Part 4. Keberanian Baru

4.9K 299 2
                                    

Rintik gerimis masih sepenuhnya berkuasa. Seolah ingin menunjukkan betapa ia akan membangkitkan setiap memori saat dinginnya memeluk hati yang merindu. Menjatuhkan dirinya satu persatu, untuk terus membasahi seluruh bumi sore itu.

Bahkan, malam yang hadir menjelang membawa kelam bagi semesta, tak mampu mengusir rinai yang masih bertahta atas semesta yang sama.

Seorang lelaki mengenakan celana krem,  dengan kaus putih di balik sweater itu membelah rintik gerimis dengan sepasang sepatu kets yang ia pakai. Dengan menyembunyikan wajah di balik hoodie itu, ia terus melangkah. Menuju sang pujaan di depan sana.

Sementara berjarak beberapa langkah darinya saat ini, seorang wanita cantik.  Dengan blouse merah jambu yang dimasukkan dalam rok span berwarna pastel selutut, perempuan anggun itu sedang berdiri gelisah di bawah payung biru, yang erat digenggamnya.

Sosok yang sangat dirindukan pria itu, bahkan melebihi rindu yang membelenggunya sepuluh tahun yang lalu. Lelaki itu tidak menyangka, bahwa bertemu setelah sekian lama, justru membuatnya lebih tak bisa mengendalikan berjuta rindu yang saling berlomba mencari tempatnya berlabuh.

Lelaki itu berpikir, gunungab rindunya akan terobati jika bertemu sosok yang ia kasihi. Namun ia keliru. Karena ternyata, hanya dengan memandang wanita yang kini gelisah di hadapannya itu, justru membuat rindu itu semakin menjadi. Memenuhi rongga dada, hingga membuncah, memenuhi seluruh ruang dalam hatinya.

Perlahan, pria itu menyusup ke dalam payung dan  mendekatenkan dirinya dengan sang kekasih. Menggenggam jemari indah yang erat memegang gagang payung itu dengan sedikit mencondongkan tubuh jangkungnya.

Keterkejutan wanita yang tiba-tiba berbalik itu membuat bibir mereka beradu. Menumbuhkan naluri memiliki di dalam hati lelaki itu enggan untuk segera melepaskannya.

"Mas Harsya ... kamu?" Kedua pasang bening itu saling menatap, masih di bawah irama rinai gerimis yang mengalun. Membentuk ketukan pelan di permukaan payung tempat mereka bernaung saat ini.

"Sudah kubilang bukan, aku merindukanmu ...?"

"Kk--kamu bisa mengabariku terlebih dulu,  kan?"

Livia mengulurkan tangan, mengusap lembut sisa lipglossnya yang menempel di bibir Harsya dengan tersipu. Dia bahkan melihat kiri kanan, jika saja ada orang yang melihat aksi mereka.

"Tidak akan menjadi kejutan, jika aku melakukannya, bukan?" Harsya menangkup jemari Livia. Menahan tetap di sana lalu mengecupnya dengan lembut.

"Kamu tidak membawa apa pun?" Livia memerhatikan sekeliling lelaki itu, mencari jika mungkin ada sebuah koper atau apa pun yang ia bawa.

"Aku sudah menyimpannya di rumah. Tidak mau merepotkanmu."

"Ah ... rumah? Jam berapa kamu sampai?"

"Sejak jam dua tadi. Dan Ratna bilang, bahwa kamu masih di toko. Jadi, aku putuskan untuk menjemputmu."

"Ooh ...."

Sebuah minibus berwarna putih menepi, dan berhenti di depan keduanya. Seseorang menyapa dari dalam. Rupanya taksi online yang di pesan Livia beberapa saat yang lalu.

Harsya menghampiri, menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan, dan meminta maaf karena meminta mobil itu pergi.

"Kenapa ku menyuruhnya pergi, Mas?"

"Aku membawa mobilmu. Tadi, suami Ratna yang memberikannya."

"Oh ...." Lagi, Livia hanya mengangguk.

"Ayo."

Harsya meraih payung yang sedari tadi dipegang Livia. Merengkuh tubuh ramping itu dalam pelukannya, lalu berjalan menuju mobil yang ia tinggalkan di sisi jalan yang lain.

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang