2. Mari kita mulai

12.6K 1.1K 116
                                    

Setelah acara makan malam kemarin maka tepat mulai hari ini aku dan Mikaila resmi melakukan pendekatan dengan maksud supaya kami lebih mengenal satu sama lain. Tugasku sederhana, katakanlah aku bertugas sebagai sopir pribadi serta pengawal pribadinya yang siap mengantar dan menjaga Mikaila kemana dan dimana saja. Yang membuat tugas ini menjadi menyebalkan hanyalah tentang bagaimana caraku memberitahu Farren tentang hal ini tanpa membuatnya banyak tanya. Sisi menyebalkan Farren adalah dia yang tidak bisa diam saat mengetahui tentang hal baru dan aku tidak siap bila dia terus menerus menanyakan perihal aku dan Mikaila sepanjang hari nantinya.

Aku membukakan pintu mobil untuk Mikaila saat kami sudah sampai di sekolah. Selama perjalanan sama sekali tidak ada percakapan diantara kami. Yang ada hanyalah kecanggungan karena ini adalah kali pertama kami sedekat itu. Perlu aku ingatkan bahwa sebelumnya aku dan Mikaila sama sekali tidak pernah berinteraksi sebelum kejadian di ruang osis itu. Aku jadi berpikir, berarti saat dia memanggilku itu dia sudah tahu bahwa kami dijodohkan ya?

"Makasih," katanya setelah keluar dari mobil.

"Sama-sama." jawabku kemudian mengikutinya berjalan menuju kelas, kelasnya.

Aku anak IPA sedangkan dia anak IPS dan mulai hari ini hingga seterusnya aku harus mengantarkan dia sampai ke kelasnya. Kemudian menunggu dia ketika pulang sekolah karena biasanya kelas unggulan sering mendapatkan tambahan kelas. Mungkin sesekali mengajaknya ke kantin bersama dan pergi menonton saat pulang sekolah. Mungkin lain waktu karena sekarang aku melihat seorang murid laki-laki tersenyum kepada Mikaila, aku cemburu.

Mikaila langsung mendatangi siswa itu melupakan keberadaanku yang sama sekali belum jelas apa status kami. Aku hanya bisa tersenyum kecut saat keduanya berjalan berdampingan menuju lorong IPS.

"Lo kenapa diem terus disini?" tanya Farren yang entah sejak kapan berdiri di sebelahku.

"Nggak, tadi gue lupa bawa tas ini baru ambil," bohongku.

Dia hanya mengangguk. "Lupa bawa tas gara-gara liatin Mikaila terus ya?" tanyanya.

Aku mendengus. "Ini masih kepagian buat ngomongin dia, udah ayo ke kelas." ajakku.

"Iya-iya Nona Sachar, pagi-pagi begini kenapa coba mukanya kusut gitu?" tanyanya di tengah perjalanan kami menuju kelas.

"Karena pagi-pagi begini gue udah berurusan sama lo yang ngeselin," jawabku asal.

"Mohon maaf sebentar, ini setiap pagi kan emang begini ya bukan cuma hari ini. Terus kenapa saya jadi dibilang ngeselin?" tanyanya tidak terima.

Aku hanya mengendikan bahu kemudian berjalan lebih cepat meninggalkan Farren yang sepertinya sedang menyiapkan aksi protes lanjutan.

"Lea kok gue ditinggal sih?" tanyanya setengah berteriak.

"Lo lambat, sebentar lagi bel masuk bunyi." jawabku saat merasakan Farren berlarian menyamakan langkah kakinya denganku.

"Ih lo aneh deh Le," katanya setelah kami sampai di depan kelas.

"Gue? Biasa aja perasaan," jawabku tak acuh memilih duduk.

Farren ikut duduk di sebelahku kemudian mengamatiku dari atas sampai bawah. "Lo nggak salah minum obat kan?"

Aku memicingkan mataku. "Sembarangan kalo ngomong!" ketusku.

"Lea, lo dipanggil ke ruang kepsek sekarang," kata Bryan teman sekelasku.

"Sekarang?" tanyaku memastikan dan dia hanya memberi anggukan sebagai jawaban. Aku langsung menatap Farren seolah mengatakan 'tumben jam segini dipanggil kepsek' dan dia hanya menggeleng sebagai jawaban.

Mikaila. [gxg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang