_2_

854 113 6
                                    

Kim Woo Bin memasuki rumahnya dengan rusuh. Jalannya sempoyongan, dengan kesadarannya yang setengah menuju sofa dan berakhir di sana.

Taehyung hanya menghela bosan begitu mendapati sang ayah dalam keadaan itu. Bau yang kuat darinya membuatnya menahan napas. Memiliki ayah seorang pemabuk bukan berarti dia tahan dengan aroma alkohol. Terlebih bila itu bercampur dengan asap rokok dan keringat.

Dia akan melangkah keluar ketika ayahnya berseru. "Sebelum pergi tinggalkan uang!"

"Apa kau gila? Yang semalam itu adalah uang terakhir!"

Woo Bin bangkit seketika, matanya merah menatap tajam Taehyung. Jarinya teracung. "Jangan membodohiku! Kau menyimpan semuanya! Ha!? Tunggu sampai aku tahu di mana kau menyembunyikan uangmu! Aku," dia berhenti untuk cegukan, lalu melanjutkan, "aku akan mengambil semuanya!"

"Ya ya. Ambil saja." Taehyung melangkah pergi segera. Menutup pintunya kasar. Menatap sengit pada papan kayu tersebut.

"Kim Hyung!"

Taehyung menoleh. Lalu mendapati bocah tetangganya menggantung di pagar tembok yang memisahkan rumah mereka. Bocah itu bertumpu dengan dua tangannya, terlihat tidak tahan tapi memaksa tersenyum lebar-lebar.

"Turun turun! Tanganmu akan patah jika kau begitu." Taehyung tidak bisa tidak khawatir. Tapi bocah itu mendengarkannya dengan patuh.

Segera setelah kakinya menapak tanah, si bocah berlari meninggalkan halamannya dan berhenti di depan pintu pagar rumah keluarga Kim. Kembali memasang senyum lebar saat melihat Taehyung berjalan keluar.

"Pagi!"

"Ha~" balas Taehyung enggan. Merapatkan jaketnya, dia merasa lebih dingin pagi ini. Tapi Taehyung batal melangkah saat bocah tetangganya itu mengikuti. "Pagi ini ke mana sopirmu?"

"Hehehe. Appa sudah berangkat. Aku bilang akan pergi bersamamu. Kajja." Bocah itu melangkah lebih dulu dengan ayunan riang. Taehyung mendesah berjalan malas. Tapi karena dia tertinggal, bocah itu kembali untuk menyeretnya.

"Kim Hyung kau sarapan apa hari ini?"

"Tidak sarapan."

"Mwo?! Bagaimana tidak sarapan? Sarapan penting, Hyung." Lantas dia melepaskan lengan Taehyung, membuka tas punggungnya. Mengeluarkan kotak transparan berisi sandwich. "Kim Hyung sarapan ini saja."

Taehyung tidak langsung mengambil kotak itu. Sebaliknya dia menatap bocah di sebelahnya yang harus berjalan miring demi menyodorkan kotak dengan tangan lurus.

"Berjalan yang benar."

"Ambil dulu."

"Aku tidak terbiasa sarapan. Jadi simpan saja itu."

"Tapi,"

"Perutku sakit jika aku sarapan, Jungkook. Masukkan kembali."

Bocah yang dipanggil Jungkook menatap lurus mata Taehyung. "Benar itu? Bukan karena Hyung menolak makananku, kan?"

Taehyung mencebik. Menepis lengan Jungkook dan melangkah lebar-lebar. Meninggalkan Jungkook yang buru-buru memasukkan kembali kotak bekalnya ke dalam tas. Lalu berlari menyamai langkah Taehyung.

"Kim Hyung semalam pulang jam berapa?" Jungkook tidak suka keheningan terlebih lagi jika itu di sekitar Taehyung. Kakak tetangga yang membuatnya senang sejak pertama melihatnya. Padahal tidak ada yang spesial. Jungkook hanya selalu senang saja setiap kali bersama Taehyung.

"Apa pentingnya kau bertanya? Berjalan saja. Kau akan terlambat jika terus bicara."

"Aku tetap berjalan."

sepenggal hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang