Aku, Mikaila, serta ketiga temannya sudah berada di mall. Kami pergi berkeliling sebelum akhirnya nanti ke bioskop jam setengah 12 karena film yang akam kami tonton diputar jam 11:45. Aku berjalan berdampingan dengan Mikaila sementara ketiga temannya berada di depan kami. Sesekali tanpa sengaja tangan kami bersentuhan membuat aku merasa seperti tersengat listrik tegangan rendah.
Sebelumnya kami sudah berganti baju karena akan terlihat mencurigakan jika kami berkeliaran menggunakan baju seragam saat seharusnya kami masih berada di sekolah untuk belajar. Teman-teman Mikaila rupanya langsung membawa baju ganti dari rumah sedangkan aku memakai jaketku dan Mikaila mengenakan hoodie milikku yang kebetulan berada di mobil.
"Kamu mau beli sesuatu mungkin?" tanyaku setelah memasukan kedua tanganku ke dalam saku jaket karena tidak tahan terlalu sering bersenggolan dengan tangan Mikaila membuatku ingin menggandeng tangannya tapi tidak ku lakukan karena takut dia menolaknya.
"Nanti aja deh kita ngikutin mereka dulu aja," jawabnya.
Aku mengangguk meskipun aku tahu bahwa dia tidak melihatnya kemudian memilih diam setelahnya. Karena jujur saja, aku tidak tahu harus membicarakan apa dengan dia. Aku bukan orang yang pandai basa-basi dan lebih suka mengatakan sesuatu langsung ke intinya.
"Lea," panggil Mikaila membuat aku langsung meliriknya sekilas.
"Hm?"
"Aku laper." katanya terdengar manja.
"Mau makan dimana?"
"Itu," jawabnya sambil menunjuk Richeese Factory.
"Tapi itu kan pedes semua." kataku ragu.
"Lagi pengen makan yang pedes-pedes," jawabnya sambil memainkan ujung hoodie.
Aku bersusah payah menahan senyumku melihat sikapnya sekarang. Mikaila benar-benar gadis yang ajaib, tadi dia bersikap seperti harimau kelaparan yang siap kapan saja menerkam mangsanya, kemudian bersikap cuek seperti tidak terjadi apapun dan sekarang bersikap manja. Kira-kira Mikaila punya berapa kepribadian yang berbeda ya?
"Oke, tapi kamu bilang sendiri sama temen-temenmu kalo kamu mau makan dulu." kataku yang dibalas anggukan olehnya. Dia langsung mengambil ponselnya kemudian mengetikan sesuatu disana dan sekarang menarikku menuju restoran cepat saji yang terkenal dengan menu ayam berlapis saus pedas itu.
"Kamu mau yang mana?" tanyaku.
"Duo Fire Chicken level 5." jawabnya.
"Ya udah kamu cari tempat duduk aja gih biar aku yang antre," kataku sambil tersenyum.
Dia mengangguk kemudian mencari tempat duduk yang kosong. Untung saja disini belum terlalu ramai jadi masih ada beberapa bangku yang kosong jadi Mikaila tidak perlu kesulitan mencari.
"Combo Duo Fire Chicken level 5 satu, Combo Fire Chicken level 3 satu. Oh iya sama extra saus kejunya satu," kataku.
"Saya ulang, Combo Duo Fire Chicken level 5 satu, Combo Fire Chicken level 3 satu, serta extra saus keju satu. Totalnya jadi 90 ribu rupiah." katanya, aku memberikan selembar uang seratus ribuan.
"Terimakasih kak," katanya sambil memberikan struck uang kembalianku. Aku langsung membawa pesanan kami ke meja yang sudah ditempati Mikaila.
Mikaila terlihat senang saat aku memberikan pesanannya. Senyumnya terus mengembang membuatku merasa senang, kalau Richeese Fire Chicken bisa membuatnya terus tersenyum seperti sekarang ini aku tidak keberatan jika setiap hari harus membelikannya. Tapi mengingat tidak baik bagi tubuh jika terus menerus makan makanan pedas membuatku mengurungkan niat, pasti ada cara lain membuatnya terus tersenyum tanpa harus memberinya ayam goreng yang dibalut saos super pedas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikaila. [gxg]
Teen FictionKlise, perjodohan antara dua orang atas campur tangan kedua orangtua mereka. Tapi yang membuat kisah ini berbeda adalah perjodohan itu antara perempuan dan perempuan. Bagaimana bisa? WARNING GXG!!!