6. Awal yang baru

10.5K 952 89
                                    

Sekarang aku sedang bersiap-siap untuk pergi dengan Mikaila. Setelah apa yang terjadi tadi pagi kami berdua sepakat untuk memulainya dari awal karena sekarang kami bukan lagi dua orang anak kecil yang polos, meskipun ku pikir Mikaila dulu tidak sepolos aku. Dan aku kira ada satu hal yang sepertinya tidak akan berubah, aku tetap akan menjadi Lea bodoh yang akan selalu menuruti perkataan Mikaila.

"Udah selesai?" tanya Mikaila sambil memelukku dari belakang. Anak ini sama sekali tidak merasa canggung sepertinya, berbeda dengan aku yang masih berusaha beradaptasi dengan semua ini.

"Udah," jawabku.

"Hehe ayo pergi." ajaknya.

Aku berbalik menghadapnya kemudian tersenyum. Kenapa Mikaila selalu terlihat cantik di mataku, saat bangun tidur saja dia masih terlihat cantik bahkan sexy apalagi sekarang. Tunggu, sepertinya otakku mulai bermasalah sekarang. Kenapa aku jadi mesum begini seperti dia?

"Kenapa?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Nggak, yuk pergi," ajakku kemudian menggenggam tangannya.

Dia tersenyum dan mengikutiku, rencananya kami akan pergi jalan-jalan tapi sebelumnya aku mengajaknya untuk mencari sarapan. Aku terbiasa makan pagi meskipun hanya sepotong roti dan sekarang sudah cukup siang jadi aku merasa lapar. Aku mengajaknya ke tempat bubur ayam langgananku, biasanya aku pergi ke sini bersama Farren setelah kami lari pagi dan ini pertama kalinya aku bersama orang lain ke tempat ini.

"Pagi Neng Lea, tumben kesininya nggak sama Neng Farren." kata Mang Udin si penjual bubur ayam langgananku.

"Pagi mang, iya mang soalnya ini nggak abis lari pagi jadi nggak sama dia," balasku.

"Terus ini neng geulis eta saha?" tanyanya.

"Namanya Mikaila mang," jawabku.

"Meni geulis pisan atuh si eneng Mikaela, mamang teh kesengsem jadina," aku terkekeh mendengar perkataan Mang Udin. Dia itu memang sering menggoda pelanggannya dan aku tahu itu hanya candaan saja.

"Inget anak istri mang,"

"Si eneng pake ngingetin anak istri jadi ketauan kalo saya sudah bukan jejaka lagi." kata Mang Udin membuatku kembali terkekeh.

"Ini neng buburnya, dua kan?"

"Iya makasih mang," jawabku setelah Mang Udin meletakan dua mangkuk bubur di hadapan kami. Aku dan Mikaila langsung memakannya dalam diam.

Aku melirik Mikaila karena sejak tadi hanya beberapa suapan saja yang dia makan. Selebihnya Mikaila hanya mengaduk-aduk buburnya saja.

"Kenapa di aduk-duk doang?" tanyaku.

"Aku nggak suka bubur soalnya hehe..." jawabnya membuatku merasa bersalah.

"Kenapa nggak bilang sih? Ya udah kita cari sarapan yang lainnya aja yuk," ajakku.

Dia menggeleng. "Kamu makan dulu aja, aku belum terlalu laper jam segini." katanya.

"Oke aku makan dulu tapi pokoknya abis itu kita cari makan buat kamu," kataku yang langsung dijawab anggukan oleh Mikaila. Aku tersenyum dan melanjutkan acara makanku dengan tidak berselera, salahku juga kenapa tidak bertanya dulu padanya tadi.

•••

Aku tersenyum saat melihat Mikaila tertawa karena layang-layang yang sejak tadi kami berusaha terbangkan akhirnya berhasil terbang di langit. Well, anggaplah ini kencan ala Lea dan Mikaila yang sederhana tapi menyenangkan karena tujuanku hanyalah membuatnya bahagia saat bersamaku. Dia juga sepertinya tidak keberatan atau takut kulitnya hitam karena berpanas-panasan sekarang. Justru Mikaila yang memintaku memborong layang-layang karena penjualnya adalah anak kecil dan sepertinya tidak laku. Dia tidak mengatakannya secara langsung tapi lewat sikapnya aku tahu bahwa Mikaila adalah seseorang yang peduli kepada orang lain.

Mikaila. [gxg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang