12. Trying to be good (Revisi)

6K 450 7
                                    

Tomi Mahardhika

Gue melangkah memasuki gerbang rumah Narayan. Omongan dia kapan hari kemaren pas gue ngundang para taipan China dan pengusaha minyak Dubai, sukses bikin gue kepikiran setengah mati.
"Kusut banget muka lo. Kayak kanebo kering". Sapa Narayan pas dia sibuk benerin sepeda kecil milik Arya, anaknya yang masih 5 tahun.

"Yan, bener juga ide lo kemaren. Udah beberapa hari ini gue kepikiran mulu."
"Haah, ide apaan?" Tanyanya dengan nada males sambil tetap ngebelakangin gue. Tangannya masih sibuk megang obeng buat benerin sepeda anaknya.

"Meski gue tahu kalau ide lo soal percintaan selalu buruk, ga tau kenapa kali ini gue percaya sama omongan lo".

"Ngomong yang jelas, elah. Gue ga paham". Jawabnya sekenanya, masih belum menatap ke arah gue sama sekali.

"Gue mau nikah sama Kania". Reflek, obeng di tangannya Narayan, langsung jatuh. Suasana langsung hening sesaat. Dia yang dari tadi males nanggepin gue, kini berdiri tegak menatap gue dengan tatapan tajam.

"Ayo masuk". Perintah Narayan kerasa kayak instruksi komandan. Ga bisa dibantah. Dia langsung masuk rumah, dan ga ada basa basi buat mempersilahkan gue duduk. Berhubung gue udah terbiasa sama dia, ya udah gue ngikutin dia sampe ruang tamu.

"Ada apa? Lo baik-baik aja kan? Ga habis kesamber geledek kan? Atau, you wanna go to hospital, general check up or something wrong with your body?" Tanyanya sambil nyodorin sebotol softdrink dingin pas gue duduk di sofa.

"Gue ngerasa ga baik kalau rencana gue gagal. Jadi, biar rencana gue berjalan lancar, gue kesini mau bilang kalau gue mau nikah sama Kania".

"Ya Tuhan...". Narayan menyugar rambutnya sampai kebelakang, lalu mendudukkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di sofa. "Being married man is not easy Tom. Lo pikirin lagi mateng-mateng. Yakin lo mau hidup sama orang yang ga lo cintai? Isabelle gimana? Lo tahu kalau Kania bukan wanita sembarangan yang sering lo temui di club malam. She is a gem. Lo tahu sendiri kalau Kania udah kayak berlian mahal yang harus dijaga. Sekali lo nyakitin dia, elo yang bakal dihabisin sama Paman Gandhi."

"Ayah sama ibu dulu juga menikah bukan karena cinta. Mas Irwan juga. Married without love is a tradition in my family. Dan, lo tenang aja, Isabelle udah gue anggap ilang dari hidup gue". Kalimat gue lugas tanpa tedeng aling-aling.

"Yakin lo?"

"Sure"

"Sial. Bertahun tahun lo di Boston, ga bawa hasil ternyata". Narayan menyeringai, ngata-ngatain nasib gue soal percintaan.

"Ya lo tau lah. Dia sendiri ga pernah ngertiin gue. It's just truly complicated between me and her".

"Sialan lo, mentang mentang yang mau lo nikahin itu Kania, lo main sosor aja."

"Ck, bukan gitu Yan. Kemaren gue mergokin calon tunangannya selingkuh di club. Gue udah ga tau lagi sesabar apa dia nunggu kepastian, tapi ternyata si Rendra itu ga tau diri."

"Hah?? Seriously?"

"Emang kurang ajar tuh Rendra. Berani macem-macem. Terus, Paman Gandhi lo kasih tau ga?" Gue menggeleng buat jawab pertanyaannya Narayan.

"Wait wait, dengan lo tau kejadian ini, lo mau nikahin Kania bukan karena kasihan kan?"

"Tadinya gitu. Pikiran dia pasti banyak, Papanya sakit, calon tunangannya selingkuh. Lengkap banget ujiannya dia. Terus... Gue pikir pikir lagi, ya emang cuma Kania yang kayaknya bakal kuat sama kehidupan politik gue nantinya."

"Make sense sih alesan lo. Let's see, ngambil hatinya Kania itu bukan perkara mudah."

"Gue kurang apa Yan?"

AffiliareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang