▪︎19 [END]

450 26 3
                                    

Sepasang mata lelah yang baru saja terbangun dari tidur singkat pemiliknya mencoba beradaptasi dengan cahaya sekitar. Hangat serta terangnya sinar matahari pagi berpadu dengan udara sejuk dari pendingin ruangan, membuat pemilik netra indah itu tak perlu waktu terlalu lama untuk membangunkan dirinya. Gadis itu segera menarik nafas panjang dan menatap setengah sadar ke arah jendela dan mengumpulkan nyawanya yang seperti masih terpencar.

Gadis itu menarik nafas dalam dan kembali membayangkan kejadian menarik yang dialaminya hampir sebulan lalu. Malam dimana sesosok pria berhasil membuat hatinya kembali berbunga-bunga bak gadis remaja. Dengan senyuman manis terukir di wajahnya, ia bangkit dan duduk di atas ranjangnya sembari mengecek pesan-pesan yang masuk ke ponselnya.

"Dek, bangun udah siang!" Suara lembut seorang wanita paruh baya membuat pemilik kamar itu segera meletakkan ponselnya.

"Iya, ma..." Jawab Mona dengan suara sedikit parau khas bangun tidur.

"Haduh, anak perawan mama jam segini baru bangun, tau-tau senyum-senyum sendirian. Kamu kesambet, to?" Ledek ibu pemilik netra itu yang sedang sibuk membuka satu persatu jendela kamar anaknya.

"Nggak ih, ma! Kan mumpung libur." Gadis itu meregangkan tubuhnya sembari berguling-guling di atas kasurnya yang nyaman itu.

"Lha kamu ngapain senyum-senyum sendirian gitu bangun-bangun?" Wanita itu menggeser posisi sang putri hingga ranjang itu cukup untuk ditempati mereka berdua.

"Nggak apa-apa, ma. Cuma..." Mona ragu melanjutkan kata-katanya.

"Cuma apa?"

"Nggak jadi ah, ma. Malu aku!" Mona menutup wajahnya dengan guling di dalam pelukannya.

"Hoalah, emang hobinya ya, bikin orang penasaran!" Ia mencubit pipi anak gadisnya itu gemas.

"Ih, mama! Sakit tau!" Si bungsu dari tiga bersaudara itu hanya mengusap pipinya pelan.

"Ah, paling juga masalah cowok, kan?!" Sang ibu terkekeh pelan melihat tingkah putri semata wayangnya yang berlagak ingin menutupi sesuatu darinya itu.

Mona menatap ibunya sekilas. Ia tahu, sang ibu tak akan pernah bisa dibohongi untuk persoalan hatinya.

"Kenapa memangnya?" Ia mengusap lembut kepala Mona.

"Bingung aja aku, ma." Gadis itu mengendikkan bahu kecilnya.

"Kenapa? Bukannya kamu udah baikan sama Julian?"

"Ya.. udah baikan, sih.... malah, bang Ian juga ngajak balikan." Jawabnya ragu.

Wanita itu tersenyum kecil, "Terus kamu jawab apa?"

"Belum aku jawab, ma. Soalnya... aku masih takut." Mona menghela nafas berat.

"Memangnya kamu takut apa?" Wanita itu mengernyit heran.

"Ya takut aja, ma. Dulu kita berdua pernah kecewa dan mengecewakan satu sama lain. Gimana... kalau nanti aku terima dia lagi, dan di masa depan kita saling mengecewakan lagi?"

Sang Ibu tersenyum kecil menanggapi jawaban Mona, "Dek... memangnya kamu pikir mama sama papa nggak pernah berantem? Kalo kamu tau nih, dulu mama bahkan pernah hampir minta cerai sama papa."

Mona bingung sekaligus terkejut mengetahui kebenaran itu.

"Tapi kamu liat mama dan papa sekarang. Kami memutuskan tetap bertahan dan semua baik-baik saja dan bahkan sekarang mama dan papa jauh lebih bahagia."

"Mama bertahan karena kita bertiga?" Mona menatap sang ibu dalam-dalam.

"Bukan." Beliau menarik nafas dalam dan menggelengkan kepalanya perlahan.

Falling Leaves In December Night [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang