65. Claire de Lune (End)

9K 526 50
                                    

Kania Farzana

"You are my sunshine, my only sunshine." Seketika, aku kebangun dari tidur pas denger suara yang nyanyiin lagu itu secara sayup sayup. Lagu pengantar tidur favorit dari kecil, yang selalu dinyanyiin sama Mama Papa. Aku beranjak dari ranjang, berjalan mencari sumber suara. Suara yang rasanya udah lama banget ga aku denger. Dan sekarang, tiba-tiba terdengar jelas ditelingaku.

Begitu aku membuka pintu kamar, aku langsung nyipitin mata karena lampu yang bener bener terang. Hampir semua dinding dirumah ini di cat sama warna putih, dengan penerangan yang pas. Tapi ga tau, kali ini aku ngerasa kalau ada yang aneh didalam rumah ini. Lumayan silau. Aku berjalan beberapa langkah menuju arah sumber suara yang makin terlihat jelas. Yang ternyata menuju ke ruang keluarga di lantai dua ini.

Seketika tubuhku kaku. Tulang sama sendi sendiku ga bisa aku gerakin sama sekali. Aku cuma bisa ngeluarin air mata sambil terisak. Tuhaaan... Semoga ini bukan mimpi.
"Mama... Papa..." Aku ngerasa kalau pipiku makin basah. Wajahnya Papa sama Mama terlihat bersiiih banget.

"You make me happy, when skies are grey. You'll never know dear, how much I love you. Please don't take my sunshine away." Mereka berdua melanjutkan nyanyiannya sambil masang senyum. Aku ga berminat sama sekali sama nyanyian mereka.

"Hai... Sunshine" Aku tersenyum, dipanggil  mereka dengan panggilan favoritku.

Sekuat tenaga aku berjalan mendekati dua orang yang paling aku cintai itu. Lantas memeluknya, kayak aku ga pernah ketemu mereka sama sekali selama puluhan tahun. "Mbak... aduh, kenceng banget nak, meluknya." Mama melerai pelukan kita bertiga. Sementara aku terisak, mengatur desah nafas yang rasanya susah. Padahal aku pengen ngejawab kalimat Mama.

"Nana... Nana... kangen..." Kalimatku terputus karena saking bahagianya. Aku kembali mengatur nafas yang rasanya kembang kempis didada. "Mama sama Papa, baik-baik aja kan?"

"Baik, mbak. Mbak, jadi istri dan ibu yang baik yaa. Ga perlu khawatirin Mama sama Papa." Mama mengusap pipiku dengan ibu jarinya. Lantas mengecup kening ku secara perlahan. Sementara, Papa mendekat ke aku sambil sesekali mengusap usap bahuku. Tubuhnya wangi banget. Jauh lebih wangi dari parfum yang biasanya dipake Papa. Aku semakin menangis saat Papa menciumi puncak kepalaku. Kebiasaan Papa dari aku kecil dulu, yang paling aku suka. Yang dilakuin rutin, tiap malem sebelum tidur, dan shubuh shubuh pas bangunin aku. Karena diantara ciuman itu, Papa selalu merapal do'a, terus bisikin kalimat di telinga aku. "Mbak anak yang baik, selalu nurut sama orangtua, anak pinter. Bismillah ya nak, semoga kita nanti bisa bangun rumah disurga". Tuhan, jangankan bisa bangun rumah buat keluarga di surga. Buat diri ku aja belum pasti.

Tangisku semakin kencang, dadaku makin sesak. Otakku berhasil ngingetin aku sama banyak hal yang sudah aku lakuin selama ini. Keras kepala, kadang suka bantah, berani bermain main soal pernikahan sama Tomi. Dan kesalahan terbesarku, aku ga bisa menjaga dua orang yang lagi meluk aku sekarang ini.

"Maafin Nana. Nana ngelakuin banyak kesalahan. Sampe sampe, Mama kena tembakan proyektil itu. Padahal kalau Nana sedikit aja ngumpulin keberanian buat ngelawan, mungkin Mama ga akan kesakitan. Papa juga. Maaf. Nana... Belum banyak berbakti sama Papa. Coba kalau Nana ga kabur. Mungkin masalah kemarin ga sebesar itu. Nana ga akan bertemu sama orang jahat itu. Teruss... Nana bisa ngerawat Papa. Kita... Kita... " Mama tersenyum denger kalimatku yang terbata bata. Bahkan aku ga berhasil menyelesaikan kalimatku.

"Sini peluk lagi." Mama ngerentangin tangannya, lantas meluk aku kuat kuat. Aku tenggelam di dada Mama, mencari cari rasa hangat yang ternyata sekarang ga bisa aku rasain lagi. "You're my kindest daughter, sunshine. But please, hear Mama ya mbak. Ga ada satu orangpun yang bisa mengubah takdir. Masalah yang besar, ujian yang berat, itu hanya dikasih kepada orang orang yang baik. Karena Allah sayang. Allah cinta sama orang orang yang sabar dan kuat ketika dikasih masalah. Mbak harus bersyukur, karena itu bukti kalau Mbak disukai sama Allah." Aku mengangguk saat Mama mengusap pipiku lagi.

AffiliareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang