Malam Jakarta semakin larut. Jam dinding di salah satu lobi gedung perkantoran yang tinggi menjulang itu pun sudah menunjukkan hampir pukul 7 malam saat sesosok gadis berperawakan kurus keluar dari dalam sana. Wajah yang semula tampak amat lelah itu kini berganti dengan senyum lebar yang terukir manis dari bibirnya. Dengan tidak sabar, ia berlari kecil dari keluar halaman kantor tersebut menuju sesosok lelaki berjaket kulit yang sedang duduk manis di atas motor tunggangannya.
"Hai! Maaf ya lama nunggunya..." Ucap sang gadis sambil memakai helm yang ada di jok belakang motor.
"Iya, nggak apa-apa. Nih, aku beliin di minimarket tadi." Pria berkulit putih itu memberikan sekotak susu rasa cokelat kesukaan gadisnya itu.
"Waaa, thank you, Bang Ian..."
Senyum pria yang akrab dipanggil Ian oleh sang kekasih itu tak bisa disembunyikan.
"Yuk, jalan!" Ajak sang gadis sesaat setelah memposisikan dirinya duduk di atas motor Julian.
"Aku laper nih, kita cari makan dulu ya, Mon?"
"Boleh! Aku juga laper banget, nih." Gadis bernama Ramona itu tentu saja menyetujui usulan sang kekasih.
"Kamu mau makan apa?"
"Apa ya? Aku pengen soto ayam. Kamu mau nggak?" Saran Mona.
"Yang di depannya apotek?"
"Iya..."
"Siap, cantik." Goda Julian.
Sepanjang perjalanan, dua orang muda-mudi yang sudah lebih dari 3 tahun berpacaran itu tak berhenti berbincang dan berbagi kisah mereka pada hari ini. Sebagai dua orang yang sama-sama tinggal terpisah dari orang tua, Ramona dan Julian bersyukur, karena hari ini setidaknya mereka masih memiliki satu sama lain untuk berbagi keluh kesah tentang beratnya tekanan pekerjaan dan lingkungan ibukota.
Ya, Ramona dan Julian hidup terpisah dari orang tua mereka. Mona sekarang tinggal bersama kedua kakak lelakinya, Elo dan Jo, yang masing-masing bekerja di firma hukum dan salah satu perusahaan start up terkemuka. Sementara Ian, ia bersama sahabat serta adik-adik mereka mengontrak sebuah rumah yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal Mona, Elo, dan Jo.
"Aku pulang dulu ya, Mon."
"Bang Ian gak mampir dulu?" Tawar Mona yang jujur saja keberatan harus berpisah dengan Ian malam ini.
"Besok siang, kan aku main kesini lagi, sayang." Ian mengacak rambut kekasihnya yang sedang merengut itu.
"Ya udah, deh. Jangan siang-siang tapi, nanti aku kangen." Kekeh Mona yang merasa geli dengan dirinya sendiri itu.
"Ya udah, kamu buruan masuk, mandi, tidur. Udh begadang semaleman, nanti capek, sakit."
Mona malu-malu perlahan bergerak selangkah lebih maju ke hadapan Ian. Ia lantas merentangkan tangannya meminta jatah pelukan dari kekasihnya hari ini. Ian yang sudah tahu maksudnya, tentu saja, bergegas melingkarkan tangannya di tubuh mungil Mona dan memberikannya pelukan hangat sebelum pulang.
"Aduh... enak banget dingin-dingin gini dipeluk. Jadi pengen, euy. Nasib-nasib, lama bener saya solo karir." Jo yang baru saja pulang dari warung di ujung komplek menggoda adik dan calon adik iparnya itu.
"Ya makanya balikan sama mbak Nay sana, mas!" Ledek Mona.
"Ih! Anak kecil ikutan aja, lo!"
"Ya daripada ngiri mulu sama kita!" Sang adik makin menjadi.
"Ah, udahlah. Gue mau masak Indomie aja. Ian, lo mau gak? Bikinin sana, dek! Aku sekalian." Jo berusaha memanfaatkan sang adik.
"Nggak mas Jo. Barusan tadi selesai makan." Tolak Ian halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling Leaves In December Night [FINISH]
Hayran KurguHari ini malam bulan Desember. Tak ada hujan malam ini, hanya angin yang berhembus lembut dan menggugurkan daun-daun kering di atas pundakmu. Pundak tempatku bercerita, tentang mimpi-mimpi kita. Namun aku tak tahu, apakah mimpimu masih sama dengank...