masih belum mau bangun juga.

"Ashila... ayo bangun sayang. Ga baik kamu biarin tubuhmu kayak gini, dek". Dengan terpaksa, aku mencubit cubit kakinya biar syaraf di otaknya nerima respon.

"Ashila!!"

"Ashila, ayo bangun dek". Aku memanggilnya kembali sambil mengeraskan cubitanku di kakinya.

And that's worked. Perlahan, kedua bola matanya terbuka. Lalu beberapa kali mengerjap menyesuaikan pandangan.

"Hai!! Ashila... yuk bangun yuk. Adek ada yang sakit ga?" Sapaku dengan nada penuh sayang, yang dijawab Ashila dengan gelengan kepalanya. Karena aku tahu, Ashila butuh untuk dikuatkan. "Pasti kamu haus. Minum dulu ya."

"Pelan pelan, Ashila. Ini minum dulu". Perintahku saat ngebantu dia buat duduk. Lantas nyodorin botol minum dengan sedotan yang kujulurkan mendekati mulutnya. Hah, demi apa bocah ini akhirnya nurutin perintahku. Aku sempet khawatir sama kondisi tubuhnya yang belum nerima makan sama sekali dari kemarin.

"Sekarang makan, mau yaa. Kasian tubuhmu yang ga kamu kasih makan dari kemarin". Ashila mengangguk pelan menandakan dia mengiyakan perintahku, meski terpaksa.

"Kak" Panggilan Ashila, bikin aku menghentikan langkahku buat ngambil makanan diruang makan.

"Hm?" Tanggepanku dapat sambutan dari Ashila yang memelukku. Kenceng banget pelukannya. Aku menyambutnya, lantas mengusap usap punggungnya buat ngasih kekuatan.

"Apa Tuhan adil sama aku kak?"

"Ga ada seorangpun yang mampu mengukur batas adil itu, Ashila. Hanya Tuhan yang bisa. Kakak pernah ngerasain sesuatu yang lebih mengerikan dari ini. Tapi sayangnya Kakak ga mampu mengubah takdir yang udah dirancang sama Tuhan." Ucapku dalam hati yang ternyata bikin air mataku tumpah lagi.

Aku menghirup nafas, menghembuskannya pelan pelan, lantas menatap kalimat terbaik buat Ashila. "Adil. Bahkan adil banget, Ashila. Kamu boleh bersedih karena ayah ibumu udah ninggalin kamu. Tapi Tuhan ga pernah ninggalin kamu kan?"

"Tapi, Kak- ".

"Masih ada banyak orang orang yang sayang sama kamu, Dek. Ada Mas Tomi, Mas Irwan, Mbak Sekar... mereka semua orang-orang yang sayang banget sama kamu. Mereka juga orang-orang yang selalu ada buat kamu". Aku masih memeluknya, lantas mengusap usap punggungnya. "Kamu masih punya sosok Ayah tanpa kamu sadari, Ashila. Paman Gandhi, Paman Aslam, mereka berdua orang-orang baik yang selalu siap jadi ayah kamu."

AffiliareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang