Weekend yang ditunggu akhirnya tiba. Lingka bergelung malas di kasurnya. Ia lebih memilih memandang langit-langit kamar yang bertema langit malam dengan banyak bintang dan bulan purnama yang bersinar terang. Tangannya bergerak-gerak menghitung banyaknya bintang, namun berapa banyak ia menghitung, hasilnya tetap sama. Lima puluh delapan.
Bosan menghitung, Lingka menutup kedua matanya sampai ia kembali teringat telepon Kit semalam.
Bego banget!
Malu-maluin!
Ia memegang kedua pipinya yang memanas sambil menggelengkan kepala. Tampaknya ia benar-benar telah melupakan rasa sakit ketika pertama kali jatuh cinta pada sahabatnya.
Kini, ia harus mempercayai dan menunggu Kit.
Mungkin ketika saatnya tepat, Lingka ingin menanyakan semua hal tentang Kit. Mengapa ia menempuh pendidikan di Jepang, bagaimana masa lalunya, bagaimana ia bisa berteman dengan Farel dan Rama, serta dengan Rey yang sampai sekarang masih belum pulang turnamen atau cerdas cermat itu.
"Non, ada temennya dateng," ujar Bi Iyem di balik pintu.
Lingka mengernyit. Perasaannya berkata, weekendnya akan terganggu. "Hah? Siapa, Bi? Thalita? Lingka nggak ada janji sama siapapun," jawabnya seolah menolak tamu.
"Bukan Non Thalita. Ini cowok."
Cowok?
Lingka terduduk tegak. Jangan bilang Kit kemari, menghampirinya?
"H-hah? Bilang aja Lingka masih tidur, Bi," ucap Lingka cepat. Bagaimana ia bisa menghadapi Kit setelah telepon memalukan tadi malam? Ia tidak bisa menghadapi Kit dengan wajah memerah!
"Namanya Abraham, Non."
"Abraham?" Lingka menyibak selimut yang menutupi wajahnya.
Ia tertawa tak percaya ketika dengan cepat ia menyimpulkan yang datang adalah Kit. Apakah ia benar-benar berharap Kit akan datang ke sini?
"Kok gue jadi ngarep gini, sih?" tanya Lingka pada dirinya sendiri. Ia menepuk kedua pipinya agar tersadar, tidak menghaluskan hal-hal yang menggelikan.
"Non?" Bi Iyem melongok, menatap Lingka yang masih menepuk kedua pipinya.
"Iya, Bi. Makasih, ya. Lingka turun sekarang," ujarnya sambil tersenyum menatap Bi Iyem.
"Ngapain, sih Abraham? Ganggu gue males-malesan, kan!" gerutunya sambil mencebikkan bibir.
Ia menuruni tangga dengan tatapan yang jatuh pada sosok yang duduk di sofa ruang tamu. Abraham dengan bomber merah kesayangannya.
"Hai," sapa Abraham sumringah ketika Lingka sudah berada di hadapannya.
Lingka mengangguk dengan senyuman tipis. Tanpa basa-basi, ia langsung bertanya, "Ngapain ke sini?"
"Mau ngajak lo jalan."
Lingka membulatkan mata, tidak menyangka Abraham begitu frontal.
"Ma---maksud gue, mau ngajak lo beli lemari kelas. Lo tau sendiri, kan kelas kita lemarinya udah rusak?" Abraham menjelaskan dengan benar.
Lingka mengernyitkan alis tidak suka. "Kok ngajak gue, sih? Yang lain kan ada."
Ucapan Lingka yang sewot setengah mati itu membuat Abraham lagi-lagi menjadi bahan pembuktian, semua rumor tentang Lingka itu benar. Lingka yang ramah dan ceria, akan berubah menjadi cewek yang terus terang jika apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dengan perasaan tidak enak, Abraham menjawab, "Gini. Tadinya gue mau ngajak Thalita, tapi dia bawelnya setengah mati. Belum lagi gue nggak tau perasaan Jenar ke Thalita kayak gimana, jadi gue pilih mode aman sebelum Jenar cemburu dan nggak suka gue ngajak Thalita jalan. Belum lagi pacarnya Thalita, Rama. Dia kan orangnya kalo mau ribut ya langsung ribut. Gue nggak mau berantem gara-gara salah paham karena cewek." Abraham sedikit bingung ketika mengatakan itu. Pasalnya, yang ia tahu Thalita dan Rama berpacaran, tetapi Thalita juga menyukai Jenar?
KAMU SEDANG MEMBACA
[AS#1] AMAZING BADBOY (TAMAT)
Novela Juvenil[AMAZINGSERIES#1] •• Tentang luka lama, apa masih menyedihkan jika terulang kembali? •• Hanya sebuah kisah tertulis Kit, Amazing Badboy yang dipaksa menetap di Jepang karena suatu masalah di masa lalu, kemudian kembali untuk berjuang. Hanya sebuah...