Bagian 3

29 2 0
                                    

Siapa bilang Airysh hidup dalam kebahagian seperti orang lain yang melihat apa yang ia miliki, memiliki dua sahabat lelaki yang somplak dan juga sayang kepadanya, mempunyai sahabat perempuan yang bahkan sudah ia anggap sebagai saudara sendiri, dan mungkin terakhir yang membuat orang berpikir Airysh hidup bahagia, sesuatu yang ia miliki yang mungkin tidak semua orang memilikinya, harta yang berlimpah.

Airysh yakin mereka akan memandang Airysh seperti itu, dia memiliki segalanya, dia pasti hidup yang bisa di bilang dari kata cukup, pasti untuk membeli sesuatu baginya itu sangatlah mudah. Bahkan, Airysh berani menukar semuanya asal kan ia bisa bersama orang tuanya yang super duper sibuk itu. Untuk satu hari berada dirumah saja, sepertinya mereka tak bisa.

Yaaa ... Seperti sekarang buktinya, baru kemarin malam bukan malam mungkin, tapi tengah malam, ia baru saja melihat ibu nya pulang dari perjalanan bisnis nya. Ayah nya? Sama seperti Ibu nya tidak jauh seperti itu, bahkan Ayah nya lebih sering menetap di luar negeri di banding di negara kelahirannya sendiri.

Setiap hari yang Airysh terima dari kenyataan adalah kesunyian. Maka dari itu kenapa ia sangat menyukai kesunyian untuk saat-saat ia membutuhkannya, pasti kebalikan dari orang yang melihatnya Airysh terlihat bersahabat dan ceria di luaran sana, sampai-sampai orang mikir dia tidak memiliki beban hidup yang harus di pikul.

Nyatanya itu semua salah.

Pagi ini setelah Airysh bangun dengan matahari baru lagi, dengan tanggal baru lagi, dengan kesaharian yang baru lagi, dan sesuatu baru yang terjadi lagi.

"Pagi, Bi!" sapa nya saat ia berada di meja makan dengan hidangan makanan seperti biasanya.

"Ibu barusan aja berangkat, Ris," Airysh memang yang meminta pengurus rumahnya memanggil namanya, karna bagi Airysh Bi Aya di pekerjakan dirumahnya karna orangtuanya dan di gaji juga oleh orangtuanya, rasanya tidak enak saja namanya di panggil pakai embel-embel yang tidak ia sukai karna dia anak dari majikannya.

"Tumben, baru berangkat," jawab Airysh sambil menyuap nasi gorengnya.

Bi Aya yang sedang mengambil sesuatu di dapur langsung menyahutinya, "kok, tumben sih, Ris? Seharusnya kamu alhamdulillah, Ibu mu berangkat nya siang kaya gini,"

Pukul 7 pagi bagi Bi Ika adalah diang, dan mungkin pukul 12 baginya Sore.

"Yaaa, lagian kan, Bi, Bunda biasanya juga pergi pagi-pagi buta, sampe ayam aja kalah sama dia bangunnya," balas Airysh yang ngawur.

Bi Aya yang mendengar hanya bisa menggelengkan kepalanya, "lho, bukannya bagus kan, berarti Ibu Airysh itu pekerja keras, dan tidak pernah mengenal waktu,"

Airysh terdiam, kunyahan yang tadinya berselera kini ia memelankan kunyahannya dan langsung menengguk segelas susu putih yang sudah di sediakan.

"Yaaa, saking tidak mengenal waktunya, Bunda sampai lupa kalau dirumah sebesar ini ada putri satu-satunya yang sedang menunggunya bertahan dirumah walau hanya seharian saja," Bi Aya yang mendengar jadi merasa tidak enak dan ia merutuki ucapannya tadi.

Airysh langsung tersenyum kembali, ia meraih tas nya dan langsung mencangklok ke bahunya, dan melambaikan tangannya ke Bi Aya, "Airysh jalan dulu ya, Bi! Dua pangeran berkuda canggih udah sampai di depan gerbang tinggi yang tak kunjung terbuka,"

"Dahhh..." ucapnya sebelum ia menghilang dari ruang makan.

***

Seperti pagi biasanya Airysh selalu berdiri diantara mereka, berada di tengah-tengah mereka dengan tinggi yang semeter tak sampai, dan selalu menjadi bahan kejahilan keduanya.

Seharusnya dulu Airysh tidak usah menerima pertemanan mereka berdua kalau jadinya kaya gini, Airysh paling pendek diantara mereka, bahkan saat ia sama Sonya saja dia yang lebih pendek dari Sonya.

What Am I? ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang