32. Something weird

7.8K 450 14
                                    

Kania Farzana

Aku berkomat kamit menghafal tata laksana spina bifida pada puluhan jurnal yang kubuka di macbook. Aku baru tersadar kalau sekarang sudah hampir jam dua belas malam saat aku merasa bahwa aku benar benar butuh istirahat. Padahal besok pukul setengah enam pagi, aku harus berangkat ke GM buat visit pasien. Lanjut supervisi dokter residen dan setumpuk pekerjaan lain.

Selesai dengan rutinitas skincare malam, aku beranjak tidur. Namun kuurungkan seketika saat melihat handphoneku berdering menampilkan nama kak Veronica. Istri bang Ara. Kalau kalian bingung, nama bang Ara adalah Narayan. Tapi orang orang sudah terbiasa memanggil Ara. Bang Ara ini adalah saudara jauhku dari pihak Papa. Bang Ara adalah anak dari sepupu Papa. Kebetulan saja Bang Ara dan Tomi sama sama kuliah di Harvard. Hanya saja setelah lulus undergraduate -disini sarjana-, bang Ara lebih memilih untuk pulang dan menikah dengan kak Vero -yang katanya pengen cepet pulang ke Indonesia terus nikah karena capek belajar- (capek belajarnya jangan dicontoh ya temen temen). Sementara Tomi melanjutkan doctoralnya sampai sekarang.

"Halo kak. Ada yang bi...". Salamku di potong begitu saja sama kak Vero. Karena sudah terbiasa menghadapi berbagai macam karakter pasien, akupun jadi biasa menanggapi orang yang ngomongnya suka ceplas ceplos kayak kak Vero. Kadang malah tambah gemes, karena orang dengan typical seperti itu mudah buat berkata jujur.

"Na, gue didepan rumah lo. Cepet bukain".

"Hah?? Loh kak... ada apa?". Aku mencerna kalimat yang diucapin sama Kak Vero. Ga ada orang yang berani bertamu di tengah malam kayak gini kecuali ada hal yang darurat.

"Pake nanya lagi nih bocah. Ini lagi gawat Na, Arya sakit. Gue pencet pencet bel dari tadi ga dibuka buka, Pak Rusdi kayaknya ga bangun bangun".

"Iya iya bentar". Aku berlarian menuju pintu utama.

"Masuk kak". Perintahku ke kak Vero yang lagi menggendong ponakanku -Arya- yang baru lima tahun.

"Itu Pak Rusdi di gaji ga sih sama laki lo?. Bel sekenceng itu ga ngefek sama sekali. Tidur terus". Omelan Kak Vero memenuhi ruang tamu.

Oke, aku harus menghentikannya.
"Kak Ver, Arya di baringin di ruang tamu apa di kamar Nana?"

"Kamar lo lah. Ayo cepet".

Beruntung, kamarku adalah kamar tamu yang ada di lantai bawah. Sisi baiknya, Kak Vero ga perlu repot repot gendong Arya sampai lantai dua.
"Baringin aja kak. Kalau Arya ga mau, boleh sambil duduk kok". Instruksiku ke kak Vero seraya aku mengambil tas kecil yang berisi peralatanku dari dalam lemari buku.

"Buna periksa dulu gapapa ya, nak. Biar Arya cepet sembuh. Biar bisa main main lagi". Ucapku sambil menempelkan termometer di ketiak Arya. Buna adalah panggilan kesayangan Arya yang ditujukan kepadaku, kepanjangan dari Bunda - Nana.

"Arya, did you go to school? Iya?".

"No, Buna. I was sick since this morning".

"Kak Vero, demamnya Arya ini dari kapan?"

"Tadi pagi habis sarapan, dia muntah muntah. Gue nyadar kalo dia demam ya habis muntah itu. Gue kasih paracetamol tapi demamnya ga sembuh sembuh. Gue tidurin dia dari tadi, tapi rewel terus. Tapi gue udah curiga pas pulang sekolah kemarin dia kayak udah lemes. Tadinya mau gue bawa ke GM ke dokter Farah -spesialis anak langganannya- tapi ga mau. Dia bilang maunya sama Buna. Sorry ya Na jadinya ngerepotin lo. Ya lo tahu sendiri kalau nih bocah dari bayi lengket mulu sama lo".

AffiliareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang