Part 11. Kejutan

4.4K 287 15
                                    


"Ha ... mil ...?"

Livia mengulang kata yang diucapkan Sheyna sekali lagi. Mata wanita itu masih beradu tatap dengan Harsya, seolah tak percaya.

"Akhirnyaaa, sebentar lagi keinginan mami terwujud." Bu Rahayu mengelus kepala Livia. Mencium sisi kepala menantunya itu.

"Tapi, Mi ... kami baru saja dua bulan bersama, apakah--" Livia terbata.

"Livia, anak teman mami malah hanya sebulan sudah hamil, lo!" Bu Rahayu tampak bersemangat.

"Bisa secepat itu, Mi?" Harsya menimpali.

"Begini, siang ini kita ke rumah sakit, ya?" kata Bu Rahayu lagi.

"Tapi hari ini, aku ada meeting penting, Mi." Tampak ada sesal dari ucapan Harsya. Pria itu lalu memandang istrinya sekilas.

"Mami nggak ngajak kamu, kok. Kamu ke kantor aja,  nanti Livia biar sama mami." Bu Rahayu masih memegang bahu Livia.

"Mau aku yang anterin, Mi?" Sheyna juga sudah berada di dekat Livia kini.

"Kamu nggak kuliah, Dek?"

"Cuman sampe jam dua belas aja, kok. Masih bisa." Gadis manis itu tak kalah bahagia.

"Nggak usah, mami sama supir aja."

"Tapi, aku kan juga pengen ikut, Mi..." Sheyna bersungut-sungut.

"Kalau begitu, mami tunggu kamu. Jangan telat!"

"Siap, Mamiku yang cantik jelitaaaa!"

Sheyna mencium pipi sang ibunda berkali-kali. Sementara Livia masih terdiam, takut jika harapan semua orang ini tidaklah sesuai harapan.

Namun, jika semua terbukti maka sudha tentu Livia menjadi orang yang sangat bahagia. Saat ini, istri Harsya itu hanya takut mengecewakan semua orang yang berbahagia hari ini.

"Kamu kenapa?" tanya  Harsya, ketika mereka sudah kembali berada di kamar.

"Mas ...."

"Hmm ...?"

"Seandainya hasil pemeriksaan menyatakan aku tidak hamil, apa Mas akan kecewa?" Livia menarik selimut, menutup tubuhnya yang kini duduk bersandar di pembaringan.

"Kecewa?"

Livia mengangguk pelan. Menatap Harsya yang sedang menyiapkan beberapa berkas, dan memasukkannya ke dalam tas kulit.

"Iya. Mas lihat kan, tadi sikap Mami seperti apa. Aku takut, jika hasilnya tidak seperti yang Mami inginkan."

Harsya mendekat ke arah Livia, dan duduk tepat di hadapan sang istri.

"Bukankah, kita masih punya banyak kesempatan?" Harsya membelai pipi istrinya itu dengan lembut. Menatap kedua mata yang tampak cemas.

"Aku hanya ...."

"Jangan dipikirkan, semua akan tetap baik-baik saja. Aku janji," ucap Harsya lagi.

Livia mendekatkan wajahnya, memberikan kecupan singkat ke bibir Harsya, lalu tersenyum.

"Terima kasih," ucapnya kemudian.

"Tapi, bukankah memang selama ini, tamu bulananmu tidak pernah hadir?"

"Aku juga lupa tentang itu. Kapan aku mengalaminya terakhir kali, aku sudah lupa."

"Nah, semoga saja."

"Tapi, kenapa justru kamu yang mengingatnya?" Livia memindai wajah sang suami.

Tidak menjawab, Harsya kembali mendekatkan wajahnya. Kali ini, pria itu tersenyum, dengan mata menatap lekat ke bibir Livia.

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang