Mendengar nama nya saja sudah membuat ku goyah, aku tidak bisa menyatakan perasaan yang kurasakan dalam lisan maupun tulisan
Jingga merapikan pakaian nya setelah sarapan. Ia mengambil ransel sekolah untuk segera berangkat.
"Ndaa jingga pergi ya " pamit jingga mengecup punggung tangan ibunda nya yang single parrents.
" oh iyaa nanti abang mu pulang, tolong beliin kue ya selepas pulang dari sekolah " pinta Bunda sambil menatap putrinya simpati.
Jingga tersenyum mengiyakan lalu pergi.
Selang 25 menit ia sampai di gerbang sekolah.
" jinggaaaa " nafhesa memeluk erat tubuh ramping jingga membuat gadis itu sulit bernapas.
" guee kangenn banget ama lo nggaa " nafhesa tersenyum senang menatap temannya itu. Mereka sudah seperti bersaudara. Hingga wajah mereka berdua pun di sangka mirip jika sedang berdua.
Jingga hanya tersenyum simpul. Mimpi yang di alami nya malam tadi masih mengusik pikiran rupanya.
" kenapa ngga? " tanya nafhesa ketika melihat perubahan raut di wajah jingga. dilihat dari raut wajah jingga Ia tau bahwa jingga sedang sedih.
"Atma lagi" jawab jingga lirih, ia memeluk erat tubuh temannya itu. Ia tumpahkan semua air matanya. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghilang kan perasaannya yang tidak karuan.
Nafhesa kembali mengingat masa masa satu tahun silam ketika jingga senang dekat bersama atma. Kini pria itu kembali mengusik pikiran sahabatnya.
" lo belum juga bisa lupain atma ngga? " tanya nafhesa ikut simpati melihat keadaan jingga.
Jingga mengelap air mata nya dan tersenyum. Lesung pipi dan gingsul muncul ketika ia tersenyum, semakin membuat senyuman nya lebih terlihat.
" dahh ah melow terus gue kalo ngomong in dia " ujar jingga memperbaiki posisi duduk nya dan berusaha tegar. mereka sudah berada di dalam kelas. sampai akhirnya percakapan itu berakhir karena jam pelajaran sudah mulai.
®®®
"gue mau ke belakang sha, nemuin Bagas" jingga merapikan peralatan tulis dan membawa kameranya. Kamera tak pernah lepas dari pangkuan gadis ramping itu.
" hm, gue di tinggal nih maksud nya?" jawab nafhesa ketus.
" iyaa, bentar doang kok " jingga cengengesan lalu pergi menuju gudang belakang.
" hai Gas, ngapain? " sapa jingga membuat pria jangkung yang tengah menggambar sesuatu itu terkejut dan cepat cepat menutup gambar nya.
" ee, ha-haii nggaa, sendirian? " tanya Bagas basa basi.
" iya " jawab jingga tersenyum, duduk di samping Bagas.
" gak berwajah dua lagi lo, Gas? " ledek jingga tanpa menoleh dari memainkan kan kameranya.
"jadi lo pengen gue punya wajah dua lagi?" ketus kara.
"Gak sih"
"aneh-aneh aja, lagian kan kita lagi di gudang, siapa coba yang lihat?" Bagas sibuk merapikan alat lukis.
Jingga melihat Bagas, memperhatikan sudut mata dan kumis tipisnya, oh satu lagi, alis matanya. kemudian tersenyum malu. wajah gadis itu tersipu malu. degup jantung ini selalu tak bisa diajak kompromi, takut-takut kalo suara degupannya kencang kan bisa kedengaran ya.
"gak usah gitu liatinnya, nanti naksir" Jingga gelagapan.
"apa sih!? kutu lo tuh jalan-jalan" Bagas melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara (Tamat)
Ficção AdolescenteCerita Ke-dua Ketika matahari 🌞 dengan angkuh nya memberi panas kini tenggelam menyisakan senja ⛱ yang memunculkan sebuah cerita yang dilukis tanpa alat tanpa kanvas. " Bagaskara senja " Sebuah cerita tentang gadis remaja yang yang melukiskan cer...