19

688 26 5
                                    

Kini Violen telah tercatat dalam daftar pencarian orang, foto dirinya dan ciri-ciri umum yang dia miliki sudah disebar melalui poster dan media TV berita. Maka  Berita mengenai Raka dan Violen pun diketahui oleh teman-teman mereka, dan kabar itu  sangat cepat menyebar, kini sepenjuru sekolah, bahkan dilingkungan mereka tinggalpun telah mengetahuinya.

Menanti kabar keadaan Violen sepertinya butuh sekali kesabaran dan ketabahan, disituasi ini semua orang melakukan aktifitas seperti biasa, namun bagi mereka tiap detik terasa begitu tidak tenang sehingga fokus mereka selalu teralihkan dengan pikiran-pikiran dimana dan bagaimana kondisi Violen saat ini, apakah dia makan dengan baik, tidur dengan b aik, apa dia bersama dengan orang-orang baik, hanya do’a lah yang tek pernah terhenti.

Violen pov

“Brakkkk.” Suara  pintu ditutup.

Dan berkat suara itu akhirnya aku tersadar, namun begitu sadar seingatku saat itu aku sedang berjalan pulang namun apa yang aku lihat saat ini bukan lah jalan arah pulang kerumah, melainkan ruangan gelap dan apek, banyak sarang laba-laba dilangit ruangan, lantai yang kotor, dan satu pintu yang ada dibelakangku.

“Mama....hee.” tiba-tiba terdengar suara tangisan mirip seorang anak kecil.

Suara tangisan itu sedikit horor terdengar, sehingga membuatku ketakutan.

“Positif.” Sambil menenangkan diri, dan pikiran berharap itu tangisan seseorang, bukan mahluk menyeramkan. Dengan segenap keberanian yang dikumpulkan, aku mencoba mencari asal suara tangisan itu.

Ketika ku dekati sebuah lemari, tangisan itu semakin jelas terdengar. Perlahan aku pun mendekat dan membuka lemari itu, rasa takut tak bisa dihilangkan, perasaan tidak enak dan keringat dingin menambah keteganganku.

Setelah lemari itu terbuka, terdapat seorang anak perempuan duduk meringkuk ketakutan dengan tubuh kotor karena debu. Penampakan itu tentu saja membuat jantungan sampai-sampai aku jatuh terduduk karena ketakutan. Keberanian yang terkumpul tadi lenyap sekejab mata, sambil memejamkan mata tak lupa ku baca do’a- do’a berharap hantu itu pergi dari hadapaku.

“Kakak.” Anak itu memanggil.

“WAAAA PERGI.” Teriakku ketakutan.

Suara itupun menghilang, perlahan aku membuka mata, dan betapa terkejutnya aku melihat seorang anak kecil berdiri didepanku, karena takut  kupejamkan mata erat. Saat kubuka mata anak itu masih berada disana didepanku, mencoba mengendalikan diri untuk tenang,  kucoba memahami sesuatu.

“Kamu bukan hantu?.” Itu sungguh pertanyaan bodoh yang ku tanyakan.
Anak kecil itu menggeleng.

Dengan ragu aku menyetuh anak itu. “hah, bukan hantu.”ujarku lega.

Kedua sudut bibir anak itu naik dan memperlihatkan senyum polos layaknya anak-anak. Matanya bulat dan disaat senyumnya nampak matanya tampak ikut tersenyum. Rambutnya yang dikepang dua mebuatnya nampak seperti boneka hidup, dan itu tampak sempura dengan kulitnya yang putih dan badannya yang berisi, namun diluar dari itu anak ini nampak pucat.

“Hei dek kamu sakit ya.” Tanyaku padanya. Dia menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas apa yang kutanyakan.

Ku letakan telapak tanganku dikeningnya, sesaat aku mencoba merasakan suhu pada tubuhnya, namun tubuhnya tidak panas melainkan suhu tubuhnya terasa dingin.

“Adek kedinginan.” Tanyaku, dan lagi-lagi dia menganggukan kepalanya.
Kuraih kedua tangan mungilnya lalu ku gosok kedua tanganku dan kupegang tangan yang dingin itu, sekali lagi kugosokan kedua tanganku dan kuletakan tangan ku dipipinya. Anak itu tersenyum, dan aku ikut tersenyum melihatnya nampak merasa lebih baik. Merasa gemas dengan tingkah anak ini, aku mengusap kepalanya lembut, namun saat itu kurasakan sesuatu yang kaku di rambutnya itu terasa berbeda dengan di bagian rambut disisi lain kepalanya.

Si JelekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang