"Mas, mungkin keluargamu akan mencemaskanmu karena sudah terlalu lama di sini. Pulanglah," kata Livia sembari menyibukkan tangannya menata makanan yang tadi ia bawa.
"Apa aku sedang diusir?"
"Setidaknya, berikan kabar pada mereka, nyalakan ponselmu."
"Mereka hanya akan mengira jika aku sedang berlibur, karena aku tidak pernah dengan sengaja mengambil cuti sebelumnya."
Livia menyuapkan sepotong kue ke mulut Harsya yang fokus pada jalanan di hadapannya.
"Ya karena kamu tidak pernah melakukannya, ini tentu membuat mereka cemas, Mas."
"Apa mungkin, saat ini kamu benar-benar sedang menghayati peranmu sebagai istriku?"
"Aku serius, Mas."
Harsya memelankan laju mobil yang dikemudikannya, lalu menepi.
"Sampai kamu menjawabku, Livia." Harsya menatap dalam pada wanita yang ia kasihi. "Apa sebenarnya yang kamu takutkan? Kamu tinggal menjawab bahwa kamu bersedia, maka--"
"Aku tidak mau jauh darimu untuk kedua kalinya, Mas. Apa kamu tau, betapa sulitnya memulai hidup di tempat baru, yang sama sekali asing bagimu?" tukas Livia cepat dengan nada bergetar.
Harsya menatao wanita itu dengan tatapan heran. "Livia, apa maksudmu?"
"Mas, apa kamu ingat, kapan kamu kehilangan aku?"
"Sepu--"
"Ya! Saat kamu baru saja melamarku. Itu sebabnya, saat ini aku--"
"Livia, sekarang semuanya berbeda, Sayang," potong Harsya cepat.
"Aku takut, Mas ... aku benar-benar takut sendirian lagi. Dan kali ini, semuanya terasa lebih mengerikan dari sebelumnya. Kumohon mengertilah."
"Apa kamu masih tidak mau menceritakan padaku, apa yang terjadi?"
Livia menurunkan sandaran kursi, hingga posisi tubuhnya sedikit terbaring. Wanita itu lalu .emalingkan wajah keluar jendela, memejamkan matanya. Berkali-kali, ia tampak menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Bibirnya mengatup rapat, enggan menjawab tanya pria yang ia cintai.
"Maafkan aku ...," ucap Harsya kemudian.
Pria itu tahu benar, bahwa Livia tak ingin menjawab apa pun saat ini. Entah karena wanita itu tidak ingin membuatnya terluka jika mengetahui kebenaran yang terjadi, atau sedang menutupi lukanya sendiri.
Beringsut, Harsya memutar posisi tubuhnya. Menghadap ke arah Livia yang menghindari pandangannya.
"Maafkan aku, Mas ... aku tidak bisa " lirih Livia kemudian. Sebelum ia merasakan sebuah kecupan di sisi kepalanya.
"Aku mencintaimu."
Harsya memang selalu seperti itu. Selalu bisa menenangkan hati Livia tidak peduli betapa gundah menggunung di hati wanita itu. Sehingga dalam seminggu bersama saja, seolah mampu melupakan luka yang selama ini dengan susah payah ia sembuhkan.
***
Sepekan sudah kebersamaan itu terjalin kembali di antara Harsya dan Livia. Seperti layaknya dua sejoli yang sedang dimabuk asmara, tentu keduanya sangat menikmati hal itu.
Saling bergandengan tangan, bahkan memeluk satu sama lain dengan mengabaikan mata di sekeliling mereka. Toh mereka tak tampak sebagai abege yang baru mengenal cinta pertama.
Jika dilihat, mereka lebih pada pasangan yang memang telah hidup dan menghabiskan waktu dalam waktu yang lama. Begitu mesra dan posesif satu sama lain, terlebih sang lelaki yang tampak tak ingin melepas wanitanya bahkan sesaat. Tangan Harsya selalu melingkari pinggang Livia saat mereka jalan berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
RomanceAdult Romance 21+! Meski terpisah hampir sepuluh tahun lamanya, Harsya tetap berusaha menjaga hati dan cintanya untuk sang kekasih Livia. Perempuan yang tiba-tiba pergi dengan membawa seluruh hatinya. Livia menghilang begitu saja tanpa kabar, bagai...