Kim Taehyung menguap lebar seraya meregangkan badannya yang terasa kaku. Udara semalam sangat dingin dan dia tidur meringkuk dipeluk selimut. Hangat, nyaman. Tapi tubuhnya jadi kaku terutama tangan dan kakinya.
Pemuda itu mengerjap beberapa kali. Menyingkirkan lengket di kedua matanya kemudian menendang selimut dan bangun. Taehyung pergi membuka jendela kamar. Memperhatikan halaman berumput dan lembab sebentar. Mendongakkan kepala dia menemukan balkon kamar Jungkook. Tirai dari balkon itu masih tertutup rapat. Itu artinya Jungkook belum bangun.
Tapi sebenarnya Taehyung sedang berpikir sesuatu. Sudah 2 hari ini Jungkook tidak terlihat. Bersamaan dengan Park Jimin yang tidak muncuk juga. Hidupnya tenang sebenarnya. Tapi jadi terasa ada yang kurang. Biasanya pagi adalah Jungkook. Sekolah ada Park Jimin. Sekarang 2 orang itu tidak ada jadi rasanya berbeda.
Terlebih lagi seminggu ini entah ke mana ayahnya. Pria itu memang tidak bersikap baik padanya, namun Taehyung juga tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Masih jadi Ayahnya, selamanya seperti itu. Kalau terjadi apa-apa dengan pria itu, dia juga yang akan direpotkan.
Taehyung menggelengkan kepala. Menepis semua pemikiran tentang 3 orang di sekitarnya. Itu tidak berguna hanya dipikirkan.
Setelah membersihkan diri dan menggangi pakaiannya, Taehyung pergi ke luar. Mengunci pintu rumah dan berjalan pergi. Tidak jauh. Hanya ke rumah sebelah. Rumah Keluarga Jeon.
Dia berdiri di depan pagarnya, menekan bel sekali lalu mincullah Bibi Jeon. Taehyung menunduk sopan.
"Pagi, Bibi."
Bibi Jeon tersenyum. Dia datang membuka pintu dan meminta Taehyung masuk ke dalam rumah.
"Paman Jeon sudah pergi, Bi?" Tanya Taehyung begitu duduk di sofa ruang tamu. Rumah nampak sepi jadi dia bertanya.
"Sejak kemarin sore Paman pergi ke luar kota. Pekerjaan. Taehyung sudah sarapan? Bibi sedang memasak. Sarapan di sini, ya?"
"E, sebenarnya aku hanya ingin melihat Jungkook. Aku tidak melihatnya dua hari ini, Bi. Apa dia sakit?"
Bibi Jeon mengerang entah kenapa. Dia sedang melanjutkan memasaknya ketika menjawabi Taehyung. "Anak itu ada di kamarnya. Setelah dimarahi Ayahnya, dia mengurung diri di sana dan tidak mau keluar. Bibi bahkan harus mengirim makanan ke kamarnya." Bibi Jeon tidak benar-benar kesal tapi dia menggerutu karena setelah sang ayah pergi pun putra semata wayangnya itu tidak mau keluar kamar.
"Kenapa dimarahi?"
Bibi Jeon menghentikan gerakannya mengaduk sesuatu di panci, melihat Taehyung sebentar. "Dia berkelahi. Pulang-pulang keadaannya sangat berantakan. Suami Bibi tentu marah. Takutnya masalah jadi besar. Tapi sampai sekarang tidak ada yang menghubungi kami. Entahlah, Bibi harus lega atau cemas. Jungkook seperti itu lagi," Bibi Jeon menggeleng lemas. Kalimat terakhirnya diucapkan dengan lirih. Taehyung bisa menangkap mata sendu Bibi Jeon tapi itu hanya sesaat sebelum kembali seperti sebelumnya.
Bibi Jeon menyelesaikan masakannya dan menatanya di meja. Taehyung yang dipaksa untuk sarapan bersama, memberinya sedikit bantuan dengan menata piring.
"Tinggalkan ini. Kamu panggil saja Jungkook. Semoga bisa luluh denganmu."
"Tidak apa-apa, Bibi?"
"Heum. Pergilah."
Dengan itu Taehyung pergi ke kamar Jungkook di lantai atas. Dia mengetuk pintu kamar itu. "Jungkook-ah, ayo sarapan bersama."
Jungkook yang ada di dalam kamar dan menutup diri dengan selimut merespon cepat begitu mendengar suara Taehyung. Dia hampir turun dari kasurnya sebelum ingat sesuatu. Dia masih penuh luka. Beberapa membiru dan lukanya mengering. Tapi itu masih terlihat buruk dan tidak ingin diperlihatkannya pada Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
sepenggal hati
FanfictionKim Seokjin yang kehilangan dan terluka karenanya. penuh penyesalan. penuh kemarahan. Tanpa sengaja melihat Kim Taehyung yang butuh ketegaran. beberapa kekuatan. sedikit dukungan. Melihat Kim Taehyung, hati Seokjin berteriak menuntut penawar.