▪︎09

130 20 10
                                    

Lalu lalang kendaraan di ibukota sore ini terpantau cukup lengang untuk ukuran akhir pekan panjang yang berbarengan dengan dua hari libur nasional. Mungkin karena banyak dari warga Jakarta yang memilih untuk menghabiskan waktunya di kawasan wisata yang terdapat di sekitaran Jakarta. Namun berbeda dengan warga Jakarta kebanyakan yang memilih untuk berlibur, Mona lebih memilih menemani Julian untuk menyelesaikan persiapan akhir pembukaan studio fotonya besok pagi.

"Permisi, mbak. Ini benar dengan studionya pak Julian, ya?" Seorang kurir yang bertugas mengantar papan ucapan, bertanya pada Mona yang sedang mengobrol dengan Ayu di teras studio.

"Iya pak, benar" Mona berdiri menyambut pria itu.

"Ini ada kiriman ucapan dari Seven Mind, sama... mbak Renata."

Mona melihat dua lembar tanda terima yang di tunjukkan oleh kurir tersebut.

"Oh, minta tolong di taruh sini aja ya, pak. Sampingnya papan yang kiri." Ia menunjuk space kosong di salah satu sudut ruangan.

"Minta tolong tanda tangannya ya, mbak." Mona mengambil pulpen yang sengaja di letakkan dalam saku kemejanya sepanjang hari ini karena berbagai papan ucapan serta karangan bunga terus datang silih berganti.

"Ini pak. Terima kasih, ya." Ucap Mona sambil memberikan sedikit uang tips.

"Iya, mbak. Saya yang makasih ini. Mari ya, mbak."

"Iya, pak. Silahkan."

Mona menghela nafas panjang sambil meregangkan tubuhnya yang sedikit pegal karena sibuk seharian.

"Keren juga laki lo, Mon. Big It, Seven Mind, Rainbow, agensi model sama PH kelas kakap semua loh yang ngirim papan bunga. Ini lagi, Renata Irena, Asian top model." Goda Ayu.

Mona terkekeh pelan menatap tunangan Raymond itu, "Sejak kerja di Galaxtico tuh, Yu. Jadi banyak banget kenalan public figurenya. Gue juga heran bisa cepet banget tuh anak nyari relasi."

Sementara Mona dan Ayu mengobrol di luar, di dalam ruangan Julian, para lelaki ―minus Jayden yang harus menjemput orangtuanya di bandara, juga asik mengobrol tentang tetek bengek segala keperluan untuk acara yang harus mereka urus besok. Mulai dari membicarakan konsumsi yang diurus katering langganan keluarga Ayu, dokumentasi dibantu oleh Jimmy dan beberapa tim Galaxtico, mingle serta pelayanan tamu yang diurus Mona, Jayden, dan Raymond.

"Guys, ini diminum dulu!" Panggil Mona yang dibantu oleh Ayu sambil meletakkan satu nampan minuman dingin di atas meja untuk Julian dan teman-teman mereka.

"Makasih, kakak-kakakku!" Arvin memasang wajah sok imutnya.

"Huh, oke juga ya desainnya si Arvin. Gak percuma kuliah mahal-mahal, lo!" Ledek Raymond yang menarik pergelangan tangan Ayu agar gadis itu duduk di sebelahnya.

"Ya, percuma dong gue kuliah interior design kalau hasil mengecewakan. Proyek resmi perdana buat masuk CV nih" Kekeh si pemilik desain.

Ditengah-tengah obrolan mereka, salah seorang karyawan part time di studio mengetuk pintu ruangan Julian dan membuat perhatian mereka sedikit tersita, "Iya, kenapa Ran?"

"Ini Bang Ian, ada tamu di bawah." Ucap Randy sopan.

"Siapa, ya?" Ian mengernyit heran.

"Katanya sih namanya Jesslyn, bang."

Jawaban Randy yang begitu ringan, membuat seisi ruangan begitu hening dalam sekejap. Raymond, Arvin, dan Kevin saling memandang kikuk mencoba saling memberi kode urgent. Julian sendiri terdiam sesaat dan melirik ragu ke arah Mona yang tampak hanya menatap kosong menghindari perhatian orang-orang di dalam ruangan.

Falling Leaves In December Night [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang