_9_

498 69 11
                                    

Guo Minsung senang sekali 5 hari ini. Dia memang sakit dan harus dirawat. Tapi dengan itu Seokjin jadi luluh. Putranya sudi memaafkannya bahkan merawatnya selama ada di rumah sakit. Di sela kesibukan kerja, Seokjin menyempatkan diri untuk datang dan menginap untuk menemaninya.

Betapa senang dan leganya Minsung. Hari ini dia mendapat kabar baik. Dokter sudah memperbolehkannya keluar rumah sakit. Seokjin sudah ada bersamanya, untuk membereskan barang-barang dan mengantarnya pulang.

"Seokjin,"

"Ya."

"Kau pergi saja bekerja. Eomma bisa pulang sendiri. Aku sudah kuat."

"Tidak. Kupastikan kau sampai di rumah. Dari sana aku langsung ke kantor."

Minsung tersenyum. "Terima kasih Seokjin."

Seokjin yang masih memasukkan pakaian Ibunya ke dalam tas menoleh. Tersenyum kecil. "Jangan berterima kasih lagi. Kita sudah sepakat untuk tidak mengungkitnya lagi."

Minsung mengangguk. Setelah persiapan selesai Seokjin menggandeng Ibunya keluar kamar rawat. Membantunya berjalan dengan tumpuan lengannya. Seokjin menjadi putra berbakti beberapa hari ini. Menekan segala kecewa dan kenangan buruknya di masa lalu setelah melihat Ibunya begitu tertekan.

Memang benar, Seokjin perlu memaafkan wanita itu sebagai seorang anak. Mengangkat sedikit beban di usianya yang tak lagi muda. Seokjin perlu juga melonggarkan diri dan menerima kembali sang Ibu.

Itu dia lakukan untuk diri sendiri. Seokjin tidak bisa meperbaiki masa lalu. Tidak bisa menyelamatkan adiknya. Juga tidak bisa memaafkan kegagalannya sebagai kakak. Semua kesalahan dia limpahkan pada dirinya sendiri dan itu membuatnya frustasi dan tertekan. Tapi setidaknya dia bisa membuat Ibunya lebih nyaman.

#

Namjoon mengikuti Seokjin ke ruang kerjanya begitu dia datang. Memberikannya beberapa berkas dan memberi tahukan beberapa meeting yang perlu dia hadiri.

"Bibi sudah lebih baik?" Tanya Namjoon sementara menunggu berkas yang ditanda tangani Seokjin.

"Ya."

Namjoon tersenyum lega. Bukan karena mendengar kabar Bibi Minsung melainkan karena Seokjin yang sudah lebih bisa lapang dada memaafkan kesalahan wanita itu. Dengan begini dia berharap Seokjin bisa melepas rasa bersalahnya di masa lalu. Juga sembuh dari depresinya.

"Kenapa?"

Namjoon tidak sadar Seokjin tengah mendongak menatapnya. Membuatnya tertangkap sedang melamun. Namjoon tersenyum bodoh, menggeleng.

Seokjin mendesah panjang seraya menyandarkan diri ke kursinya. "Karena mengurus Eomma aku jadi tidak bertemu Taehyung. Apa kabarnya, ya? Aku ingin menemuinya tapi juga harus menjaga Eomma."

"Kau dahulukan Bibi dulu."

Seokjin mengangguk saja. "Kau bisa pergi menemuinya?"

Dahi Namjoon berlipat. "Menemui Taehyung? Untuk apa?"

"Hanya melihatnya."

Namjoon tidak menjawab. Dia keberatan. Sungguh. Karena bagaimana pun dia tidak mengenal Taehyung. Iya, dia sudah melihat pemuda itu. Tapi tidak kenal sampai dia bisa melakukan kunjungan.

"Kau tidak mau?"

"Bukan tidak mau. Tapi terus terang saja, aku tidak mengenalnya dengan baik. Akan aneh jika aku datang menemuinya hanya untuk melihat. Kau perlu melakukannya sendiri."

Seokjin diam memikirkan perkataan Namjoon. Ada benarnya. Lagi pula dia lebih suka melihat Taehyung dengan mata kepala sendiri dibanding menyuruh Namjoon.

sepenggal hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang