[5] Traitor

11.5K 1.2K 440
                                    

~oOo~

Kadang, kita hanya terlalu lelah hingga menjadi lengah.

Sampai tak bisa membedakan mana rasa bersalah dan mana masalah.

~oOo~


~KAI~

Otak gue nggak bisa lepas dari Gia dan Farrah. Kecurigaan bahwa Gia adalah biang keladi bocornya info soal Farrah mengganggu konsentrasi gue. Gue harus cari tahu soal Gia.

"Three minutes to on air!" teriak Floor Director saat commercial break.

Host acara langsung melesat ke toilet sedang para kru sibuk dengan rundown dan instruksi Program director dari master control room. Memanfaatkan jeda yang nggak lama itu

gue melesat keluar studio menuju ruang make up. Gue harus menghubungi Jamie atau Jaye. Kalau Gia pelanggan club, mereka pasti tahu soal dia.

Asya dan dua orang MUA berkeliling saling merapat. Kasak-kusuk dan asik berbisik sampai nggak sadar kedatangan gue. Pasti nggak jauh-jauh dari bergosip.

"Asya, ponsel gue dong!" tegur gue dari ambang pintu.

Asya menoleh kaget. Begitu juga kedua dengan temannya. Suasana mendadak hening dan canggung. Mereka saling pandang dengan bingung.

"Se-Kai..." Asya terlihat kaget.

"HP gue mana? Gue mau on air lagi ini!" Karena nggak kunjung dijawab, gue akhirnya mendekat ke gerombolan itu. Tangan gue terulur, meminta ponsel. Gue nggak peduli mereka gosipin siapa atau malu karena kepergok nonton video dewasa. "Pada ngapain, sih?" Gue menggoyang tangan yang menengadah dengan nggak sabar.

Asya menarik tangannya dari belakang punggung kedua temannya hati-hati. Tangannya gemetar waktu mengulurkan ponsel gue. Sigap gue menyambar ponsel dari Asya yang ternyata lock pattern-nya sudah terbuka. Gue masih menganalisa apa yang barusan terjadi ketika cowok MUA tiba-tiba bicara.

"Tadi nggak sengaja kebuka," katanya takut-takut.

Mata gue langsung menyambar, menatapnya lekat-lekat. Dia meneguk ludahnya sendiri. Gue balik memandang Asya mencari jawaban. Dia balik menatap gue nanar sedangkan cewek satu lagi cuma menunduk menghindari tatapan gue. Feeling gue langsung nggak enak. Gue tatap mereka satu-satu. "Kalian apain HP gue?"

Nafas ketiganya tertahan. Mulut pun terkunci rapat.

"Gue tanya sekali lagi," gue mengatupkan rahang. Ponsel di tangan gue genggam erat. Perut gue serasa jungkir-balik dan degup jantung gue menguat. "Kalian ngapain dengan HP gue?!" akhirnya bentakan itu keluar dari mulut gue.

Mereka bertiga hanya menggeleng-geleng seraya merapal maaf.

"Jawab, Sya!" bentak gue kalap.

Ruang make up jadi hening. Begitu juga dengan luar ruangan make up yang awalnya ramai dengan lalu-lalang kru mendadak ikut bisu. Gue bisa mendengar beberapa langkah mendekat hati-hati, juga tatapan di belakang punggung gue.

Selanjutnya langkah tergesa menyusul dan suara HT terdengar keras, "One minute to on air. Tolong guest star diminta stand by,"

Dari pantulan cermin ruang make up, gue melihat Floor Director yang awalnya tergesa mendadak ikut bingung melihat orang-orang mematung. "Ada apaan?" bisikan pelan itu jadi terdengar jelas tapi tidak ada yang menjawab.

Winterhearted (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang