Hari masih pagi ketika sebuah mobil berhenti di depan pagar rumah keluarga Kim. Terlalu awal untuk bertamu. Tapi Kim Seokjin hanya tidak sabar. Ditambah lagi dengan perasaan cemas.
Kemarin itu selesai dari restauran, dia berniat pergi ke rumah Taehyung. Sayangnya tidak jadi lantaran sang Ibu memintanya untuk datang. Karena takut membuat Ibunya berpikir macam-macam, sebab mereka baru saja berbaikan, Seokjin setuju untuk pergi ke rumah si Ibu. Dia pikir masih bisa menghubungi Taehyung. Namun rupanya Taehyung tidak mengangkat telepon darinya.
Dia jadi khawatir. Melewati malam dengan tidak tenang. Begitu bangun dia sudah merencanakan waktu untuk menemui Taehyung. Dia bangun lebih awal di rumah ibunya, pamitan pada sang Ibu bahkan sebelum masakannya siap. Langsung menuju rumah Taehyung.
Seokjin menekan sekali bel di samping pintu kemudian menunggu. Menekan lagi karena yang sebelumnya dirasa lama tidak ada yang datang, takutnya bel sekali tadi tidak terdengar. Atau mungkin penghuni rumah belum bangun. Entah, Seokjin bepikir perlu untuk menekannya beberapa kali sampai berhasil.
Setelah cukup lama barulah dia dengar suara mendekat. Dan pintu dibuka dari dalam. Wajah Taehyung menyembul di celah pintu yang dibuka tidak lebar. Wajahnya yang kuyu dengan mata setengah terbuka memutus kurva Seokjin yang hampir melengkung cerah.
"Taehyung!" Seokjin bergerak cepat untuk menangkap tubuh Taehyung yang merosot masih berpegang pintu. Hawa panas langsung menyambut Seokjin dari tubuh yang dia pegang.
Tanpa banyak tanya Seokjin membawa Taehyung masuk. Membaringkannya di sofa panjang. "Kau sakit." Dia tidak bertanya, sudah jelas hanya dengan melihat.
Taehyung meringkuk merasa tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya sendiri. Dia tahu itu Seokjin tapi tidak memiliki tenaga untuk meladeninya. Dia diserang rasa sakit di sekujur tubuh. Dari kepala, dada dan seluruh tulangnya nyeri.
"Taehyung," Seokjin ingin memastikan pemuda itu masih sadar. Melihat Taehyung berusaha membuka matanya, Seokjin mengusap kepala pemuda itu. "Kau sendirian?" Seokjin menelisik rumah dan merasa seperti itu.
"Eu" Taehyung mendengung lirih. Sejak kemarin tidak ada yang pulang. Taehyung sudah merasa sakit kemarin sore, berharap salah satu dari mereka datang. Namun sampai dirasa sakitnya makin parah tidak ada yang bisa dimintai tolong. Tidak mungkin juga dia menyusahkan Jungkook.
Sekali lagi Seokjin memeriksa suhu tubuh Taehyung. Merasa harus merawatnya, Seokjin memutuskan membawanya ke rumah sakit.
#
"Kau mau memakai motorku lagi?"
Park Jimin yang sudah menenteng helm milik kakak sepupunya, berhenti di ruang tengah. "Ya. Sayang, kan kalau jadi penghuni garasi saja?"
Jadi penghuni garasi apanya. Seolah motor itu diabaikan dan menjadi rongsokan. Yoongi tidak mungkin begitu. Dia merawat motor itu dengan baik. Sekalipun jarang dipakai, dia tetap memperhatikan perawatannya. Itu hanya alasan Jimin untuk mempergunakan motor Yoongi yang tangki bensinnya full.
"Lalu mobilmu?"
"Aku belum isi bahan bakar. Bye, kakakku!" Park Jimin nyelonong pergi, mengabaikan wajah masam Min Yoongi yang sudah mendecak kesal.
Dengan motor itu Park Jimin tidak langsung ke Sekolah. Dia pergi ke rumah Kim Taehyung. Sengaja ke sana untuk mencari kabarnya. Juga berharap jika hari ini si Kim itu bisa ke Sekolah lagi. Dia akan pastikan dengan membawanya dengan motor itu.
Dia sampai bersamaan dengan terbukanya pintu pagar rumah keluarga Jeon. Jeon Jungkook, anak SMP yang pernah berkelahi dengannya itu keluar dari sana.
"Mau apa kau?!" Sambut Jungkook tidak ramah. Seolah permusuhan benar-benar ada di antara mereka, Jungkook menganggap Jimin adalah musuh yang tidak berhak atas kesopanannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
sepenggal hati
FanfictionKim Seokjin yang kehilangan dan terluka karenanya. penuh penyesalan. penuh kemarahan. Tanpa sengaja melihat Kim Taehyung yang butuh ketegaran. beberapa kekuatan. sedikit dukungan. Melihat Kim Taehyung, hati Seokjin berteriak menuntut penawar.