Part 7. Selangkah Lebih Dekat

4.6K 272 10
                                    

Tidak mungkin bagi Livia menghindari Harsya kali ini. Sementara batinnya semakin bergejolak tak menentu karena ulah lelaki itu, yang terus membuai dengan cumbuan di sekujur wajah, leher juga telinganya.

Tangan sang kekasih mulai merambat turun, menangkup dada dan menjelajahk tubuh, meski masih berlapis gaun yang dikenakan Livia.

Lengan wanita itu bahkan kini memeluk erat Harsya, masih dalam posisi sebelumnya. Membiarkan sang kekasih mendekapnya semakin erat, juga mengimbangi apa yang dilakukan pria itu terhadapnya.

"Apakah ... apakah mungkin, kamu ingin menyampaikan sesuatu, M--mas?" lirih Livia terbata-bata. Dengan mengumpulkan segenap tenaga yang ia miliki. Wanita itu terus mencoba menolak rasa juga hasrat yang mulai terpanggil.

Awalnya pria itu masih terus menjelajah tubuh yang ia tindih. Lalu, sesaat kemudian Livia merasa Harsya melonggarkan pelukan, dan berbaring di sisinya.

Livia bisa melihat, bahwa tubuh yang kini memunggunginya itu bergetar.

"Apakah ada yang ingin kamu sampaikan padaku ...?" Livia masih mengatur napasnya yang tersengal. Sisa hasrat yang yadi berkuasa belum sepenuhnya hilang, bahkan mungkin akan berlanjut jika dia tidak menolak secara halus keinginan sang kekasih.

Livia lalu beringsut dan memeluk lelakinya itu dari belakang. Hening, tak ada yang terucap dari keduanya.

Livia menggeser tubuh dan menegakkan badan untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Mendekap kepala sang kekasih seolah berusaha memberi kedamaian.

"Kenapa kamu harus selalu menanggungnya sendiri, Livia?"

"Mas ...."

"Tidak bisakah kamu membaginya denganku?"

"Apa mungkin ...."

"Ya. Aku melihat semuanya. Aku mengerti semuanya. Aku ... ahh ... aku ...." Harsya mengusap wajahnya.

"Ada sesuatu yang aku ingin kamu memahaminya, Mas."

"Apa?"

"Aku ingin ... aku ingin menunda pernikahan kita."

Harsa berbalik, matanya lekat menatap Livia.

Memundurkan tubuh, sehingga lelaki itu kini duduk sejajar dengan Livia.

"Apa katamu?"

"Ya, aku ingin menunda pernikahan kita."

"Hanya tersisa seminggu lagi, Livia. Bagaimana bisa kamu ...?"

"Kumohon!"

Kedua pasang mata itu bertemu.

***
Siang tadi ....

"Aku senang, karena pada akhirnya kamu bisa tumbuh seperti yang aku inginkan, Livia." Bu Rahayu menatap lembut ke arah Livia yang terisak di hadapannya.

"Aku tau, tak mudah bagimu untuk melalui sepuluh tahun ini. Tapi apa kamu mengetahui, aku lebih tersiksa mengetahui keadaanmu?"

"Setiap hari dalam hidupku, anak dan suamiku memandang curiga padaku. Tatapan yang selalu kuabaikan, tak kupedulikan."

Wanita itu menghela napas, sejenak.

"Aku, Kasih dan Mira ibumu, kami menempuh pendidikan dan mengadu nasib di kota ini. Di antara kami bertiga, ibumulah yang paling mapan. Ia sangat gigih, bahkan tak jarang, ia yang membiayai hidup kami kala itu. Kami makan, tidur dan banyak menghabiskan waktu bersama."

"Kami jatuh cinta, dan saling bercerita satu sama lain. Tentang pemuda yang kami cintai, kecuali ibumu yang hanya memilih diam. Dia memang tertutup mengenai urusan ini."

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang