47. Being Mature

5.7K 571 40
                                    

Chapter ini cukup panjang. Siapin bantal ama cemilan yak.

Kania Farzana

Ashila Tiara D :
I'm getting better, Kak. Barusan check termometer, udah 37,5. Meski bawel, i got nothing to say, but grateful to have you. Rendang dagingnya juga endul. Pasti bisa tahan lama kan kalau disimpen dikulkas. But, seriously, I can't thank you enough to you. Ga salah, kamu emang kakak kandungku. Bukan Mas Tomi.

Aku tersenyum baca chat WA nya Ashila. She's a good girl. Meski wataknya sebelas dua belas sama Tomi, aku sama Ashila bisa rukun rukun aja selama ini.

Kania Farzana S :
Siapa bilang gratis. Kamu utang buat ajakin Kakak ke Rinjani. But, this is off the record yaa. Mas-mu jangan sampe tahu.

Aku melepas snelli dan meletakkannya digantungan. Lantas kembali duduk dan menatap handphone. Berkali - kali. Berharap kalau teleponku bakal diangkat sama Tomi. Bukan aku ga sabaran atau aku typical istri yang overprotective. Beneran bukan. Gimana aku ga mikir aneh aneh kalau teleponku dari tadi pagi -sejak perjalanan dari Bandung ke GM- sampai jam kerjaku sekarang udah selesai ternyata ga diangkat angkat juga. Chat-ku juga ga dibales bales padahal aku bisa ngelihat kalau statusnya online. Kalau Tomi alasan sibuk, aku paham. Kapan sih dia ga sibuk. At least, dia masih bisa ngejawab chatku disela sela kerjannya meski ngetik "Ok" atau "ga".

Tahu apa hal yang bikin aku tambah salty sama Tomi sampai kayak gini? Ini gara gara tadi pagi aku iseng bukan instagram. Dan tau tau aku ngelihat di beranda akunku, ada Isabelle yang posting foto -dua tangan yang posisinya nempel kayak dikasih lem-. Lengkap dengan suasana romantis berdua di restoran dengan cahaya lilin dan piring makanan. Mungkin aku ga peduli sama tangannya yang cantik, mulus, bersih, kayak porselen. Aku cuman fokus sama tangan raksasa yang dipegang sama tangan mulus itu. Aku hafal detail sama tone kulit, bentuk kuku dan jari jari tangan raksasa itu. Semoga dia ga lupa kalau di jari manis tangan raksasa yang terfoto itu masih terpasang cincin nikah yang didalamnya ada ukiran namaku. Siapa lagi kalau bukan tangannya Tomi. Dan jangan lupa kalau difotonya tertera lokasinya di Sheraton Hotel, Surabaya.

Silahkan dibayangkan. Dua orang berlainan jenis. Laki laki sama perempuan. Makan berdua direstoran hotel. Sekali lagi, hotel. Lebih dari sekedar makan?

Semoga enggak.

Kini aku beralih menscroll down Whatsapp. Mencari nomer Isabelle yang dulu pernah menghubungi aku buat ketemuan. Lantas menyentuh fitur telepon. Jangan berpikir kalau aku bakal ngelabrak Isabelle. Buat apa. Ga ada untungnya. Aku pengen tahu apa bener kalau Isabelle lagi di Indonesia. Setahuku dia udah menetap di Boston.

And, the fortune is on my side. Teleponku langsung diangkat sama Isabelle.
"Halo Isabelle. This is me. Kania. Still remember?".

"Oh yaa Kania. Of course."

"I just wanna ask a favor to you, Belle. Boleh?"

"Yaa. Apa?"

"Eeeh... gini. Temen aku ada yang mau ke Boston. Ambil master disana. Look like need recommendations about apartments. Kayaknya lusa dia udah flight ke Logan Airport. Do you have a photo schedule in that day?"

"To be honest, I'm glad to hear that, Kania. Tapi, sayangnya aku lagi di Indonesia."

"In Jakarta?"

"No, Surabaya."

Oke, itu udah cukup menjelaskan tentang apa yang udah mereka lakuin disana. Toh terserah Tomi, mau diapain pernikahan ini. Kalau dipikir pikir, selama aku sama Tomi berbaikan, ga ada kemajuan yang berarti dipernikahan kita selain kontak fisik. Yang ada, dia ga pernah nepatin omongannya yang katanya bakal ngajak aku ketemuan sama Siregar buat ngehapus perjanjian nikah kita dulu. Ya emang dia ga pernah serius sama pernikahan ini. Dan itu fakta.

AffiliareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang