_11_

563 70 3
                                    

"Kenapa kau perlu memukulnya seperti itu?"

Woo Bin bersikap tidak acuh, menyesap rokoknya dalam-dalam. Kekasihnya itu pasti terkejut dia memukuli Taehyung di depannya.

"Sayang," Bae Hi berjongkok di depan kaki Woo Bin yang duduk di meja makan. Makanan yang dia siapkan pagi tadi masih di sana. Sudah dingin. Bae Hi meletakkan dagu di lutut Woo Bin. "Kau harus bersikap lembut untuk mendapatkan apa yang kau mau. Begitu caranya menggunakan otak."

Woo Bin mengepulkan asap dari mulutnya, menatap wajah cantik Bae Hi di bawahnya. "Kau saja, aku tidak bisa."

"Apa itu sulit? Jujur saja aku takut sekali melihatmu seperti tadi. Anak itu terlihat sangat kesakitan. Kasihan."

Woo Bin menjepit rokok di antar bibirnya. Menarik Bae Hi bangun. Menepuk pinggangnya yang ramping. "Kau akan terbiasa melihat itu."

"Apa? Apa maksudnya?"

Woo Bin sudah berdiri, melangkah menuju kamar. Hanya sebentar dan keluar lagi dengan baju yang berbeda.

"Kau mau ke mana?"

"Biasa."

"Hei, jangan berhutang lagi! Kau sudah menumpuk banyak hutang di tempat itu!!"

Woo Bin tidak menyahut dan menghilang di balik pintu. Bae Hi menatap masakannya dan menghembuskan napas lelah. "Malang sekali."

#

"Yo, bocah ingusan!"

Jungkook menghentikan langkah begitu sapaan itu mengalun dengan sok. Sok akrab dibumbui ejekan. Sumpah! Jungkook mendengar nada mengejek yang kental.

Park Jimin sialan.

Jungkook kembali melangkah, mengabaikan keberadaan Jimin. Melewati siswa SMA itu yang entah bagaimana sudah sampai di sekolahnya. Ini bahkan belum masuk jam pulang pemuda itu, tapi Jimin sudah ada di sini.

"Hei!" Jimin meraih tas Jungkook dari belakang. Itu memicu tatapan sinis dari Jungkook yang merasa direndahkan. Namun masih saja Jimin tidak melepaskannya.

Jimin ini tidak ke Taehyung tidak Jungkook perlakuannya tetap sama. Tapi Jungkook bukan Taehyung. Jungkook akan melawan jika diganggu.

"Kau mau adu keterampilan lagi?" Tantang Jungkook penuh makna.

Jimin mendengus sinis sebelum menjauhkan tangan dari tas Jungkook. "Makanya yang sopan. Disapa malah pura-pura tidak tahu. Siapa yang minta dipukul kalau begitu?"

"Sadar diri woi! Memang kau sopan?" Jungkook semakin berani.

Jimin menggerakkan bibirnya yang terkatup rapat. Benar-benar Jeon Jungkook ini tidak mengenal takut. "Oke, adik manis. Bisa aku mulai berurusan denganmu?" Jimin sok lembut.

"Sejak awal kita sudah punya urusan. Mau melanjutkan yang itu?!" Dagu Jungkook terangkat sedikit menuju akhir kalimatnya.

Jimin menggaruk alisnya yang gatal. Gatal sebab emosi. Namun memutuskan untuk sabar karena dia sedang butuh bocah ini. "Berhenti memiliki niat berkelahi. Aku datang bukan untuk berkelahi. Sama sekali!"

Jungkook melipat kedua tangan di dada. Tingkahnya masih sok di depan Jimin. Tidak peduli jika itu lebih tua darinya. Padahal ini masih di sekitar sekolah. Banyak murid SMP sepertinya yang memperhatikan. Mungkin saja salah satu dari mereka adalah teman sekelasnya.

Jungkook mana peduli. Orang yang sedang berdiri di hadapannya adalah musuh. Park Jimin adalah seorang perundung, dia menindas kakak kesayangannya. Jungkook tidak akan pernah memaafkan apalagi bersikap baik pada orang ini.

sepenggal hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang