_3_

718 88 1
                                    

Dua hari mengambil cuti Seokjin kembali bekerja. Tenggelam dalam pekerjaan yang menggunung. Tidak ada waktu untuk bersantai.

Anehnya wajah pemuda itu terus dan terus terbayang.

Seokjin berpikir ini kebetulan yang aneh. Ketika dia memikirkan pemuda itu, sosok itu sedang lewat di depan mobilnya. Berlari terburu-buru. Beruntung lampu sedang merah.

Waktu memang sudah larut. Seokjin sedang dalam perjalanan pulang ketika Taehyung menyeberang di depan mobilnya dengan berlari buru-buru.

Taehyung hanya berusaha untuk lebih cepat. Ayahnya membuat masalah di kedai minum. Seseorang yang mengenal keluarganya menghubunginya. Memintanya untuk datang.

Ini sial! Taehyung bahkan sudah menerka apa yang terjadi. Ketika sampai di tempat itu dia tidak terkejut lagi melihat ayahnya. Dalam keadaan mabuk, bukan hanya mengacau tapipun mengoceh tidak jelas.

Taehyung tidak bisa melakukan apapun selain meminta maaf dan segera membawa ayahnya pergi. Tapi pemilik kedai menahannya. Meminta ganti rugi. Ada kursi yang patah. Beberapa botol yang dipecahkan ayahnya. Dan beberapa yang sudah dia minum.

Taehyung bahkan belum menerima gaji. Lagi-lagi tidak ada uang dan ayahnya sudah membuat ulah.

"Paman, aku minta maaf. Tapi sekarang aku tidak memegang uang sama sekali. Bagaimana jika besok aku kembali melunasi semuanya?" Taehyung masih berusaha meminta keringanan. Berharap pemilik kedai bisa percaya padanya. Dia tidak ingkar. Dia pasti kembali hanya perlu waktu.

"Tidak bisa! Bagaimana bisa begitu? Bayar sekarang atau aku laporkan Ayahmu!"

Taehyung ingin sekali menyahuti 'lapor saja, biarkan pria tidak berguna itu dipenjara'. Sayangnya, Taehyung tidak bisa. Bagaimanapun pria yang hanya mabuk, judi, dan makan itu adalah ayahnya.

"Sungguh aku tidak memiliki uang, Paman. Percaya padaku, besok aku akan kembali."

"Aish! Kenapa minum jika tidak punya uang! Kenapa aku jadi sial begini! Bagaimana aku bisa percaya padamu, ha?! Tidak! Tidak! Yang seperti ini pasti akan kabur!!"

Taehyung sudah tidak tahu harus mengatakan apa. Melihat ayahnya yang sudah terkapar tidak peduli. Itu sangat membuatnya kesal. Apa lain kali dia mengunci ayahnya saja? Mengikatnya agar tidak pergi minum.

"Berapa semuanya?"

Taehyung berbalik cepat. Memastikan bahwa kalimat itu ditujukan untuk masalahnya.

Seokjin merogoh dompet di saku dalam jasnya. Menghampiri pemilik kedai. "Berapa?"

Si pemilik kedai melihat Taehyung, hanya sebentar sebelum kembali menatap pada pria yang terlihat seperti bukan orang biasa. Tangannya menggosok antusias, menyebutkan nominal yang tidak sedikit menurut Taehyung.

"Tunggu! Itu terlalu banyak! Paman, kau melebihkan! Jangan mencari kesempatan, ya!"

"Yak! Apanya yang mencari kesempatan! Kau tidak lihat sekitarmu? Begitu kacau! Masih menuduhku melebih-lebihkan?!"

Taehyung akan kembali mendebat. Tapi pria itu segera menarik beberapa lembar sesuai nominal yang disebutkan. Menyerahkannya pada pemilik kedai. Wajah pria paruh baya itu terlihat berbunga.

Dasar!

Hati Taehyung gondok, memilih membangunkan ayahnya. Memaksa pria itu untuk sadar. Bagaimana itu mungkin? Kim Woo Bin sudah sangat mabuk. Taehyung hanya bisa menyeretnya.

Seokjin memperhatikan Taehyung yang kesulitan mengangkat tubuh ayahnya segera membantu. Porsi tubuh mereka saja sudah terlihat tidak seimbang. Pemuda itu kurus sedangkan ayahnya tinggi besar.

sepenggal hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang