▪︎12

123 23 13
                                    

Disinilah sekarang Mona dan Julian berada, di dalam ruang kerja milik sang pria yang terasa hening tanpa sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Udara dingin yang diciptakan oleh mesin pendingin ruangan, nampaknya akan kalah dengan suasana antara sepasang manusia yang sedang bersitegang itu. Bahkan sepertinya ini adalah suasana paling dingin yang pernah tercipta di antara mereka sejauh perjalanan cinta keduanya.

Mereka berdua tak tahu apa sebenarnya yang salah dengan hubungan mereka belakangan ini. Hanya saja semuanya kini terasa sangat berbeda diantara sepasang kekasih itu. Tak ada lagi perhatian manis yang intens, dukungan yang memotivasi satu sama lain, dan bahkan komunikasi mereka semakin hari terasa semakin kacau.

"Kita kenapa sih, Mon?" Julian membuka pembicaraan dengan ragu.

Gadis itu hanya diam seribu bahasa sambil menatap kosong ke arah lantai.

Pria itu mendesah frustasi meratapi kondisi mereka saat ini.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu." Ujarnya tanpa melihat mata kekasihnya.

Pria itu mengalihkan pandangannya pada gadis yang duduk di seberangnya itu.

"Bang, kita... putus aja ya?" Lirih Mona hampir tak terdengar.

"Mon, kamu bilang apa tadi?" Julian meminta Mona mengulang kata-katanya dan berharap apa yang di dengarnya adalah sebuah kesalahan dari indra pendengarannya.

Gadis itu menguatkan diri untuk berbicara, "Aku... mau kita putus, Bang."

Julian menatap kekasihnya itu nanar. Kepalanya terasa pening, otaknya seakan tak dapat berfungsi dengan baik untuk mencerna ucapan yang baru saja keluar dari bibir Mona setelah menunggu sekian lama. Seketika ia merasakan nyeri yang teramat sangat di dadanya, ia tak pernah membayangkan kalau gadisnya akan melontarkan kata-kata itu malam ini.

"Bercanda kamu nggak lucu hari ini, Mon. Timingnya lagi nggak pas." Pria itu menggeleng tak percaya.

"Aku nggak bercanda sekarang. Aku capek, bang!" Mona akhirnya memberanikan diri menatap kekasihnya itu.

"Ca― capek?!" Julian menghampiri Mona dan duduk di sebelahnya.

Air mata perlahan mengalir membasahi pipinya, "Kamu pikir aku menikmati hubungan kita yang sekarang ini? Aku tuh rasanya kayak pacaran sama diri aku sendiri, bang."

"Mon, aku nggak ngerti ya, kenapa kamu tiba-tiba kayak gini?" Julian menatap Mona dalam kebingungan.

"Ini nggak tiba-tiba! Kamu tuh lebih asik sama kerjaan kamu sendiri." Mona mencoba mengontrol suaranya agar tak terdengar oleh orang lain dari luar.

"Ya kalau bagi kamu aku terlalu sibuk, aku minta maaf, Mon! Tapi kamu sendiri yang bilang kalau kamu akan support mimpi aku, kan?!" Julian berusaha membela dirinya.

"Tuh, kan! Lagi-lagi kita kayak gini. Kamu tuh sadar nggak sih, kita itu udah nggak bisa ngobrol lagi?"

"Nggak bisa ngobrol gimana, sih?! Kita sering ngo―"

"Ngobrol sama ribut tuh beda, bang! Sekarang hampir setiap kita ketemu, isinya cuma ribut aja." Gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari Julian.

"Ya kamu yang kayak sekarang ini mulai du―"

"Bang, setiap kita ngedate yang jarang itu, aku nggak ngerasa kamu tuh lagi sama aku. Udah nggak ada excitementnya lagi tiap kamu ketemu aku. Hati kamu udah nggak ada disini, bang Ian." Lagi-lagi Mona memotong ucapan Julian.

Pria itu melangkah mendekati Mona, "Kamu ngomongin masalah siapa lagi, sih?"

"Aku nggak ngomongin siapa-siapa disini. Aku ngomongin kita, bang! Untuk apa kita sama-sama tapi kitanya nggak bahagia gini?!" Suara gadis itu mulai meninggi.

Falling Leaves In December Night [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang