"Percaya tidak? Perhatian seseorang sebenarnya tidak bisa membuat jatuh cinta jika kamu tidak menyimpannya terlalu dalam di dasar hati."
•••
Lingka duduk di ranjang sambil memeluk lengannya sendiri. Badannya menggigil kedinginan dengan hidung yang mulai gatal, ingin bersin tetapi tidak bisa. Dalam diam Kit duduk di kursi dekat ranjang. Ia mengacak rambutnya berkali-kali, berharap agar cepat kering.
Cowok yang tidak mengalihkan pandangan sedikit pun padanya, membuat Lingka merasa tidak nyaman. Berdehem sejenak, ia akhirnya membuka suara. "Itu---"
"Alun-alun," ucap Kit memotong. "Gue minta maaf. Lo tau kan gue bener-bener terpaksa ngelakuin hal yang nggak berperikemanusiaan itu. Gue nggak mau harus dikurung lagi di Jepang, enggak boleh pulang. Maaf, gue nyesel." Kit akhirnya mengangkat tatapannya, menatap manik mata Lingka.
Lingka mengangguk. "Gue udah maafin. Makasih, lo tadi juga bantuin gue. Sekarang kita impas," ujarnya pelan. Ia hanya bisa mengucapkan kalimat itu karena kebingungan hendak berkata apa lagi.
"Makasih," ujar cowok itu tulus
Ingatan Lingka tentang Kit yang tadi melihat semua fotonya, membuat cewek itu meringis. "Itu, foto tadi yang lo liat ng---"
"Nggak bener?" tanya Kit terkekeh. "Lo mau gue percaya sama lo?" Kit tersenyum.
"Kenapa kita dipertemukan lagi dengan kejadian yang hampir mirip, ya? Pertama kita ketemu, gue yang minta lo percaya sama gue dan tolongin gue. Sekarang elo yang minta gue percaya sama lo dan tolongin lo," ujar Kit masih merasa kagum dengan cara mereka bertemu lagi. "Kebetulan atau takdir?" tanyanya geli.
Lingka diam saja. Ia menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal yang sempat diambilkan Kit untuknya. Jika dipikir-pikir lagi, memang benar mereka bertemu dengan masalah yang hampir sama.
Kedinginan yang tampak jelas dari raut wajah Lingka membuat Kit memberi saran. "Lo rebahan aja," ujarnya pelan. "Di luar masih hujan. Cuaca juga bisa semakin buruk. Kalo lo enggak mau rebahan, gue nggak bisa jamin besok lo bisa sekolah dalam keadaan sehat."
Benar. Menerima saran dari cowok yang sempat membuatnya memikirkan cara untuk membalas dendam, ia akhirnya berbaring. Namun belum sempat kepalanya menyentuh bantal cewek itu mendudukkan diri lagi. "Terus elo? Kenapa lo duduk di situ enggak tidur di ranjang sana? Lo juga kedinginan, kan?" tanya Lingka dengan alis mengernyit.
"Udah lo baringan aja. Gue mau telfon Rama dulu," jawabnya membuat Lingka mengangguk paham.
Membaringkan dirinya di atas ranjang UKS disertai dengan detik jarum jam yang memecah keheningan, Lingka menghembuskan napas melalui mulut karena merasa suasana canggung.
Ia sudah merasa sedikit hangat setelah selimut tebal itu menyelimuti badannya. Lingka melirik Kit yang tangannya menarik pelan selimut agar menutupi telapak kakinya. Pipinya mendadak memanas. Pandangannya dialihkan dengan cepat, pura-pura tidak tahu apa yang sedang dilakukan cowok itu.
"Halo," ujar Kit membuat Lingka menoleh. Ponsel bergradasi biru sudah menempel di telinga cowok itu.
"Halo, Bos! Dimana lo? Lo nggak pulang, kan? Inget, ini hari pertama lo masuk sekolah. Jangan buat onar!"
Sangking heningnya UKS, Lingka bisa mendengar suara ngeri yang dari warna suaranya, sudah pasti milik Rama.
"Siapa bilang gue buat onar?" tanya Kit tak terima.
"Gue. Salah, ya? Terus lo dimana? Tadi mendadak lari-larian nggak jelas! Lo aneh banget hari ini."
Hening sejenak, ketika Kit membuka mulut, suara Rama kembali terdengar dari ponsel cowok itu.
"Jangan bilang lo sama Lingka sekarang? Lo tadi lari-larian nggak jelas, mau nyamperin Lingka yang aibnya disebar di mading, kan?"
Kit melirik Lingka canggung sebelum memberi Rama perintah. "Tolong bawain gue teh anget dua, ya. Gue di UKS."
"UKS? Teh anget dua? Lo sakit?"
"Udah bawain aja dua!"
"Kok dua? Lo kalo sakit maruk banget, ya. Nggak nyangka gue." Kini suara Farel yang terdengar. Suara grusak-grusuk membuat Lingka menajamkan indera pendengarannya. Tampaknya Rama dan Farel sibuk berdebat sendiri di seberang sana.
"Bego lu! Udah jelas-jelas Kit lagi sama Lingka, berarti itu teh anget dua buat Kit sama Lingka, lah!" ujar Rama memaki kepolosan Farel.
"Elo yang bego! Lo nggak inget dulu pas Kit meriang, dia habisin lemon tea empat gelas," ujar Farel pada Rama karena tak terima dikatai.
Tidak bisa menahan geli, spontan Lingka terkekeh begitu mendengarnya. Tampak jelas sekali mereka memiliki hubungan persahabatan yang menyenangkan.
"WOI, buruan! Rel, gue pinjem baju olahraga yang gue liat ada di loker lo tadi," pinta Kit. Tanpa banyak bertanya lagi, Farel mengiyakan. Hendak menutup telepon, suara Rama kembali terdengar.
"Teh atau kopi susu anget?"
Kit berdecak kesal. "Gue bilang teh anget dua, ya berarti teh anget dua. Susah ya ngomong sama lo!" Dimatikannya telepon itu dengan kesal.
Lingka terkekeh mendengar percakapan itu. "Jadi, ternyata sahabat yang pernah lo ceritain itu Farel sama Rama?" tanyanya memastikan.
Menjawab Lingka, Kit mengangguk pelan. "Iya. Rey juga. Gue denger, lo duduk sebangku sama pacarnya Rama, ya?"
Lingka menurunkan selimutnya sambil menjawab dengan anggukan singkat. "Mereka baru jadian beberapa hari yang lalu."
"Gue rasa ada yang aneh sama hubungan mereka. Pas gue mastiin ke Rama apa dia punya pacar, tuh cowok cuma senyum doang."
Lingka mengangguk. "Entahlah. Yang gue tau, Thalita itu suka sama Jenar, temen sekelas gue. Kenapa Rama dan Thalita bisa jadian, mungkin karena mereka berdua sama-sama pengen move on dari cinta yang bertepuk sebelah tangan?" tanya Lingka pada dirinya sendiri. Kit juga diam saja, tak membenarkan atau pun menyalahkan pemikiran Lingka.
BRAAAK!
Pintu terbuka menampakkan dua cowok yang masing-masing membawa segelas teh hangat. Tak lupa Farel mengamit baju olahraga yang diminta Kit. Mereka diam di tempat. Terpaku, menatap Lingka dan Kit secara bergantian. Raut wajah aneh Farel dan Rama yang kentara jelas, membuat Kit menggaruk kepalanya.
"LINGKA!" teriak Rama, kaget melihatnya basah kuyup bersama dengan Kit.
"Lo abis ngapain sama Lingka?" tanya Rama horor. "Lo berdua nggak mungkin basah-basahan di kamar mandi, kan?"
Lingka mendelik. Ia menggeleng cepat, menyalahkan pemikiran Rama yang terlalu seram baginya.
"Mana tehnya!" pinta Kit dengan nada mutlak. "Baju olahraganya juga."
Farel dan Rama memberikan semua yang cowok itu inginkan. Menerima teh dari Rama, ia melirik Lingka yang mengucapkan terima kasih pada Farel yang memberinya teh hangat. Disodorkannya baju olahraga Farel. "Pake. Lo nggak bisa pake baju basah gitu," ujar cowok itu peduli.
Lingka yang sudah terduduk mulai menyibak selimutnya. "Makasih." Dari awal ia sudah menduga bahwa baju olahraga milik Farel pasti akan diberikan untuknya. Tapi ia tidak bisa menerimanya. "Mending lo yang pake baju olahraga itu. Gue bisa minjem baju olahraga punya Thalita."
"Emang lo yakin Thalita bawa? Lo tenang aja gue bisa beli seragam lagi bentar lagi. Udah lo nurut aja, sih."
Lingka menatap Kit dengan mata seolah berkata, Wow!
Sejak tadi menyimak, Farel menatap Kit dengan kerlingan menggoda. Tatapannya seolah berkata, perhatian amat, Bang. Jatuh cinta, ya?
Kit yang melihat itu langsung melengos. Muak dengan ulah Farel yang berusaha membuatnya darah tinggi.
•••
A/n :
Mau tau kelanjutannya? Cus langsung ke next chapter. Aku update 2 chapter~~
KAMU SEDANG MEMBACA
[AS#1] AMAZING BADBOY (TAMAT)
Teen Fiction[AMAZINGSERIES#1] •• Tentang luka lama, apa masih menyedihkan jika terulang kembali? •• Hanya sebuah kisah tertulis Kit, Amazing Badboy yang dipaksa menetap di Jepang karena suatu masalah di masa lalu, kemudian kembali untuk berjuang. Hanya sebuah...