7. Main Bareng

10.9K 283 3
                                    

"Ini adalah kamar yang akan menjadi saksi malam pertama kita"

Astaga, hentikan!

Kalimat itu tentu saja masih terngiang jelas di pikiran Arista. Bagaimana mungkin seorang laki-laki dewasa berkata seperti itu pada seorang perempuan yang masih berusia 18 tahun? Sudah, jangan terlalu dipikirkan.

Arista mencoba kembali menata tatanan nafasnya. Beberapa menit yang lalu setelah melontarkan kalimat itu, Wisnu langsung mengecup singkat bibir merah Arista. Bukan hanya satu dua kali, tapi tiga kali. Padahal, Arista sudah berusaha melepaskan dirinya dari belenggu tubuh kekar Wisnu, namun usahanya sia-sia. Setelah melakukan hal itu, Wisnu malah langsung meninggalkan Arista begitu saja, seperti habis manis lalu dibuang. Dasar menyebalkan.

Arista hanya bisa mendengus menatap kepergian pria dewasa itu. Dewasa siih, tapi nggak gini juga.

Arista kembali menemui semua orang yang sudah berkumpul di meja makan, dan ternyata Wisnu juga sudah ada di sana.

"Kata Wisnu, tadi perut kamu sakit. Sekarang udah mendingan kan?" tanya Tania, mama Wisnu yang saat ini menggunakan setelan gaun berwarna merah maroon. Arista fikir, tadinya Tania akan pergi ke kondangan atau arisan, ternyata itu adalah baju rumahan.

Baju rumahan saja mewah seperti itu, bagaimana dengan gaun pesta? Arista hanya mengangguk kagum melihat penampilan keluarga calon suaminya ini. Meskipun keluarga Atalla merupakan golongan atas, namun mereka sama sekali tak mempunyai sifat yang biasanya dimiliki oleh orang kaya lainnya. Mereka sangat ramah, santun, dan dermawan. Tak salah jika Arista nantinya akan menjadi bagian dari keluarga ini, dia sangat senang.

"Hmm" Arista melirik sebentar ke arah Wisnu, bisa-bisanya om mesum ini membuat alasan seperti ini.
"Iya tante, tapi Tata udah baikan kok" Arista tersenyum.

"Syukurlah! Tapi kok manggilnya tante sih? Panggil mama aja ya! Kan nanti kamu bakal jadi istrinya Wisnu, dan itu artinya kamu juga anak mama!"

"Iya tan, hm maksudnya mama"

Tania tersenyum, "Kalo gitu, ayo duduk!" Tania menginterupsikan Arista agar segera duduk di tengah-tengah mereka.

Suasana hening yang tercipta tiba-tiba terpecah seketika, saat suara berat berasal dari bibir pria paruh baya yang tengah menatap ke arah depan. "Untuk hari pernikahan? Bagaimana? Apa kalian sudah siap?" Bagas beralih menatap ke arah Wisnu dan Arista.

"E-ee, i-itu Tata belum_-"

"Kita sudah siap Pa, minggu depan!"

Arista terperanjat. Bagaimana bisa pria ini berkata seperti itu? Seolah-olah semuanya baik-baik saja. Padahal, Arista sama sekali belum siap. Dia takut. Bagaimana setelah menikah nanti, dia diperkosa oleh pria mesum ini? Aaa tidak!

"Oke, kita sudah nyiapin semuanya kok. Kalian tinggal fitting baju pernikahan aja" Tania menginterupsi.

"Tapi ma, Tata masih_-"

"Siap ma! Besok kita akan fitting baju"

Arista menatap Wisnu dengan tatapan tak suka. Pria ini selalu saja memaksakan kehendaknya sendiri, dasar egois!

"Yasudah kalau gitu, lanjut makan yuk!" Tania mengakhiri aktivitas saling tatap antara anaknya dan calon menantunya itu. Dia tahu, bahwa Arista belum siap untuk menikah. Tapi dia lebih yakin bahwa anaknya akan membimbing Arista dengan baik. Jadi, tak ada perasaan khawatir jika nanti Arista akan mengalami kesulitan saat menjalani malam pertamanya.

astaga tante, Arista bukan gak siap karena hal itu. Kan, author jadi greget sendiri:3

Semuanya kembali fokus pada makanannya masing-masing, terkecuali Wisnu. Pria itu terus saja menatap Arista dengan tatapan penuh gairah, seolah tak sabar untuk segera menerkam gadis itu. Sedangkan Arista juga menatap Wisnu, bukan dengan tatapan yang sama, tapi malah tatapan sadis lengkap dengan mata yang melotot.
Demi apapun, Arista merasa risih jika ditatap seperti itu.

Setelah menyelesaikan ritual makan malam bersama, Niko dan Ratih bersiap-siap untuk pulang. Sedangkan Arista masih bermain-main dengan Amanda Aninda dan juga Wisnu di tepi kolam renang. Mereka sedang memainkan permainan petak umpet, dan yang kalah yang harus jaga. Arista menutup mata, menunggu yang lainnya untuk bersembunyi. Dan ayolah, meski mereka sudah tergolong bukan anak kecil lagi, tapi mereka masih ingin melestarikan permainan yang hampir punah ini. Mengapa tidak? Permainan ini lebih seru daripada harus terus-menerus duduk untuk memainkan game.

"Sembilan-- sepuluh. Selesai gak selesai harus jadi!" ucap Arista sebelum dia benar-benar mulai mencari kedua adiknya dan juga Wisnu.

Arista menebarkan pandangannya ke segala penjuru. Sesekali dia juga memperhatikan pot bunga yang ada di sana, khawatir ada orang yang bersembunyi di sana. Diliriknya sebuah kursi yang terlihat bergerak sendiri, dan ternyata di sana ada Aninda.

"Ba! Kau kena!" ucap Arista sambil lalu tertawa melihat wajah Aninda yang terlihat kecewa.

"Yaah, kok cepet banget sih nemuin aku?!" Aninda menghela nafas lelah.

"Kamu sembunyinya kurang pinter!"

Selanjutnya, Arista segera mencari keberadaan yang lainnya. Tunggu dulu, mengapa dibalik gorden itu ada sepatu? Tidak, itu pasti sepatu Amanda. Dan itu artinya, Amanda ada disana.

Arista memerintah Aninda untuk diam. Kakinya ia langkahkan pada gorden yang mampu membuatnya curiga. Daann...

"Ba! Kau kena!" ucap Arista yang mampu membuat Amanda terperanjat kaget.

"Uuh, kenapa cepat sekali?!" ucap Amanda sambil memanyunkan bibirnya.

"Kamu gak liat apa? Kaki kamu itu keliatan, akan lebih mudah buat nemuin kamu kalau gini caranya" Arista menertawakan kepolosan adiknya itu.

"Kenapa aku bisa lupa?!" Amanda memukul jidatnya dengan telapak tangannya.

"Nah, sekarang tinggal om Wisnu" Aninda memberitahu.

"Iya, dimana dia ya?" Arista nampak menjentikkan jari telunjuknya di dagunya.

Sedangkan Amanda dan Aninda hanya tertawa kecil melihat seseorang yang berada di belakang kakaknya saat ini. Tentu saja hal itu membuat Arista bingung, ada apa sebenarnya?

Wisnu mengisyaratkan pada Amanda dan Aninda, untuk tidak memberitahukan keberadaannya yang berada di belakang Arista. Tentu saja hal itu malah membuat Amanda dan Aninda terkekeh geli, karena melihat tingkah Wisnu dan Arista yang lebih mirip seperti anak kecil. Arista yang menyaksikan adiknya yang tiba-tiba tertawa, menjadi bingung sendiri.

Detik selanjutnya, Arista langsung menolehkan kepalanya ke arah belakang. Dan disana dia bisa bertatapan langsung dengan Wisnu, sedangkan Wisnu hanya tersenyum dan memperlihatkan cengiran khasnya. Sebelum Arista mengatakan suatu kata apapun, tiba-tiba Wisnu langsung mencium pipinya dan berkata, "Kau yang jadi!" setelah berhasil membuat Arista bersemu, Wisnu langsung mengajak kedua adiknya itu untuk kabur. Menyebalkan.

Pipi Arista berubah merah sama halnya seperti kepiting rebus. Wisnu selalu saja berhasil membuatnya salah tingkah seperti ini, padahal dia sudah berusaha untuk menghindari hal tersebut agar tak terjadi.

Arista kembali memasuki rumah. Sedangkan ayah beserta keluarganya sudah mulai bersiap-siap untuk pulang. Arista pun segera menyalami dan berpamitan pada Tania dan Bagas.

"Kamu mau kemana, sayang?" Tania menolak uluran tangan Arista.

"Tata mau pamit pulang, ma"

"Pulang? Bukannya kamu nginep di sini ya?" Tania menatap Arista.

"Tapi kan Tata_-"

"Untuk malam ini, kamu menginap di sini dulu ya!" Itu suara Ratih.

"Tapi kenapa ma?" tanya Arista bingung. Memang ada apa? Kenapa dia harus menginap di sini?

"Pokoknya, untuk malam ini kamu menginap di sini dulu!" Niko berhasil membuat Arista terdiam. Jika papanya sudah berkata, maka itu artinya dia harus menurutinya.

Arista mengangguk dan segera menyalami kedua orang tuanya yang hendak berpamitan pulang. Tak lupa, dia juga melakukan ritual perpisahan kecil dengan kedua adiknya, yaitu dengan cara tos ala anak muda.

"Kamu di sini jangan berbuat ulah ya!" ucap Niko saat menyalami Arista.

"Ashiap papa"

*****

UPDATE!

Part tujuh selesai...

Married With Om OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang