Tell me how's it feel sittin' up there
Feeling so high but too far away to hold me
You know I'm the one who put you up there
Name in the sky
Does it ever get lonely?
Thinking you could live without me(Without Me--Halsey)
~oOo~
Bukankah hidup kadang sebercanda itu. Kita dua orang bersalah, dipertemukan dalam situasi dan tempat yang salah. Kita tertangkap basah. Keberadaan kita akan menjadi masalah.
~oOo~
-Kia-
Mungkin aku terlalu mabuk hari itu. Kepalaku berkunang dan berputar-putar dengan segelas cocktail di tangan. Suara musik berdengung-dengung memekakkan telinga. Lampu warna-warni berpendar-pendar pudar.
Tentu saja aku mabuk. Jika tidak, bagaimana aku bisa bergerak mendekat pada seorang pria asing yang duduk sendirian. Jika tidak salah mengingat, kilasan wajahnya sempat kulihat tadi siang dalam sebuah akun gosip social media, Bibir Nyinyir. Terbayang kan, siapa dia jika kehidupan pribadinya disorot gosip? Selebritis. Artis. Aktor. You name it!
Lalu, aku duduk di hadapan pria bernama Kai Sagara Harsa itu. Namun dia mengabaikanku. Punggungnya melengkung dengan kepala setengah tertunduk. Tangan kirinya memegang gelas yang tersisa setengah—mungkin whisky atau gin atau bourbon, tidak jelas. Sementara tangan yang lain mengetuk-ngetuk meja sesekali—mungkin bermaksud mengikuti dentuman lagu, namun kacau.
Selanjutnya aku mulai mengajaknya bicara—searah tentu saja, karena dia masih mengacuhkanku. Jangan tanyakan berapa persen kewarasanku hingga selancang itu. Aku hanya mengingat bibirku mulai melemparkan pertanyaan-pertanyaan semacam,
"Sendirian? Di mana antrian cewek-cewek lo?"
"Kusut banget, susah ya, milih minta ditemenin cewek yang mana?"
atau mencondongkan tubuh lalu berbisik tepat di sebelah telinganya,
"Apa lo nggak bosan sama cewek terus coba-coba deketin cowok?"
Untuk pertama kalinya, Kai mendongak menatapku lurus-lurus. Dua bola mata yang memerah itu mendelik penuh ancaman. Jelas sekali dia mulai merasa terganggu. Bahkan mungkin sudah marah. Saat marah, wajah Kai Sagara Harsa ternyata jauh lebih menyeramkan aslinya daripada aktingnya di film. Bahkan aku yang mabuk saja mampu melihat dengan jelas. Rahang tinggi yang membingkai wajahnya, mengatup kuat. Tangannya menggoyang-goyangkan gelas dengan santai. Namun, sesaat kemudian, dia menggeram bersiap menyiramkan isi gelasnya kepadaku.
Tapi aku tidak kalah sigap. Menempelkan jemariku ke gelasnya, mencegah. Lantas, gilanya, bibirku menyungging senyum miring dengan mengajukan pernyataan yang jauh lebih nekat lain, "Tunggu, tunggu, lo mau nyiram gue?" telunjukku yang oleng mengarah pada gelasnya, "Cuma pemenang yang boleh nyiram yang kalah."
Oh, tidak! Alkohol ini benar-benar membuatku sinting.
Kai mengernyit. Mengamatiku selama beberapa saat sambil mengerjap-ngerjap berusaha memfokuskan pandangan. Sama mabuknya denganku, kurasa.
"Lo boleh nyiram gue," mataku turut mengerjap-ngerjap menjernihkan pandanganku yang kabur, "kalau lo... bisa ngalahin gue dalam permainan 'the baddest and the bitch'?" lalu aku melanjutkan—masih sama kacaunya, "Gue punya banyak banyak cerita buat menyaingi jam terbang lo urusan cinta. Gue yakin... kamu, eh, lo nggak sepengecut itu buat... untuk takut kalah kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Winterhearted (END)
RomanceMantan playboy dan playgirl dipertemukan ketika keduanya sama-sama patah hati dan ingin bertaubat. Tampaknya, takdir sedang bermain dengan magic moment bernama 'kebetulan'. Mulai dari Jakarta hingga Raja Ampat, keduanya terus dipertemukan secara tid...