06 You're My

123 18 4
                                    

Kebodohan pertama yang dilakukan ketika bertemu dengannya sudah pasti menjadi beban tersendiri. Bisa dibayangkan butuh berapa banyak kekuatan untuk mempersiapkan diri dipertemuan kedua
.
.
.
Aroma masakan Nenek sudah pasti terciup, bahkan sampai keseluruh bagian ruangan yang ada di rumah itu. Bukan tidak mungkin menerobos sampai ke dalam kamar Hana, yang menjadi bagian dari rumah minimalis tersebut.

Setiap pagi, Hana selalu bersemagat menyantap sarapan yang Neneknya buat. Bahkan ia sampai duduk manis menuggu di dapur demi menikmati oroma sedap masakan sang Nenek yang tak mau ia lewatkan.

Bukan karena Hana tidak memiliki keingin untuk membantu sang Nenek, ia sangat ingin. Hanya saja setiap kali Hana mencoba membantu, saat itu juga rasa makanan yang dihasilkan berubah menjadi aneh, tidak lezat seperti masakan yang Neneknya buat. Bisa dibilang masakan Hana lebih mirip maskan anak SD yang baru belajar memasak.

Dan seperti biasa, Hana harus menahan gendang telinganya agar tidak pecah, yang sudah pasti sang Nenek memarahinya. "Kau bukan membantu, tapi justru menghancurkannya Hana!" kurang lebih seperti itu.

Maka dari itu, Hana lebih memilih untuk duduk manis dan menikmatinya saja. Terkecuali jika Neneknya membutuhkan bantuan untuk mengambil benda-benda atau memotong sesuatu, ia akan membantu.

Hana memang tidak pandai memasak bakat sang Nenek tidak turun kepadanya, namun bukan berarti Hana tidak bisa memasak sama sekali, Hana hanya bisa memasak masakan yang simple dan cepat saji.

"Sarapan sudah siap Hana, kamu tidak ingin turun, cepatlah nanti kamu terlambat kesekolah!" Teriak sang Nenek ketiga kalinya dari dapur, karena Hana belum menunjukan batang hidungnya.

Sang Nenekpun sudah selesai memasak dan juga menatanya di meja makan, namun Hana tak kunjung keluar dari kamarnya. Sang Nenekpun penasaran dengan cucu satu-satunya itu, iapun memutuskan untuk menghampiri Hana. Namun langkahnya terhenti melihat sosok yang ia tunggu baru keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan yang tak seperti biasanya.

Langkahnya begitu lesu tak bersemangat. Hana yang biasanya ceria dan manja kepada sang Nenek, tiba-tiba menjadi gadis pendiam.

Iapun menjatuhkan bokongnya di kursi, menatap menu makanan yang tertata rapih di meja makan. Sangat cukup membuat orang lain yang melihatnya tak sabar ingin menyantap sarapan yang sangat lezat itu di pagi hari. Tapi Hana, ia tak berselera sama sekali.

"Ada apa, kau punya masalah ?" tanya sang Nenek, penuh khawatir

"Tidak ada"

"Hmm, bohong!"

"Apakah terlihat jelas?" matanya menatap sang Nenek, dengan lingkar hitam bagai panda. Menandakan Hana terjaga semalaman.

"Sangat!" balas sang Nenek penuh penegasan. "Kau tidak mau bercerita?' tanya sang Nenek kembali.

Hanapun menganggukan kepalanya manja, iapun menceritakan apa yang saat ini memenuhi pikirannya. Zein
***
.
.
.
Sederhana

Ya bisa di gambarkan seperti itu, kebahagiaan Hana sangat sederhana, hanya dengan menikmati makan siangnya seorang diri, mendengarkan music kesukaannya dengan buku yang saat ini ia baca. Sesekali ia ikut bersenandung bersamaan dengan lagu yang ia dengarkan.

Hana lebih bisa berkonsentrasi, menikmati makanan yang ada di dalam mulutnya. Di setiap gigit dan kunyahan yang ia rasakan. Bagi Hana menikmati makanan dengan tenang itu bahagia bukan main, terlebih tak ada Lisa si suara kaleng yang mengganggunya, merasa tenang dengan gendang telinganya yang tidak harus mendengar curhatan dan ocehan si suara kaleng itu.

Namun, semua itu hanya berlangsung di suapan ke duanya. Saat suapan ketiga ia mendengar suara memanggil namanya. Ya siapa lagi kalau bukan Lisa, Hanapun mengela nafas kesal, konsentrasi makannyapun hancur seketika, mendapati Lisa sudah berada di depannya.

IF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang