"Ai'Gun...ayo kita berkencan." Suara ku berteriak menolak dalam hati, namun kepala ku menghianati saat dia memilih untuk mengangguk mengiyakan ajakannya pagi ini.
"Aku senang kau tidak menolak ku kali ini." dia tersenyum bahagia menerima jawaban ku. Memang benar, hampir seminggu ini aku selalu menolak tiap ajakan yang dia tawarkan. Jangan tanya kenapa, karena itu hanya akan mengundang rasa sakit baik pada tubuh dan hati ku. Lagi pula aku juga tidak bisa selalu lari dari jalan yang sudah kami pilik. Hari menyakitkan itu sudah pasti datang pada kami tanpa dapat dihindari.
"Apakah ini harinya?" aku bertanya dengan suara yang kubuat senetral mungkin. Berusaha menyembunyikan getaran pada tiap kata yang kukeluarkan.
"Kemana kau ingin pergi bersama ku hem?" dia balas dengan melempar sebuah pertanyaan padaku. Aku paham ini juga tidak seperti yang dia inginkan. Tak apa, setidaknya perasaan kami sejalan hingga hari ini. Esok siapa yang tahu, tapi aku harus tetap menjalaninya dengan hati yang kuat.
"Bawa aku ke tempat yang membuat ku tersenyum sepanjang hari ini hingga aku lelah dan tak tahu bagamana caranya tersenyum kembali..." jawab ku dan dia langsung membawa ku kedalam dekapannya. Hangat dan aku benci mengakuinya.
"Ayo kita pergi Ai'Gun." Aku mengangguk dan menerima uluran tangannya. Kami pun berjalan beriringan, keluar dari kamar apartemen yang entah sejak kapan sudah kami tempati bersama. Aku sedikit lupa tapi aku tidak akan lupa pertemuan pertama kami hari itu.
*Normal POV*
Sudah hampir seminggu Perth masih menunggu kabar baik tentang kondisi Saint-nya. Sudah hampir seminggu juga dia membuat janji tak kasat mata dengan Mark. Namun Perth tetap optimis dan percaya. Kebahagiaan sudah dia pertaruhkan demi sebuah kebahagian sosok terkasih.
"Apa yang harus ku katakan padanya?"
Selama seminggu itu juga Perth selalu berpikir tentang bagaimana dia akan memanggil Saint saat bangun nanti. Apa dia akan memanggil Saint dengan Phi yang otomatis menandakan status diantara mereka adalah saudara tak sedarah. Atau tetap mempertahankan keegoisan hati yang meminta Saint tetap menjadi kekasihnya. Perth masih dilema.
"Outhhss~" Perth cepat-cepat mengibaskan lengan kanan yang ibu jarinya tergores pisau. Goresannya cukup dalam hingga darahnya masih saja menetes keluar. Perth yang cukup panik mencoba menutup jalan keluarnya darah dengan menggunakan tangan yang satunya. Keningnya berkerut yang menandakan goresan tersebut cukup perih dan cukup menyakitkan.
Hal seperti ini bukan kali pertama Perth alami. Sejak dia bertemu dengan Mark, kesialan kecil seperti ini terus menghampirinya. Dia yang jatuh terpeleset di kamar mandi, kepalanya dijatuhi tumpukan buku dan baru kemarin dia mengalami kecopetan. Lalu hari ini jarinya tergores pisau dan cukup dalam.
"Sepertinya aku harus meminta plester pada suster di sini," gumamnya yang hendak beranjak dari duduknya.
"Sebentar na, Ai'Saint..." pamitnya setelah mengecup sebentar kening Saint. Lalu dengan terburu-buru dia melangkah keluar ruangan dan berlari sepanjang lorong untuk menemui seorang suster yang dapat membantunya menutup luka di tengah malam seperti ini.
<> <> <>
Hari ini Gun mengakui dia banyak tertawa saat menghabiskan waktunya bersama Mark. Mereka pergi berjalan-jalan tak tentu arah sambil menceritakan banyak hal yang mereka lihat dan lewati sepanjang perjalananya mereka. Lalu menemukan sebuah cafe, mereka memutuskan untuk menghabiskan segelas coklat panas di cuaca cukup terik siang ini. Padahal tiap pelanggan yang datang lebih memilih minuman dingin yang menyegarkan dari teriknya matahari di atas sana.
"Hahaha...."
"Mereka melihat kita Gun hahaha."
Tapi lihat lah, mereka malah menertawakan pesanan mereka sendiri dan tanggapa orang lain pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.[END] X (Because, Not Only You)«»PinSon
RomantikJika benar manusia memiliki kehidupan lain setelah kematian. Aku harap hal itu menjadi nyata. "Siapa kau? Kenapa kau ada di ruang ku?" Jika ada satu hari saja, aku dan dirimu memegang langit yang luas ini, maka aku tidak punya apa pun untuk ku sesa...